Bel pulang sekolah telah berbunyi. Seperti biasa Atha tak pulang dulu ke rumahnya, melainkan pulang ke apartemennya untuk sekedar memberikan makanan pada Alya. Kasian jika gadis manis itu kelaparan. Ia tak akan membiarkan hal itu terjadi.
Namun, saat ia tiba di apartemen, ia sama sekali tak melihat keberadaan Alya. Ia bergegas masuk ke dalam kamar gadis itu. Namun nihil, ia sama sekali tak kunjung menemukan keberadaan gadis itu. Bahkan, saat ia membuka lemari baju gadis itu, tak ada satupun pakaian Alya di dalam sana.
Apa-apaan Alya? Apakah gadis itu nekat pergi dari apartemennya? Lalu kemana perginya gadis itu? Bagaimana jika ada yang menculik gadis itu? Bagaimana jika Jevan menemukan Alya? Jika sampai hal itu terjadi, ia tak akan membiarkan hidup Jevan tenang.
Lantas, ia bergegas keluar dari gedung tersebut lalu mengambil motornya yang berada di parkiran dan menjalankan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata.
Motornya membelah jalanan. Bahkan, ia sama sekali tak menghiraukan para pengguna jalan yang menyumpah serapahi dirinya saat kebut-kebutan di jalan. Yang kini ada dalam benaknya hanya Alya.
Sudah dua jam yang lalu ia mencari Alya. Bahkan, kini langit sudah mulai gelap karena sebentar lagi malam tiba. Namun, hasilnya nihil. Ia tak kunjung menemukan gadis itu.
Ia menepikan motornya di tepi jalan. "Arghh! Alya, lo di mana sih!"
Sedetik kemudian, netranya tak sengaja menangkap sosok gadis yang memakai jilbab tengah duduk seorang diri di halte. Seakan tak asing ia memicingkan matanya. Ternyata dugaanya benar bahwa gadis itu adalah Alya.
Ia bergegas menjalankan motornya menuju halte tersebut. Lalu menepikannya tepat di tepi jalan dekat halte.
Alya menatap sosok lelaki yang seakan tak asing. Ternyata dia Atha. Ia berdiri dan hendak pergi dari sana. Namun, tiba-tiba lelaki itu mendekapnya erat.
Grep
Alya membulatkan matanya terkejut. Ia berusaha memberontak. Namun, Atha semakin mengeratkan pelukannya.
"Kenapa pergi, hm?"
"Kamu mau ninggalin aku?"
"Jangan kayak gini, Alya."
Atha melepaskan pelukannya lalu menatap Alya sendu. "Aku takut kamu kenapa-napa, aku udah janji sama diri aku sendiri buat selalu ada di samping kamu dan jagain kamu."
Alya masih saja terdiam seakan membiarkan Atha berbicara.
"Kenapa kamu pergi?"
"Aku takut Jevan ngambil kamu dari aku, Jevan suka sama kamu, Alya. Aku takut dia ngelakuin hal yang gak seharusnya dia lakuin lagi."
Deg
Apa benar Jevan menyukainya bukan sebagai seorang kakak yang menyukai adiknya melainkan seorang lelaki menyukai seorang wanita pada umumnya? Bagaimana bisa? Sejak dulu Jevan selalu memperlakukan dengan kasar. Bahkan menginginkannya lenyap dari dunia ini. Lantas, bagaimana bisa Jevan menyukainya?
Alya menarik ujung baju lelaki itu. "Maaf," cicitnya.
Atha menghela nafas panjang. "Jangan lakuin hal kayak gini lagi, aku gak suka."
Alya mengangguk seraya menunduk tak berani menatap mata Atha. Ia pergi juga mempunyai alasan. Ia tidak ingin terus menyusahkan Atha.
"Jelasin," ujar lelaki itu dingin.
Tangan Alya yang semula menarik ujung baju yang dikenakan lelaki itu, kini sudah beralih memilin ujung roknya sendiri.
"Alya," panggilnya lembut membuat hati gadis itu menghangat.
"Jelasin," titahnya lagi.
Mata gadis itu mulai berair. "A-aku cuma gak mau nyusahin kamu terus," ujarnya dengan nada yang bergetar menahan tangisnya.
Setetes air matanya jatuh. "Atha jangan marah ihh..." lirihnya.
Atha tertegun. "Kamu nangis?"
Alya menepis air matanya kasar lalu menegakkan kepalanya menatap Atha lalu menggeleng. "Nggak."
Atha menatap gadis itu teduh. "Itu kenapa ada bekas air matanya, hm?"
Alya membuang pandangannya ke sembarang arah. "Kelilipan," ujarnya seadanya.
Atha tersenyum tipis. "Aku gak marah. Aku cuma takut kamu beneran pergi dari hidup aku."
Alya menatap Atha sendu. "Maaf."
"Alya gak bakal lakuin hal kayak tadi lagi."
Atha tersenyum hangat. "Janji?"
Alya mengangguk. "Insyaallah."
Atha menatap Alya sendu. "Janji dulu."
Alya terdiam sejenak. "Iya janji."
Atha tersenyum hangat. "Ayo pulang."
Alya mengangguk. "Ayo."
***
Jangan jadi silent readers, ya
Voment please?
SPAM NEXT YU!
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHAYA
Teen Fiction"Aku berharap kita dapat dipertemukan di kehidupan selanjutnya sebagai sepasang kekasih yang ditakdirkan menua bersama." Kehidupan tidak selamanya bahagia. Terkadang, kesedihan datang menghampiri tanpa diminta. Kamu tidak akan tahu, betapa sedihnya...