Bab 4 || Anak pondok, kok gitu (?)

2 0 0
                                    

"Teman-teman, tadi katanya pak Rosid ada senam baru ya? Atin, Ellena, Rifal, Miftah, dan Amel diminta latihan karena Jumat depan kalian harus jadi instruktur". Kata Awan selaku ketua kelas.

Kelima anak itu tidak terkejut mendengar kabar bahwa mereka harus latihan senam baru dan akan menjadi instruktur pada hari Jumat depan. Atin, Ellena, Rifal, Miftah, dan Amel sudah terbiasa menjadi instruktur senam. Setiap ada senam baru pasti mereka disuruh latihan kemudian dihafalkan dan dijadikan instruktur untuk para siswa.

"Nanti kita latihan senam dimana?" Tanya Atin.

"Di rumah aku saja, gimana?" Jawab Ellena mantap. Ya, dia memang sangat semangat jika harus menghafalkan senam baru. Bahkan dulu sempat akan dikirim untuk mewakili lomba senam terbaru pada masa itu, namun entahlah sampai sekarang tidak ada info lagi terkait perlombaan tersebut. Padahal Ellena sudah menghafalnya.

"Oke" jawab Rifal, Miftah, dan Amel

***

Bel masuk kelas pun berbunyi. Siswa-siswi memasuki kelas masing-masing. Sekarang adalah jam pelajaran terakhir, yaitu matematika. Bu Ifa memberikan tugas dan harus selesai saat itu juga sebelum pulang.

Ellena merasa kesulitan dalam mengerjakan tugas tersebut. Ia memang gadis yang pandai, tapi bukankah seorang yang pandai itu tidak selamanya pandai? Artinya dia hanya pandai di bidang yang ia sukai. Orang yang pandai bukan berarti segalanya pandai juga, ia juga memiliki keterbatasan kemampuan.

Daripada menunggu lama, Ell memutuskan untuk bertanya pada anak baru yang bernama Ulin. Ia adalah murid pindahan. Ulin pindah ke sekolah ini sejak kelas 3 dan berhasil menggeser peringkat 1 Ellena. Ya, sejak kelas 1 Ellena selalu peringkat pertama. Dan kehadiran Ulin membuat orang tua Ell marah karena peringkat nya bergeser. Padahal ia hanya bergeser satu peringkat yaitu menjadi peringkat dua.

Ulin adalah anak pemilik pondok pesantren yang letaknya tak jauh dari sekolah. Ia adalah gadis pintar dan sangat ramah. Namun, ada satu sifat yang tidak Ellena suka. Entah hanya Ellena yang tidak suka atau teman-teman nya juga, Ell tidak tahu.

"Ulin, ini caranya gimana yang nomor 4?" Tanya Ellena menghampiri meja Ulin untuk menanyakan bagaimana caranya menyelesaikan persoalan matematikanya.

"Sebentar mbak" jawab Ulin yang masih fokus pada tugasnya

Tak lama kemudian datang murid yang lain bertanya juga kepada Ulin. Dan reflek Ulin berkata dengan nada cukup tinggi,

"HUH KAH, KALIAN INI, AKU BELUM SELESAI MENGERJAKAN, AKU TIDAK BISA FOKUS" katanya sambil menutup telinga. Alhasil, mereka yang akan bertanya kepada Ulin kembali ke tempat masing-masing, termasuk Ell disana.

Inilah sifat yang tidak Ell sukai dari Ulin. Ia mengira bahwa temannya ini sombong. Hal ini mengubah persepsinya bahwa 'anak pondok ternyata sombong yaa'.

Ell kembali ke mejanya dan mengerjakan tugas semampunya.

"Anak-anak, waktunya sudah selesai, segera dikumpulkan di meja saya. Akan saya nilai sekarang juga" kata bu Ifa setelah kembali dari ruang guru.

Tak lama kemudian, buku telah selesai dinilai dan ketua kelas diminta untuk membagikan buku tugas tersebut kepada masing-masing orang sesuai nama yang ada pada setiap buku.

Saat Ellena membuka buku yang berisi tugas matematika tadi ia membelalakkan matanya. Terpampang angka '40' didalamnya. Tanpa berpikir panjang ia segera merobek halaman yang berisi nilai tersebut setelah itu memasukkan bukunya kedalam tas.

Selama sekolah dari kelas 1 sampai kelas 5 sekarang baru ini Ell mendapat nilai yang baginya sangat buruk dan memalukan. Ia takut untuk memberitahukan kepada orang tuanya perihal nilai ini. Oleh karena itu, ia memilih bungkam.

***

"Bu, Aku minta uang" ucap Asya merengek kepada Dian. Berkali-kali Asya merengek namun tak ada respon dari Dian. Mungkin karena saat ini ia sedang sibuk dengan kertas-kertas dihadapannya.

"Bu, aku minta uang" rengeknya lagi untuk yang kesekian kalinya.

"Ambil di tas ibu Sya, ibu masih repot ini", Asya merasa senang. Ia mengambil dompet Dian dan mengambil uang kertas berwarna kuning. 5000. Tanpa menunjukkan kepada Dian, Asya langsung berlari menuju penjual mainan di depan sekolah nya.

"Kang, mobil ini berapa harganya?" Tanyanya sambil menunjuk mainan mobil yang digantung di gerobak mainannya.

"Kamu bawa uang berapa tho?" Tanya penjual itu.

"Ini" jawab Asya polos sambil menunjukkan uang 5000-an tersebut.

"Ooo, ini pas uangnya. Kamu mau mobil mainan ini?"

Pertanyaan akang barusan dijawab dengan anggukan semangat oleh Asya. Asya kembali ke kelas dengan hati gembira. Ia segera memainkan mobil-mobil-annya untuk mengisi kekosongan jam. Ya, murid-murid TK B sudah pulang, Asya masih di sekolah karna harus menunggu Dian-ibunya menyelesaikan beberapa tugas sekolahnya. Setelah selesai barulah Dian membereskan kertas-kertas dan ATK. Bersiap untuk pulang.

"Ayo Sya, kita pulang. Ibu sudah selesai"
"Ayo bu"

Mereka pun pulang ke rumah.

Seperti ini penjual mainan yang dimaksud penulis 😁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seperti ini penjual mainan yang dimaksud penulis 😁

_______

Siapa nih yang pernah beli mainan di akang-akang kayak gambar diatas? ☝️
Sekarang masih ada nggak yaa yang jualan kayak gitu?🤔

Oke, skip>>>

Jangan lupa vote yaa. Makasyiih🤗

Aku Belum Terlambat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang