TUJUH BELAS : Jangan Salahkan Kejujuran

575 114 0
                                    

Angkat tangan yang kalolagi sakit udah kayak bumil, soalnya tiba-tiba ngidamsesuatu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Angkat tangan yang kalo
lagi sakit udah kayak bumil,
soalnya tiba-tiba ngidam
sesuatu. —Andira

⋇⋆✦⋆⋇ 

"JO!" Teriakanku mengisi ruangan sepi yang seketika membuat diriku sendiri merasa asing. Di sini ada kasurku, ada perlengkapan kamarku juga. Bedanya adalah, ke mana perginya dapur Anan dan juga oknum yang bernama Jondara itu?

"Allahu Akbar, Allahu Akbar!"

"Hah?" Aku segera melihat ke dinding yang menjadi wadah pengingat waktuku tertempel di sana. Baru pukul 15.10, Ashar. Artinya aku tidak ada keluar sama sekali setelah mengutak-atik isi tasnya Jo tadi.

Saat kulihat terakhir kali tas itu berada, posisinya masih ada di situ. Jadi, aku memang belum ada keluar, tidak ada hujan, juga tidak ada dapur Anan yang menjebakku bersama Jondara.

TADI CUMA MIMPI.

"Gila sih." Aku menertawakan kepanikan ini puas-puas, tanganku masih dingin, jantungku juga tidak aman. Dan yang paling parah dari lainnya, pikiranku terus beroperasi di kitaran peristiwa bersama Jo. Sungguh mimpi yang gila, bahkan terasa nyata.

Gara-gara itu, aku tidak menjemput Jo seperti kemarin-kemarin. Rumah Anan kudatangi sendiri tanpa adanya interaksi antara aku dan juga Jo, mungkin dia menungguku, tapi aku merasa canggung untuk menemuinya. Oh, omong-omong Anan sedang sakit. Benar-benar demam karena kena hujan, agak lemah ya, hahe.

Ketika masuk ke dalam, hampir masuk juga ke kamar Anan, ternyata dia lagi beribadah. Maka kututup kembali pintu itu dan menunggu sejenak di luar. Kalau kuperhatikan aura rumah ini, rasanya benar-benar tidak hidup sama sekali. Tidak seperti rumahku yang walau tanpa Ayah, kami masih bisa membuat suasananya seperti di dalam hutan yang dipenuhi monyet.

Rumah Jo juga sama, meski cuma diisi oleh Bunda Yohana dan juga dia saja, aku masih bisa merasakan kehangatan di rumah itu. Tapi rumah Anan beda, padahal tiap gorden jendela terbuka, lampu tengah juga hidup, bahkan banyak sekali ikan-ikan di aquarium yang jenisnya macam-macam. Rumahnya tidak gelap, tapi saat masuk ke dalam, semua jadi terasa hambar dan sepi.

"Dir  ...."

"Astaghfirullah!" Aku terjingkat ketika tiba-tiba Anan bicara begitu saja.

"Masuk, gue udah selesai," katanya.

Kamar ini sudah kudatangi sebanyak tiga kali dengan yang sekarang. Aromanya tetap sama, yaitu perpaduan antara bubur buatan Bunda Jo, dan juga obat-obatan yang harus dikonsumsi oleh Anan. Ada satu juga yang agak unik, dia suka menghamburkan minyak telon di kamar ini. Jadi kalau kamu masuk ke kamarnya, hanya pemiliknya saja yang sudah beranjak dewasa, sedangkan jiwanya masih jiwa-jiwa bayi.

"Haduh, Anan." Aku mengomentari bagian titipan dari Bunda Yohana.

"Hm." Anan cuma duduk di pinggir kasur dan memainkan ponselnya.

MAMPU✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang