First Arrival

1.7K 126 35
                                    

"Nee-san! Nee-san jangan mati! Nee—"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Nee-san! Nee-san jangan mati! Nee—"

"Diamlah, kau berisik sekali. Kepalaku makin sakit,"

"Ah, kami kira nee-san mati,"

"Jaga perkataanmu sebelum mulutmu kujahit,"

"Tapi nee-san, apa kau tahu, kita tersesat di hutan ini?"




MULTIVERSE OF HAPPINESS
Naruto © Masashi Kishimoto
Chapter 01: First Arrival




Setelan olahraga mereka rusak di beberapa bagian. Sepatu yang mereka kenakan kotor dengan lumpur bercampur daun kering. Ranting-ranting pohon yang berjatuhan mengambil bagian dalam upaya perusakan celana training yang mereka gunakan, dan tentunya kaki mulus si pria Casanova —yang memilih mengenakan celana pendek alih-alih mengenakan celana lapis training— tergores di sana-sini. Padahal sudah jelas mereka ingin mendaki bukit belakang sekolah untuk lari pagi kali ini. Seharusnya otak pintarnya itu memperhitungkan hal-hal semacam ini.

Ya, kejadian yang terjadi tidak sepenuhnya dapat terhitung. Mana mungkin mereka berpikiran akan tergelincir di bukit. Untung saja mereka hanya pingsan sesaat bukan pingsan selamanya.

"Sudah dapat sinyal?" ujar satu-satunya perempuan yang kini memimpin jalan. Sebelah tangannya mengenggam ponsel pintar minim daya, sementara sebelahnya aktif bergerak menyingkirkan ilalang tinggi yang menghalangi langkah mereka.

Kedua pemuda di belakangannya menggeleng walaupun tidak dapat dilihat. "No signal. Sepertinya kita benar-benar tersesat," ujar pria berbaju hitam.

"Aku bahkan tidak ingat tadi kita tergelincir di sebelah mana, tapi rasanya aku pingsan sangat lama," pria berbaju merah menaggapi, lalu hening kembali menyelimuti. Cahaya di hutan sudah semakin redup, dan tujuan mereka hanya satu, agar bisa keluar dari hutan secepat mungkin sebelum malam datang.

"Tou-san pasti segera memanggil tim SAR, karena putri kesayangannya belum pulang ke rumah sampai petang," tentu itu hanya gurauan dari si merah, namun perempuan yang sedari tadi ia panggil nee-san tidak memberi tanggapan berarti.

Sebuah sikut menyela lengan si merah, ia menoleh dan mendapati pemuda dengan wajah yang identik dengannya menggeleng, memperingatinya untuk berhenti berkelakar —karena suasananya memang sedang tidak bercanda— yang hanya ditanggapi dengan angkat bahu ringan.

"Cahaya! Ayo ke sana," tiba-tiba si perempuan bersua, melangkahkan tungkai letihnya untuk mencapai gemerlap cahaya yang ditangkap oleh kedua netra obsidiannya pucatnya.

Pemuda berbaju hitam segera bergerak, mengikuti langkah kakak perempuannya yang sudah mulai menjauh. Sementara si baju merah masih memproses selama sekian detik sebelum akhirnya, "Naoko nee-san, Yukio sialan, tunggu aku!" si merah bersua, lalu bergerak mengikuti langkah kedua saudaranya yang dengan teganya meninggalkan ia sendirian.

Multiverse of HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang