Pertarungan tersulit yang dilawan oleh manusia adalah ketika ia melawan perasaannya.
-Almaira...
Sudah satu bulan Zea di pondok pesantren ini, dan sampai saat ini keadaan masih aman - aman saja. Tak ada yang mempunyai masalah dengan nya, toh ia juga tidak membuat masalah dengan siapapun. Tempat favoritnya dipesantren ini adalah Gazebo dekat aula yang tertutup oleh pepohonan. Zea biasanya berdiam diri disana sembari menjernihkan pikiran yang tercemar karena tugas. Duduk di Gazebo seorang diri sambil memandangi langit sampai mata sakit adalah healing terbaik bagi zea.
Disaat orang lain menyukai bulan, bintang, atau hujan. Ia memilih menyukai awan dan langit biru. Akhir - akhir ini ia juga dekat dengan mbak Nisa, mencurahkan keluh - kesah nya selama disini kepada mbak Nisa tersayang. Ternyata masuk pondok itu semelelahkan dan semenyenangkan ini.
"Mbak Ze, Mbak cari - cari ternyata disini." Ucap Mbak Nisa menyadarkan lamunan Zea, Mbak Nisa lalu duduk disamping Zea dan mengusap bahu Zea lembut.
Saat ini dua gadis itu sedang berada di tempat favorit Zea, Gazebo dekat aula.
"Ish, mbak Nisa nii hobi banget ngagetin Zea." Zea cemberut.
"Maaf ya, habisnya kamu ngelamun dari tadi. Mbak ngucap salam kamu ga jawab - jawab."
"Waalaikumussalam, Maaf ya mbak."
"Ngelamunin apa hayo?" Tanya Mbak Nisa.
"Ngelamunin masa depan." Balas zea bercanda.
"Hmm, kamu gaada niatan cerita ke mbak?" Tanya mbak Nisa lagi, ia kurang yakin dengan jawaban zea.
"Gaada." Jawab zea.
"Yakin?" Mbak Nisa tersenyum menggoda.
"Iya."
"Yaudah deh, ke asrama ayo! Kamu udah lama banget kayaknya duduk disini." Ajak mbak Nisa.
"Ayok, mbak."
...
"Hadeh, Mbazee - mbazee tak kirain mbak kemana. Ternyata di gazebo." Ucap Mbak Ghea saat Zea dan Nisa masuk ke dalam asrama.
"Maaf ya mbak." Zea tersenyum.
"Ngapain aja di gazebo?" Tanya Mbak Vanes, penasaran dengan apa yang membuat gadis itu betah berlama - lama seorang diri di gazebo dekat aula yang lumayan jauh dari asrama mereka.
"Merenungi masa depan, mbak." Jawab zea, berniat bercanda.
"Udah ah, di wawancarain mulu deh, heran. Ze, sini duduk." Maureen bergeser menyisakan dua tempat untuk mbak Nisa dan Zea.
"Mbak Fika mana?" Tanya April.
"Dia ke toilet bentar, sakit perut katanya." Jawab mbak Zaza yang baru saja masuk asrama.
"Udah? Gimana? Siapa yang telpon?" Tanya April beruntun, pada mbak Zaza.
"Mama ku." Jawab mbak Zaza dan ikut duduk.
"Emangnya ada apa mbak?" Tanya zea bingung.
"Tadi mbak Zaza di panggil ke pps." Jawab April, mbak Zaza mengangguk mengiyakan. PPS adalah singkatan dari pusat pelayanan santri.
"Emang kamu ga denger Ze?" Tanya Mbak Vanes, Zea menggeleng tanda tak mendengar.
"Ya Allah, padahal itu toa gede banget suaranya." Mbak Vanes geleng - geleng.
"Dia ngelamun di gazebo." Mbak Nisa menyahut.
"Oh, pantes." Sahut semuanya kompak.
"Btw Ze, kamu ga minat ikut Hadrah? Suara kamu Masyaallah banget loh, kalo jadi vokalis, cobing, cocok bingits." Tanya Maureen.
"Kayanya ga dulu, deh. Aku aja pusing sama hafalan. Ga kepikiran sampe sana."
"WOY, WOY, WOY!" Teriak mbak Fika saat masuk asrama.
"Fika, kebiasaan kamu. Salam dulu!" Tegur mbak Nisa.
"Ehehe, Assalamualaikum." Salam mbak Fika.
"Waalaikumussalam." Jawab semuanya kompak.
"Eh, tadi aku liat mobil pak kiai amif." Ucap Mbak Fika heboh.
"Dimana?" Tanya Maureen.
"Diparkiran, lah."
"Ngapain mbak dari hamam jauh - jauh ke parkiran?" Tanya Mbak Ghea, heran.
"Soalnya asrama sebelah heboh, katanya Ning Hilyah mau mondok disini." Jawab mbak Fika.
"Terus - terus?" Tanya Mbak vanes, penasaran.
"Yaaa, aku intip lah. Pas aku liat ada Ning Hilyah juga, baru turun dari mobil." Jawab mbak Fika setelah mendudukkan dirinya di tepi ranjang.
Maureen yang mendengar itu menunduk, "Kenapa kau?" Tanya Mbak Zaza pada maureen.
"Gimana kalo alasan Ning Hilyah mondok disini mau ngincer Gus Rafa?" Tebak Maureen masih menunduk.
"HEH!! kau jangan putus asa gitu lah." Mbak Zaza menyenggol bahu Maureen pelan.
"Sebelum Gus Rafa, ya Gus Hasan dulu lah yang di incer." Bagai di sambar petir, hati Zea potek sedikit mendengar ucapan mbak Ghea.
"Kalo Ning Hilyah ngincer Gus Hasan, mana bisa? orang Gus Hasan di Mesir. Jawa timur ke Mesir itu jauh banget Mbak." April ikut bersuara.
"Iya si, siapa tahu ditungguin sampe lulus dulu. Terus di sabet." Jawab Mbak Ghea.
"Sabet ceunah." April geleng - geleng.
Zea yang dari tadi hanya menyimak akhirnya bersuara. "Emang nya Ning Hilyah itu kelas berapa mbak? terus, kiai Amif itu pendiri ponpes apa, dan dimana?" Tanya zea berturut - turut, ia benar - benar ikut penasaran.
"Ning Hilyah masih kelas 10 MA, Kiai Amif itu pemilik ponpes Al - Mukmin di Banyuwangi." Jawab mbak Nisa.
"Oh, gitu ya?" Zea mengangguk.
"Emang kenapa mbazee?" Tanya Mbak Fika, curiga.
"Pengen tahu aja." Jawab Zea, semua nya mengangguk.
"Kirain kamu naksir sama Gus Hasan, ga menutup kemungkinan kan." Celetuk mbak Ghea yang membuat Zea menggeleng cepat.
"Eh, Ze. Gapapa loh kalo naksir. Semoga cinta kamu terbalas, ga kaya Maureen." Ucap Zaza disertai tawa kecil.
Maureen yang mendengar itu cemberut dan berucap. "Apaansih, liat aja nanti." Tantang gadis itu.
"Udah nih, diliatin." Balas Zaza, usil.
"NANTI MBAK, NANTIIII!"
•••
Bandung, 08 Mei 2022.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Tak Terduga
عاطفيةGadis kelahiran Bandung itu termenung, memikirkan keputusan nya. Ia memang ingin bertemu sang idola, tapi apakah harus sampai mondok di Jawa timur ya? "Aduh, Usna bingung deh." Pada akhirnya ia memilih untuk mondok di sana, dan orang tuanya pun meng...