CHAPTER 04

51 22 48
                                    

Alya menatap jam dinding yang menunjukan pukul 5

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alya menatap jam dinding yang menunjukan pukul 5.30 sore.

Sebentar lagi adzan maghrib akan berkumandang. Alya memilih untuk mengambil wudlu terlebih dahulu.

Saat melewati dapur, ia melihat Atha yang tengah termenung. Lantas, ia memilih menghampiri lelaki itu.

"Atha," panggilnya membuat Atha tersadar dari lamunannya dan menoleh menatap Alya teduh.

"Kenapa, hm?"

"Kamu lagi mikirin apa?"

Atha terdiam sejenak. "Gak ada."

Alya hanya mengangguk paham. "Jangan lupa shalat, ya?"

Atha tertegun. Senyumnya pun terbit. "Gue shalat di masjid aja."

Alya tersenyum lalu mengangguk dan berlalu dari sana untuk mengambil air wudlu.

Atha menatap kepergian Alya dengan tatapan sendu. Bagaimana bisa ia dipertemukan dengan Alya yang berbeda keyakinan dengannya? Kenapa Tuhan?

Jujur saja ia sangat nyaman jika berada di dekat gadis itu. Namun, sepertinya ia hanya ditakdirkan untuk menjaganya, bukan untuk memilikinya.

Atha memilih pulang ke rumahnya untuk menenangkan pikirannya yang kini tengah berkecamuk.

☘️

"Sayang, kamu kemana aja sejak pulang sekolah tadi, hm?" tanya seorang wanita paruh baya yang terlihat masih muda. Sudah dapat dipastikan jika itu adalah ibu dari Atha.

Atha menatap mamanya seraya tersenyum tipis. "Biasa, Ma. Atha abis nongkrong."

Wanita yang bernama Yovanna yang kerap dipanggil Anna pun mengangguk paham. "Ayo makan, Mama udah siapkan makanan kesukaan kamu."

Atha tersenyum senang. "Gitu dong, Ma."

Cup

Atha mencium sekilas pipi mamanya.

"Sayang Mama banyak-banyak."

Anna menggeleng kecil akan tingkah anaknya.

Keduanya berjalan menuju ruang makan lalu duduk di kursi lalu menyantap makanannya dengan hidmat.

"Atha," panggil Anna membuat Atha yang tengah makan pun kini menoleh menatap mamanya.

"Kapan kamu mau nikah? Mama pengen punya cucu."

Uhuk uhuk...

Dengan cepat Anna memberikan Atha minum lalu diterima oleh anaknya dan diteguk habis oleh Atha.

Atha menatap mamanya dengan raut wajah tak percaya. "Mama apaan sih, Atha masih SMA."

Anna hanya mengangkat bahunya acuh. Padahal, ia hanya ingin memiliki cucu yang cantik dan ganteng. Sejak kepergian suaminya, ia merasa kesepian di rumah.

Atha menatap foto almarhum ayahnya yang terletak di atas nakas. Jika saja papanya masih hidup, mama pasti tidak akan kesepian.

☘️

Setelah makan bersama dengan mamanya, ia memilih pergi menuju apartemen untuk sekedar melihat keadaan Alya.

Perlahan Atha membuka pintu kamar gadis itu lalu melangkah menghampiri gadis itu.

Atha menatap wajah teduh nan cantik milik Alya.

Ia memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya terangkat untuk mengelus lembut kepala gadis itu yang menggunakan jilbab.

Perlahan, ia sedikit membungkuk untuk mengecup dahi gadis itu. Setelahnya ia kembali menatap gadis itu teduh.

Tangannya beralih mengelus pipi gadis itu. Ia menyentuh bekas tamparan yang diberikan Jevan pada Alya.

"Pasti sakit, ya?

"Ini terakhir kalinya dia nyakitin lo, gue pastiin besok-besok dia gak akan nyakitin lo lagi," tegasnya masih dengan mengelus lembut pipi gadis itu.

Senyuman manis terpatri dari bibirnya. "Selamat tidur, Alya."

"Te amo."

Setelah mengatakan itu, ia berdiri dari duduknya dan berlalu dari sana.

***

Jangan jadi silent readers, ya

Voment please?

SPAM NEXT YU!

ATHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang