Aku berusaha menenangkan diri hingga acara selesai. Ayahanda Prabu kembali ke siti inggil. Beliau menenggak tuaknya dengan gembira. Kali ini tak lupa beliau mengajak dua calon menantunya, Dyah Wijaya dan Ardharaja untuk berbagi kegembiraan. Ayahanda Prabu tentu berharap perjodohan politik ini akan membawa dampak baik bagi keberlangsungan Singhasari.
Namun entah mengapa aku melihat gelagat Ardharaja begitu aneh. Wajahnya terlihat tidak gembira. Dia hanya tersenyum tipis sembari bergantian memandangi Yunda Tribuaneswari. Mungkin dia berharap tinggi akan dijodohkan dengan Yunda Tribuaneswari namun gagal. Ternyata Ayahanda Prabu lebih memilih Dyah Wijaya untuk bersanding dengan Yunda Tri. Aku tidak tahu apakah ketidakpuasan ini berdampak ke masa depan atau tidak.
Pandanganku kembali menuju Arya Nadendra. Pemuda itu memberi isyarat agar mengikutinya keluar. Aku mundur dari jajaran sekar kedaton dan berjalan pelan-pelan ke arah ibunda Bajradewi untuk meminta izin keluar.
Dengan alasan tidak enak badan dan ingin beristirahat lebih awal, ibunda Bajradewi mengizinkan aku pergi. Namun Ayahanda Prabu dalam kondisi setengah mabuk menahanku sebentar.
"Gayatri, mau kemana? Disini saja. Berbahagialah dengan yunda-yundamu. Sebentar lagi kedua yundamu akan dinikahkan. Setelah ini kau pasti akan sulit menemui mereka. Jadi bergabunglah bersama mereka menikmati pesta,"
Untungnya saat itu ibunda Bajradewi yang menjawab, "Ampun kangmas prabu, Gayatri sedang tidak enak badan. Mohon kangmas prabu memaklumi dan mengizinkan dia beristirahat lebih awal,"
"Begitu ya. Nanti ku perintahkan tabib untuk datang ke Puri Ratna. Kau beristirahat saja disana ditemani Savitri. Akan ku tugasi beberapa bhayangkara untuk menjagamu,"
Bhayangkara?
Sungguh tidak sesuai rencana ku. Awalnya aku berencana kabur dari Savitri dan menemui Arya Nadendra ditempat biasa kami bertemu. Namun kesempatan untuk melarikan diri diperkecil oleh kehadiran beberapa personel bhayangkara yang mengawal ku.
Dari tempat duduknya, Dyah Wijaya memandangku penuh selidik. Dari raut datar yang ditunjukannya dihadapan publik, aku tahu sebenarnya dia sedang merencanakan sesuatu. Dyah Wijaya membisikan sesuatu pada Virya, karibnya sesama prajurit militer. Dan dalam hitungan detik Virya hilang dari pengamatanku.
Dalam perjalanan menuju puri, Savitri, dayang muda seusiaku yang ditugasi ibunda untuk melayaniku, tersenyum menahan tawa. Rupanya dia sudah mengetahui rencana ku untuk melarikan diri. Kali ini aku harus mengakui kekalahan. Tentunya hal itu berlaku dalam perjalananku saja ke Puri Ratna.
Usai tiba aku kembali melancarkan rencana kedua. Savitri akan ku tugasi berpura-pura menjadi diriku, berbaring diranjang sambil menunggu pemeriksaan dari tabib Ayahanda Prabu.
"Gusti Putri, hamba mohon jangan lakukan hal ini pada hamba. Bagaimana jika Paduka Sri Kartanegara tahu hal ini?" Kata Savitri berlutut memohon-mohon padaku agar tidak menyeretnya dalam rencanaku menemui Arya Nadendra diam-diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmarandhana : Gayatri Sri Rajapatni
Historische Romane[TERSEDIA DI CABACA] Dyah Dewi Gayatri Kumarajassa, putri bungsu Raja Kartanegara dari Kerajaan Singhasari yang cantik dan cerdas, tidak pernah bisa memilih jalan hidupnya. Dia dikenalkan dengan rasa cinta oleh seorang perwira muda sekaligus sahabat...