003

8K 505 13
                                    

"Gara-gara lu nih kita jadi nyasar."

"Kok salah gua? Suruh siapa ditanyain diem aja?"

"Siapa suruh maksa nganter gua? Udah bener tadi gua naek ojol aja," balas Fatah gak mau kalah.

Gilang hanya bisa menghela nafas sabar. Memilih tidak kembali menjawab dan mencoba untuk mengalah. "Yaudah ini lu beneran gak tau kita dimana? Atau jalannya ke arah mana lagi gitu yang lu tau biar kita bisa ke tempat lu?" tanya Gilang berusaha memperbaiki keadaan.

Fatah menggeleng. "Gak tau," jawabnya lesu.

Helaan nafas Gilang kembali terdengar. Rasanya dia harus banyak sabar menghadapi Fatah. "Telfon temen lu kek coba!" usulnya.

Bersyukur kali ini Fatah menurut. Di hubunginya temannya. "Yah... yah... jangan mati dong, aarrgghh," teriaknya frustasi.

Tidak perlu bertanya, sepertinya Gilang tahu alasannya. Sungguh sial memang.

Fatah menengok menatap Gilang. "Gimana dong, Lang? Udah malem nih."

Gilang terdiam kaku. Fatah merapatkan diri pada tubuhnya, tatapannya seperti anak kucing yang sedang ketakutan melihat sekitarnya. Jakun Gilang naik-turun ketika dia menelan ludahnya."Gemes anjir. Gua telen juga lu, Tah," Gilang membatin.

"Woy!!"

Sebuah teriakan membuyarkan pikiran mesum Gilang. Mereka berdua segera melihat ke arah suara itu untuk mengetahui siapa yang berteriak.  Sepertinya kesialan kembali menghampiri mereka, sebab yang berteriak adalah kelompok orang yang sepertinya adalah musuh tawuran mereka tadi.

"Fatah, pegangan buruan!"

Mengerti situasi Fatah dengan patuh menurut. Gilang kembali menjalankan motornya dengan cepat, sedangkan Fatah merasa nyawanya hampir terbang bersama angin karena Gilang yang mengebut seperti orang kesetanan. Motor itu melaju tak tau arah, kemanapun asal bisa kabur dari sekelompok orang itu.

"Tah, coba liat masih ngejar gak mereka!"

"Pelanin dulu motornya! Gua takut mual kalo buka mata."

Gilang menuruti permintaan Fatah. Saat kecepatan motornya sedikit berkurang Fatah menengok kebelakang. "Dah, aman," ucap Fatah memberitahu.

Gilang melirik sebentar ke belakang untuk memastikan ulang apakah mereka benar-benar sudah aman. Kemudian, dia menghela napas lega karena orang-orang yang mengejar mereka benar sudah tidak ada lagi.

Gilang menghentikan motornya karena lampu yang berubah warna menjadi merah.

"Jadi ini lu mau dianterin kemana nih? Gua udah tau dikit-dikit lah daerah sini," kata Gilang. Dia sedikit memutar badannya untuk menatap Fatah.

"Markas Sinister aja." Fatah menyebutkan alamatnya. Sedikit-srdikit, dia menunjukan kemana arah jalannya pada Gilang karena tidak mau berakhir nyasar lagi.

Gilang berhenti di depan sebuah rumah yang berada di ujung gang.  Rumahnya terletak di dalam perkampungan, tapi rumah itu di kelilingi oleh tanah kosong. Meskipun tembok bagian luar rumah dihiasi dengan coretan gravity, rumah ini tetap terlihat bersih dan terawat.

"Anjir, bang lu kemana dah? Pada panik tuh di dalem," kata salah satu anggota Sinister menyambut kedatangan mereka.

"Lu aman bang?" tanya yang lainnya.

Fatah tertawa sekilas. "Aman kok aman. Tenang aja," balasnya menenangkan anggotanya

"Ekhem." Mereka semuanya menatap Gilang yang masih duduk di motornya. "Hai," sapanya tersenyum palsu pada anggota Sinister yang menatapnya

Be Mine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang