empat

2.9K 378 13
                                    

Tersisa satu bab lagi. Dan kali ini Renjun benar-benar kehabisan ide bagaimana menulisnya. Bab terakhir ini seharusnya berisi adegan dewasa kedua tokoh utama dalam novelnya. Astaga, bahkan Renjun sudah melupakan tontonan dewasanya dua minggu yang lalu! 

Renjun mengerang kesal di kursinya.

"Dua puluh satu."

Renjun melirik sinis Donghyuck yang baru bersuara tadi. Sejak tadi pemuda tan itu memang menghitung berapa kali dirinya sudah mengerang. "Tidak usah menggangguku. Dan berhenti menggerakkan barang-barang di kamarku!" omel Renjun. Terganggu dengan suara-suara yang dibuat oleh Donghyuck yang kebosanan.

"Kapan kau menyelesaikan naskahmu itu? Kau hanya berdiam diri di kamarmu seperti orangtua." keluh Donghyuck.

"Aku juga tidak tau! Waktuku sisa dua minggu lagi dan aku tidak tau cara mengakhirinya." ujar Renjun nelangsa.

"Kenapa sulit sekali sih? Tinggal selesaikan saja."

"Kalau mudah sudah aku selesaikan sejak dua minggu yang lalu, bodoh! Aku tidak bisa menulis novel dewasa seperti ini!" Renjun sudah pasrah. Ia menyadarkan punggungnya pada kursi empuknya.

"Sudah kubilang kau harus merasakannya sendiri."

"Diam lah. Saranmu tidak berguna."

"Kenapa kau selalu menolak?"

"Tidak ada manusia yang bercinta dengan guardian angel nya sendiri."

Donghyuck menatap Renjun dalam diam, tidak membalas lagi.

"Hei, kau tiba-tiba diamㅡ lho? Kok hilang?" Renjun mengernyit saat Donghyuck tidak ada lagi di kamarnya. Tapi kemudian ia mengangkat bahunya tidak peduli. Ia meraih handphonenya yang sudah seminggu ia abaikan. Ibu jarinya langsung berselancar di media sosial. Dahinya mengerut saat melihat trending hari itu di twitter. Tentu saja, ada namanya terselip di sana. Tanpa ragu Renjun menekan topik trending itu.

Betapa terkejutnya Renjun saat melihat berita populer selama seminggu ini. Ia ingat sekali wajah-wajah yang terpampang pada layar handphone-nya kini. Mereka adalah penggemar yang sangat terobsesi padanya. Entah kenapa mereka begitu terobsesi, padahal Renjun sendiri jarang menampakkan wajahnya. Mereka selalu menguntit Renjun, memfotonya diam-diam, bahkan tidak jarang menunggu di dekat rumah Renjun. Renjun sendiri hanya pura-pura abai, walau batinnya agak takut. Tolong lah, ia hanya seorang penulis! Bukan seorang artis, aktor, atau idol korea yang sampai diuntit seperti itu.

Dan kini wajah-wajah orang yang diingatnya itu terpampang di berita. Mati mengenaskan dengan kepala yang terpisah dari tubuhnya. Semuanya mati dengan tanda yang sama. Kepala yang terpisah dari tubuh. Salah satunya yang terbaru pernah Renjun tegur secara terang-terangan di depan publik. Makanya namanya ikut terseret pada berita kali ini.

Renjun menaruh handphone-nya di atas meja. Entah mengapa, ia merasa kematian mereka berhubungan dengannya. Apalagi saat dirinya membaca tweet yang menuduhnya dalang dibalik semua itu. Tidak sedikit yang setuju karena mereka menyangka Renjun lama-lama kesal dengan mereka dan akhirnya melakukan hal itu. Tapi dalam seminggu penyelidikan, polisi tidak menemukan adanya sidik jari atau bukti apapun di tubuh korban dan tempat kejadian.

Handphone Renjun berbunyi kemudian. Nomor tidak dikenal. Ia mengangkatnya dengan ragu.

"Halo,"

"Saya tidak mungkin melakukan hal itu."

"Baiklah."

Renjun mematikan panggilan tersebut. Ia diminta bersaksi di kepolisian karena tuduhan terhadap dirinya semakin menumpuk.

Dering handphone yang mengisi kamarnya itu kembali terdengar. Renjun mengangkatnya dengan kesal dan langsung menyalak, "Ya, aku akan bersaksi!"

"Renjun, ini aku. Kau diminta bersaksi?"

Ah, kali ini ternyata Jungwoo yang menelepon.

Renjun menghela napasnya. "Ya. Padahal aku selalu berada di kamar, mengetik, mengetik, dan mengetik! Bahkan sampai lupa mandi, makan, dan hangout. Sialan sekali orang yang menuduhku."

"Astaga, aku tidak menyangka akan separah ini sampai memintamu bersaksi."

"Jadi kau sudah tau berita ini lebih dulu?"

"Ya, tapi aku urung memberitaumu karena aku tau kau sudah pusing dengan tenggat naskahmu. Sepertinya berita ini akan berimbas ke novel barumu, Renjun."

Renjun berdecak. "Aku tidak peduli. Aku jadi penasaran, siapa orang yang melakukan hal keji seperti itu. Dia benar-benar tidak punya hati."

"Ya, kau benar. Kau harus berhati-hati. Targetnya seminggu ini adalah penggemarmu, siapa tau selanjutnya adalah kau."

"Jangan menakutiku, hyung!" Renjun jadi gusar. Benar kata Jungwoo.

Helaan napas kasar terdengar dari seberang. "Kau mau aku temani malam ini?" tawarnya.

Renjun menggeleng walaupun tau Jungwoo tidak melihatnya. "Tidak perlu, kau juga sibuk mengedit naskahku, kan?"

"Benar sih. Syukurlah kau sadar diri."

"Sialan kau, hyung!"

Suara tawa terdengar. "Intinya itu. Hati-hati ya, maaf aku tidak bisa menemanimu bersaksi besok. Aku harus bertemu Pak Kyuhyun."

"Tidak apa-apa." setelah mengucap salam perpisahan, panggilan dimatikan. Renjun merenung sebentar. Lama kelamaan jantungnya jadi ribut sendiri, membayangkan apa yang dikatakan Jungwoo tadi. Apa lagi, sekarang guardian angel nya itu malah hilang entah kemana. Giliran dibutuhkan tidak ada, saat tidak dibutuhkan ia ada setiap saat.

__

"Kapan kau akan menikahinya?"

Pemuda yang ditanya itu mendengus ketika mendengar pertanyaan dari sahabatnya itu. Ia sedikit mengayunkan hammock yang ditempatinya saat itu. Kaki kanannya menggantung di tepinya dengan kedua tangan terlipat di belakang kepala. Hammock itu tergantung di antara kedua pohon tinggi di tengah hutan, jadi tidak ada yang akan melihatnya.

"Jangan tanyakan pertanyaan sensitif itu."

Dengusan tawa geli terdengar kemudian.

"Kau terlalu lambat. Aku hanya membutuhkan beberapa jam saja."

"Itu karena kau menculiknya, idiot."

"Lalu apa yang membuatmu tidak langsung menculiknya? Aneh sekali."

"Aku tidak mau. Tidak seru rasanya."

Sahabatnya itu mendengus. "Saranku jangan berlama-lama. Atau pamanmu itu akan mengambil alih."

Pemuda itu hanya berdeham mengiyakan dengan malas. Matanya terus menatap bulan yang saat itu redup sinarnya. Indah sekali, seperti ratunya.

[✓] Guardian Demon | HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang