tiga

2.9K 391 12
                                    

Renjun duduk bersandar di kursinya dengan kapas yang sudah dibasahi pelembab tertempel di kedua pipi dan dahinya. Wajahnya terlihat kering karena terlalu lama berhadapan dengan layar laptop. Jangan heran kenapa latar tempat cerita ini di kamar melulu. Karena Renjun sepanjang hari hanya berdiam diri ke kamarnya. Sesekali ke kamar mandi dan untuk hari ini dia belum ke kamar mandi sama sekali. Bahkan untuk membilas tubuhnya sendiri. Ah ya, mengenai Donghyuck, pemuda tan itu tidak berada di kamarnya sekarang. Ia berada di dapur, memasak ramyeon entah untuk ke berapa kalinya. Tidak butuh waktu lama utuk pemuda itu tau bagaimana caranya. Renjun hanya khawatir pemuda tan itu terkena usus buntu nantinya.

Donghyuck sendiri sangat menyukai ramyeon. Ia mengatakan sendiri saat kemarin mencoba ramyeon milik Renjun.

Suara dering handphonenya mengalihkan perhatian Renjun dari layar laptop. Ia menatap malas nama yang tertera di layar handphone-nya.

Ia menggeser ke atas tombol hijau itu.

"Ya aku tau deadline-nya 29 hari lagi." itulah sapaan pertama dari Renjun.

Jungwoo terkekeh geli di seberang sana. "Baguslah kalau kau sudah tau. Apa kau sudah memikirkan bagaimana cara menulis adegan dewasanya?"

"Sepertinya begitu. Aku sudah menonton film kemarin."

"Kau serius?!" suara Jungwoo terdengar heboh. "Akhirnya! Setelah sekian purnama seorang Huang Renjun menonton film delapan belas coret!"

"Aku terpaksa!" elak Renjun.

"Tetap saja, kita harus merayakannya. Aku akan ke rumahmu nanti malam. Jangan lupa siapkan makanan. KITA PARTY!"

"Sialan! Kau mengambil kesempatan!" omel Renjun. Dia langsung mematikan panggilan tersebut. Tidak habis pikir mendapatkan editor seperti itu. Tapi tetap saja ia menyayangi editornya itu walau sering memerasnya.

"Tunggu!" Renjun tiba-tiba berdiri. "Apa itu berarti Jungwoo hyung akan bertemu Donghyuck?" gumamnya. "Eh, tapi dia kan bisa menghilang." Renjun duduk kembali dengan helaan napas lega ketika mengingat kemampuan Donghyuck.

"Aku akan suruh dia pergi nanti." putusnya.

"Siapa yang pergi?" Renjun terlonjak di kursinya. Dia menatap sinis Donghyuck dengan dahi berkerut kesal. Pemuda tan itu selalu saja muncul tiba-tiba. Kini kepalanya berada di samping kepala Renjun, membungkuk dengan kedua tangan di dalam saku. "Berhenti muncul tiba-tiba!"

Donghyuck menegakkan tubuhnya kembali. "Aku tidak muncul tiba-tiba. Kau saja yang tidak mendengar langkahku." balasnya cuek. "Jadi siapa yang pergi?"

"Temanku akan datang nanti malam. Dan karena itu, pergi lah sementara dari rumahku."

Dahi Donghyuck berkerut. "Kenapa aku harus pergi?"

"Aku tidak mau dia melihatmu, oke? Dia akan banyak bertanya dan aku pusing mendengarnya." jelas Renjun.

"Baiklah." Renjun mengerjap pelan, tidak menyangka Donghyuck akan setuju secepat itu. Dia kan suka memaksa, maunya berada di dekatnya terus.

"Jangan mengawasiku diam-diam."

"Hmmm ... tidak janji." melihat ekspresi marah Renjun, Donghyuck mendenguskan tawanya. "Aku harus menjagamu. Tapi, ya sudah kalau kau memaksa. Kuharap temanmu ini cukup aman."

"Memang aman."

Donghyuck terlihat tersinggung mendengar balasan Renjun. "Mandi lah. Kau bau." katanya kemudian.

"Donghyuck!"

__


"Woahh ... kau menghabiskan ramyeon sebanyak ini?" tanya Jungwoo ketika melihat tempat sampah Renjun di dapur. Renjun menegang di tempatnya. Ia lupa sekali.

"Ya .. aku stres dan lapar." jawabnya asal. Jungwoo ikut terduduk di samping Renjun yang duduk bersandar di kaki sofa ruang tengah rumahnya. Ia mengambil sepotong pizza dan memakannya. Raut nikmat terlukis di wajahnya, inilah definisi surga duniawi bagi Jungwoo.

"Kau bisa mati lebih cepat karena itu. Berhentilah mengkonsumsi ramyeon sebanyak itu." ujar Jungwoo. Ia membuka kaleng bir dan menabrakkannya pada kaleng bir Renjun yang ada di meja lalu meneguk isinya.

Renjun memakan paha ayam di tangannya tanpa selera. "Mungkin lebih baik begitu. Aku bosan dengan hidupku."

Jungwoo menonjok bahu penulisnya. "Jangan berbicara asal, bodoh!"

"Kau bisa mencari penulis lain yang bisa menggajimu..."

"Aku tidak peduli dengan gajiku."

"Kau selalu bilang begitu."

"Aku hanya bercanda. Kau ini kenapa, sih?" kesak Jungwoo.

"Aku rindu ibu." kata Renjun dengan suara seraknya. "Ibu selalu mendukungku." suara Renjun makin terdengar parau. Entah sejak kapan suasana party itu terasa sedih. Sepertinya Renjun meminum terlalu banyak bir malam ini. Walaupun kadar alkoholnya rendah, tapi tetap saja membuat Renjun sedikit tidak sadar.

"Aku juga selalu mendukungmu, bocah."

"Ya, kau hanya editorku, tapi kau selalu mendukungku. Kenapa ayah tidak bisa mendukungku? Aku tidak bisa jadi pengusaha seperti ayah." Renjun menaruh asal ayamnya yang tidak habis, lalu meneguk birnya lagi, entah  yang ke berapa.

"Suatu saat beliau pasti akan mendukungmu. Makanya, cepat selesaikan naskahmu. Deadline-nya sebentar lagi .."

"Sialan kau!" kini Renjun yang menonjok bahu Jungwoo. Sedang sedih begini masih saja diingatkan deadline.

___

Donghyuck menggeleng pelan melihat Renjun tertidur di ruang tengah. Wajahnya bengkak dan memerah karena mabuk. Ruang tengah saat ini berantakan sekali. Banyak kaleng bir di mana-mana. Makanan hanya sisa beberapa. Sampah bungkus ciki juga beberapa ada di sana. Mungkin teman Renjun sudah pulang karena kini hanya tersisa ia seorang di sana. Donghyuck mengangkat tubuh mungil Renjun dan membawanya ke kamar. Hidungnya sedikit mengerut ketika menghirup aroma alkohol dari napas teratur Renjun.

Ditaruhnya tubuh Renjun di atas ranjang. Tapi belum sampai punggung Renjun menyentuh ranjang, lehernya ditahan oleh pemuda manis itu. Donghyuck terdiam saat lehernya dihirup rakus oleh Renjun.

"Wangi~"

Renjun menumpu tubuhnya di bahu Donghyuck, berusaha berdiri. Donghyuck mengikuti gerak tubuh Renjun, menahan tubuh mungil itu saat miring. Renjun mengerjap menatap mata Donghyuck yang hitam legam. Ia memejamkan matanya, seiring dengan mendekatnya wajah masing-masing. Hingga jarak habis terkikis, belah bibir keduanya telah menempel sempurna. Donghyuck menatap mata Renjun yang tertutup rapat.

Donghyuck ikut menutup matanya. Bibirnya bergerak memagut bibir tipis itu. Rasa alkohol yang kuat tidak ia hiraukan, sibuk menyesap belah bibir manis itu. Di tariknya pinggang si manis hingga akhirnya menapak pada lantai. Pagutannya semakin dalam dan panas, keduanya telah sama-sama gila.

[✓] Guardian Demon | HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang