KAITHALA - 04

4 3 0
                                    

Raga mungkin boleh lelah, tapi harapan tidak boleh patah
-Illyss-
.
.
.

"Di cari dari tadi, hobi banget si sendirian." gerutuan itu terdengar bersamaan dengan Belva yang merasakan tempat kosong di sebelahnya di duduki oleh seseorang.

"Gue cuma lagi pengen sendirian Zi."

Zia berdecak, "Ngapain harus sendirian sih Bel, apa gunanya kita disini?" ucap Zia menumpahkan unek-uneknya yang ia pendam.

"Lo ada masalah apa sebenernya Bel? Kita kayak orang bodoh yang nggak tahu apapun tentang lo. Seenggaknya kalau pun luka itu dalam biarin kita ikut bagian dalam nyembuhin luka lo. Kita disini, Bel." Adel memegang pundak Belva memberi isyarat bahwa gadis itu tidak sendiri.

Saat ini mereka tengah berada di taman belakang sekolah. Taman ini cukup sepi dan jarang di kunjungi karena letaknya yang jauh di belakang sekolah.

Setelah mendiskusikan apa yang akan mereka tampilkan tadi, tiba-tiba saja Belva mengatakan ingin pergi ke toilet. Namun sudah lama sejak Belva pergi, gadis itu belum juga kembali membuat kedua sahabatnya khawatir bukan main, takutnya terjadi sesuatu yang tidak di inginkan pada sahabat mereka itu.

Akhirnya mereka menemukan Belva yang tengah duduk sendiri dalam keadaan melamun di taman yang sepi ini. Belva yang menyukai tempat sepi dan kedua sahabatnya yang mengetahui hal itu membuat mereka memutuskan untuk mencari Belva hingga berakhir di tempat ini.

"Hidup gue nggak semulus itu Del, gue capek. Dari dulu rasanya nggak ada celah buat gue bahagia. Apa gue gak pantas buat bahagia Zi?"

Jika ada definisi lain dari kata menyedihkan maka itu adalah keadaan Belva saat ini. Mata yang sembab karena menangis, kerudung yang sedikit kusut serta tubuh yang terlihat tidak bertenaga. Sungguh Adel dan Zia benar-benar ingin tahu seberat apa beban yang dipikul oleh gadis disamping mereka ini.

Kepala Zia menggeleng dengan tegas, membantah pernyataan sahabatnya. "Kata siapa? Nggak ada orang yang nggak berhak bahagia di dunia ini Bel."

"Seberat apa masalah lo? Ayo cerita sama kita berdua," bujuk Adel seraya mendekap perlahan raga itu.

Belva yang mendapat perlakuan hangat dari sahabat yang sudah ia anggap saudara itu pun pelan-pelan menceritakan apa yang menimpanya di masa lalu. Semua Belva ceritakan di temani dengan suara isakan Zia dan Adel yang membekap kuat mulutnya dengan air mata yang berderai di kedua pipi mulus sahabat Belva itu.

Adel dan Zia benar-benar tak menyangka kali ini. Sebaik itu ternyata selama ini Belva memainkan peran bahagia. Hari ini mereka tahu sedalam apa laut kesedihan yang Belva miliki dan mulai hari ini pula keduanya bertekad untuk terus bersama dan menjaga gadis rapuh yang sudah mereka anggap saudara itu.

­­­___________

"Gimana nih Bel, udah penuh semua," ucap Adel saat melihat suasana kantin yang sangat ramai.

Setelah dari taman tadi, mereka memutuskan untuk mengisi perut mereka. Selain itu Adel dan Zia juga khawatir melihat tubuh lemas Belva hingga menyetujui untuk pergi ke kantin setelah sebelumnya merapikan penampilan mereka di toilet.

Belva yang di tanya pun tak menjawab, nampak sama bingungnya dengan Adel melihat tidak ada meja yang tersisa. Berbeda dengan Zia yang saat ini sedang memicingkan mata menyisir seluruh area kantin.

"Kesana aja!" seru Zia tiba-tiba sembari menunjuk salah satu meja yang berada di sudut kantin.

Belum sempat Belva dan Adel melihat arah yang di tunjuk Zia, keduanya sudah ditarik paksa oleh si bungsu menuju salah satu meja.

"Kak, kita ikut duduk disini ya? nggak ada meja lagi soalnya," tanya Zia meminta izin pada sekelompok orang yang paling tidak ingin Belva temui.

Mereka adalah Arsyad dan kawan-kawannya, kelompok orang yang benar-benar ingin Belva hindari.

KAITHALA : DO I DESERVE?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang