lima

3.1K 411 6
                                    

Renjun keluar dari kamar mandinya hanya dengan handuk yang melilit di pinggang rampingnya. Ia membuka pintu kamarnya dan berteriak kencang saat melihat Donghyuck berada di dalam. Renjun langsung menutup kembali pintu kamarnya, wajahnya bersemu malu.

"Sejak kapan kau kembali?!"

"Sejak kau mandi."

"Keluar sekarang juga!" seru Renjun. Dan,

Zzap!

"Aku sudah keluar." bisikan itu terdengar di balik telinganya. Renjun terlonjak di tempatnya dan merapat pada pintu. Tangannya menutup dadanya rapat.

"Tidak didekatku juga, bodoh!" umpat Renjun. Ia melihat setitik kilat di mata Donghyuck yang masih menatapnya datar.

"Kenapa kau tutupi? Kita sama-sama lelaki."

"Tetap saja aku malu, bodoh!" setelah berkata begitu, Renjun langsung melesat masuk ke dalam kamarnya. Menyesal telah mengira Donghyuck tidak akan kembali pagi ini.

"Hei, tumben sekali kau mandi pagi." suara Donghyuck masih terdengar dari luar.

"Aku harus bersaksi di kepolisian. Hah, kau tau? Banyak yang menuduhku melakukan pembunuhan kepada penggemar-penggemarku yang dibunuh itu. Padahal setiap hari aku hanya di kamar! Menyebalkan sekaliㅡastaga! SIAPA YANG MENYURUHMU MASUK?!" Renjun memegang erat handuk yang menutupi bagian bawahnya. Untung saja ia sudah memakai kemejanya.

"Aku ikut."

"Terserah kau saja! Sekarang keluar dari kamarku dan biarkan aku berpakaian dengan tenang!" 

Donghyuck mengangguk saja. Tapi sebelum pergi, ia menarik pergelangan tangan Renjun. Mengecup punggung tangan pemuda manis itu. "Aku tunggu di luar."

Renjun bersemu.

__

Renjun tidak terkejut lagi saat melihat keramaian di gedung kepolisian saat itu. Baru keluar dari mobilnya, ia langsung diserbu oleh para wartawan yang ribut sekali mencecarnya dengan pertanyaan. Tentu saja ramai, berita itu menuai kontroversi yang cukup besar sehingga para wartawan diutus untuk membuat berita kesaksiannya hari itu. Donghyuck di belakang Renjun mengerutkan keningnya kesal melihat Renjun yang didesak seperti itu, bahkan sampai akan terjatuh. Renjun sendiri bingung mau menjawab apa, ia hanya ingin cepat-cepat masuk ke dalam gedung saja. Tapi sulit sekali menerobos kerumunan wartawan ini!

Donghyuck berdecak kesal, bersamaan dengan dirinya yang menutup pintu mobil, seperti angin besar yang mendorong wartawan itu hingga sedikit terpental. Untungnya Donghyuck sudah meraih pinggang Renjun agar pemuda manis itu tidak ikut terpental. "Cepat lah. Jangan hanya terdiam." katanya. Keduanya langsung berjalan cepat ke dalam gedung meninggalkan para wartawan di tengah kebingungannya.

Saat sudah berada di dalam gedung, Renjun menghela napas lega. Karena wartawan itu tidak akan bisa masuk ke dalam. Ah ya, ngomong-ngomong ternyata Donghyuck bisa membuat dirinya tidak terlihat. Renjun sendiri baru tau fakta ini sekitar lima hari setelah pertemuan pertama mereka.

Renjun dibawa masuk ke ruang kesaksian, begitu juga dengan Donghyuck yang tentunya diam-diam. Renjun hanya berharap Donghyuck tidak melakukan hal-hal yang memalukan di dalam sana.

"Kau ada di mana tanggal 17 sampai 25 april?" ini adalah pertanyaan pertama setelah tadi mereka berkenalan terlebih dahulu.

"Di rumah."

"Sedang apa?"

"Saya sedang menulis naskah novel kelima saya. Saya sendiri baru mengetahui berita ini siang kemarin." jelas Renjun.

Beberapa pertanyaan kembali diajukan oleh penyelidik itu. Dan Renjun bisa menjawabnya dengan baik karena dia memang tidak bersalah. Tapi dia harus menahan rasa gugupnya saat Donghyuck malah mengganggu penyelidik itu. Seperti menjatuhkan penanya, buku catatannya, dan lampu yang beberapa kali berkedip-kedip. Renjun meremas celana kainnya menahan kesal

"Baiklah. Terimakasih atas kesaksiannya, tuan Huang. Kami akan memeriksa cctv dekat rumah anda untuk memastikannya." wajah penyelidik itu sudah tampak tidak enak. Renjun hanya meringis pelan.

Donghyuck sialan.

Renjun menonjok bahu Donghyuck saat keluar dari ruangan itu. "Kenapa kau mengganggunya?!"

"Kesal saja."

Renjun mengernyit bingung. "Kesal kenapa? Harusnya aku yang kesal."

"Dia terus menerus menatapmu."

"Kau gila?"

Donghyuck mengangguk. "Ya, aku sudah gila. Untung aku hanya mengganggunya. Bukan memisahkan kepalanya dari tubuhnya."

Tubuh Renjun menegang. "Apa maksudmu?" tanyanya waswas.

"Kau pikir apa maksudku?" tanya Donghyuck balik.

"Donghyuck, aku serius. Jadi kau-"

"Bercanda." tukas Donghyuck datar. "Ayo ke toilet. Kita tidak bisa melewati wartawan seperti tadi." ia menarik tangan Renjun santai, seperti sudah tau di mana letak toilet. Sementara itu, Renjun masih termenung berusaha mengerti.

__

Donghyuck mengusap pelan kepala Renjun yang sudah tertidur di atas ranjangnya sambil memeluk gulingnya. Tersenyum melihat wajah damai milik Renjun. "Aku ingin selalu melindungimu." ucapnya pelan.

Rahangnya mengeras sedetik kemudian.

Zzap!

"Apa peringatanku kemarin kurang cukup?" tangannya sudah mencekik pemuda yang sejak tadi mengintai di halaman rumah Renjun. Tepat di dekat jendela kamar pemuda huang itu.

"Kkhh!" pemuda itu menggeram pelan ketika cekikan itu makin keras tiap detiknya.

"Aku sudah membunuh tujuh dari kalian. Kau mau jadi yang ke delapan?" tanyanya bermain-main.

"Aku tau siapa yang menyuruhmu. Kau lebih memilih memihaknya dari pada memihak rajamu sendiri? Ah ... bodoh sekali." Ia menghempaskan tubuh pemuda yang sudah melemah itu ke dinding. Hingga menciptakan retakan pada dinding rumah Renjun.

Langkahnya semakin mendekat pada pemuda yang kini tengah meringis itu. Ia memiringkan kepalanya saat melihat pemuda itu menatap pada jendela kamar Renjun, lalu tersenyum meremehkan. "Mencoba membakar rumah ini? Bodoh. Aku sudah menandai rumah ini. Kau tidak akan bisa memakai kekuatan lemahmu itu." Ia tertawa kecil melihat pemuda itu bahkan tidak bisa menjawab satupun kalimatnya.

Ia berjongkok di depan pemuda yang menatapnya tajam itu. "Wajahmu mirip sekali dengan wajah pamanku. Apa kau anak haram pria tua itu?" tanyanya mengejek. Ia menatap tajam pemuda itu, menyalurkan energi panas ke dalam tubuhnya, membuat pemuda itu mengerang kepanasan.

"Kau tidak akan pernah dianggap ayahmu itu, berhentilah berusaha. Kalian sudah tau akan kalah melawanku, tapi tidak pernah menyerah. Sekarang pergi lah, kuharap ini yang terakhir." beberapa detik kemudian, tubuh pemuda itu berubah menjadi abu. Terbakar dari dalam tubuhnya. Ia tidak mengubah ekspresinya sama sekali. Tidak merasa kasihan. "Sayang sekali aku tidak bisa membunuhmu juga paman." gumamnya.

"Hyuck ...." lirihan itu membuat Donghyuck segera berbalik. Ditatapnya Renjun yang entah sejak kapan berdiri di jendela, menatapnya dengan tubuh bergetar. Ah, sial. Ternyata iblis itu bukan mau membakar rumah ini, tapi karena ada Renjun di sana. Ya sudah lah, mungkin ini saatnya mengaku.

"Hei. Bagaimana tidurmu?"

[✓] Guardian Demon | HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang