1. Dewi Penjaga Ratna

295 17 7
                                    

KISAH INI ADALAH FIKSI

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


KISAH INI ADALAH FIKSI. TIDAK BERMAKSUD MENYESATKAN ATAU MENGABURKAN SEJARAH. BEBERAPA BAGIAN DALAM CERITA SENGAJA DIDRAMATISASI.

***

Paninkah nira sri maharajapatni
sira teki mengalya rin rat wisesa
suta mantu len potr akan raja rajani
siranratwaken mwan rumaksen sakaryya

Inilah sifat dari Rajapatni yang agung,
Ia inilah pembawa berkah di dunia, menjadi penguasa tertinggi,
Anak perempuannya, dan menantunya, juga cucu-cucunya menjadi raja dan ratu,
Ia mengawasi semua tindak tanduk mereka

Nagarakertagama P. 49 : 2

***

Aku ingat jelas detik demi detik peristiwa itu, dimana lelaki yang amat ku rindukan merangkul dan membawa tubuh mungilku ke atas kuda. Dari mata sembabnya yang terlihat putus asa, samar-samar ku melihat guratan kecemasan luar bisa di dahinya. Anak panah maut yang hampir saja merenggut nyawa tak berarti ku ini masih tertancap kuat di sampingku. Andai laki-laki itu telat satu detik saja, mungkin sukmaku sudah terlepas dari raganya, masa depan akan berubah tidak seperti pelajaran sejarah yang anak sekolah pelajari hari ini.

Dyah Wijaya, nama laki-laki itu. Seorang laki-laki yang bisa dikatakan sebagai sepupu jauh, kakak ipar, sekaligus pujaan hatiku. Lama hati menyimpan perasaan padanya. Anugerah tak terduga dari Yang Kuasa, mencintai lelaki yang sudah menjadi suami ayunda Tribhuaneswari, kakak tertua ku itu.

Oh Gayatri! Perasaan terkutuk ini mengapa semakin hari kian menguat?

Usai diletakkan tubuhku dengan lembut di atas kuda, Dyah Wijaya melajukan kudanya secepat mungkin. Aku tidak tau apa yang terjadi selanjutnya. Pandangan mulai kabur kemudian menggelap dengan sendirinya. Suara derapan kuda serta dentingan senjata kian menghilang. Hanya satu doaku saat itu,

"Yang Kuasa, bila hari ini Engkau mengambil nyawaku, izinkan aku melihat Kangmas Wijaya untuk terakhir kali dan merasa damai dalam pelukannya. Masa-masa itu... Ah Singhasari, Ayahanda Prabu Krtanegara, aku merindukanmu,"

***

Istana Singhasari, 1274 M

"Terpujilah para Buddha, para Bodhisattva, para dewa dewi, dan para leluhur. Sesuai dengan benih yang ditabur, demikian pula buah akan dituai. Yang berbuat kebajikan akan mendapatkan balasan kebajikan dan pembuat kemungkaran akan menerima karmapala sesuai perbuatannya. Semoga dengan kebajikan yang telah hamba lakukan akan membuahkan kebahagiaan dalam bentuk keselamatan bagi istri hamba dan anak kami yang tengah dilahirkannya. Semoga semua makhluk di alam semesta ini berbahagia,"

Doa Ayahanda Prabu Kartanegara terdengar begitu lembut dalam ingatan ku saat detik-detik aku dilahirkan ke dunia. Ini bukan cerita dari Nyi Brangah, dukun beranak yang membantu kelahiranku atau Sasti, emban yang melayani ibundaku. Apalagi dari ibundaku sendiri. Aku sadar dan mendengarnya meski samar. Di balik pintu kamar, Ayahanda Prabu hanya bisa mondar-mandir di penuhi kekhawatiran.

Asmarandhana : Gayatri Sri RajapatniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang