EMPAT : Antara Anandra dan Renata

876 118 0
                                    

Yang dulu suka main raket passore-sore apa kabar? —Andira

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yang dulu suka main raket pas
sore-sore apa kabar? —Andira

⋇⋆✦⋆⋇ 

Jo itu sama seperti jin di dalam lampu ajaib, saat Aladin minta dia keluar untuk mengabulkan permintaannya, maka ia melakukan hal yang sama kepadaku. Jo bisa disamakan dengan Jin lampu ajaib, tapi aku tidak bisa disamakan dengan Aladin karena suka bersikap kurang ajar padanya. Aku bahkan pernah memintanya belikan pembalut saat di rumah tidak ada satu pun orang, dan ia juga tidak bisa menolak karena pening mendengar rengekkanku.

Mau dibilang Jo adalah orang yang paling baik, hm, tidak juga ya, karena dia juga bisa mengeluarkan sisi kurang ajarnya padaku. Kalian tidak tahu saja bahwa aku pernah dimintainya berbohong pada Bunda Yohana (Mamanya) untuk minta uang, aku mewakilkannya dengan mengadu Jo perlu obat, padahal saat itu ia ada iuran untuk membeli bola basket sekolah.

Kata Jo, Bunda Yohana tidak bisa mengeluarkan uang secara sembarang. Kalau kamu hanya menggunakan untuk keperluan bersama, maka beliau tidak ingin kasih materi itu. Tapi kalau sudah berhubungan tentang keperluan pribadi apalagi kesehatan, beliau tidak pikir-pikir lagi. Alhasil, lima puluh ribu berada di tanganku dengan embel-embel pergi ke toko obat.

"Makasih, Jo yang kadang baik kadang enggak!" kataku sambil berlari meninggalkannya.

Aku akan bermain sama Anan, hari ini, sampai sore. Rasanya jiwa masa laluku begitu kuat mengikat dalam batin, aku seperti merasa kembali pada zaman kami di waktu kecil dengan suasana tempat yang tetap sama.

Jika saja kehadiran Renata tidak kutemui bersama Anan.

Langkahku lantas terhenti, tepat di pinggir jalan kecil sebelum penyeberangan. Di sana aku melihat sosok gadis incaran satu sekolahan tertawa bersamanya, sambil membaca buku, lalu terlihat dua mangkuk dekat mereka di mana mie kuah yang kuberi tadi sudah dibagi.

"Anan," kataku pelan sekali.

Pegangan pada dua raket di tanganku merenggang, tidak sekuat saat aku bersemangat tadi. Kedua kakiku terasa lemas hingga rasanya mau rubuh saja di tempat. Serta ada yang nyeri di dalam sana, tepat berada pada area dadaku, entah kenapa, aku merasa sedikit kecewa.

Anan mungkin memang memerlukan pelajaran tambahan untuk mengejar ketertinggalan materi sebagai anak baru, tapi seharusnya tidak sama Renata juga. Maksudku, dia bisa bilang padaku dan Jo, maka aku juga akan ikut membantu meski sebenarnya tidak ada yang bisa kubantu. Iya ... setidaknya kutemani atau apa saja deh!

Omong-omong Anan satu tempat duduk dengan Renata, gadis yang cantiknya minta di-subhanallahi, dia juga pintar, juara kelas bahkan bintang sekolah. Namun melihatnya sama Anan sekarang, entah kenapa itu semua bukan apa-apanya untukku.

Apakah kudatangi saja dan memintanya tetap bermain?

Apakah kubuat kekacauan hingga Renata risih dan pulang?

MAMPU✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang