"Dit, sebiji."
"Gak modal, anjing."
Raditya Adibrata. Pentolan sekolah, karena kenakalan dan keberaniannya, sekaligus ketampanannya. Selain itu, ayah dari Radit seorang direktur yang sangat kaya raya.
"Dit."
Radit mengalihkan pandangannya ke arah yang ditunjuk oleh Danu, sahabatnya. Kirana myesha, gadis cupu disekolahnya. Radit tak memperdulikannya, karena itu hal yang tidak penting. Ia lebih senang menjadikan Kirana sebagai babunya kapan pun ia perlu.
"Kiran!" sialnya Irzan memanggilnya dan membuat Kirana menoleh.
"Sini!"
"Ngapain sih, bego?!" geram Radit kepada Irzan. Kini Kirana sudah ada di depannya, dengan kacamata yang terus bertengger di matanya.
"Lo juga! Jadi cewek gak usah bego! Mau aja dipanggil - panggil sama dia!" Kirana sedikit tersentak mendengar bentakkan dari Radit. Kirana takut, karena biasanya Radit memanggilnya untuk keperluan saja. Jika menolak, Radit tak segan segan mempermalukan dan menghinanya di depan banyak orang.
"Ta-tapi, ak-aku takutnya kamu mau se-sesuatu." Kirana terus menggenggam tangannya yang gemetar, ia sering sekali begini setiap dihadapan seorang Radit.
"Itu kalo gue yang manggil! Pergi sana! Mata gue sakit ngeliat lo, apa lagi penampilan lo! Norak!" dengan lemas Kirana berbalik dan berjalan menuju kelasnya.
"Gue injek muka lo, anjing!" geram Radit yang emosi dan membanting bangku yang ia duduki.
Disisi lain, Kirana dengan wajah lesunya itu masuk kedalam kelasnya yang ramai. Ia duduk sendiri, karena siapa yang mau berteman dengan gadis culun dan norak sepertinya. Keluarganya miskin, dan untungnya ia mendapatkan beasiswa untuk masuk SMA elit.
"Culun, beliin gue minuman, ya. Temen gue juga sama dan kembaliannya lo ambil aja." Kirana hanya pasrah saja, dengan tatapan mereka yang selalu meremehkannya. Inilah nasib orang yang mempunyai finansial terbatas.
"Bu, es lemon teanya 3 ya."
"Kirana?" Kirana mendongakkan kepalanya, dan menatap lelaki tinggi dihadapannya. Ia langsung berdiri dari duduknya.
"Ka-kak Irzan? A-ada apa, ya?" Irzan tertawa kecil, itu membuat dia semakin tampan, Kirana akui itu.
"Gue mau mesen es, lo beli juga?" Kirana mengangguk sambil tersenyum kikuk, entah ia harus bereaksi apa di depan Irzan.
"Gue udah bilang, Kir, santai aja sama gue. Gue gak kayak Radit."
Irzan dan Radit sangat berbanding kebalik, Irzan yang baik, dan Radit yang jahat. Kirana sejujurnya ingin melawan Radit, tapi apalah daya ia sangat penakut.
"Pulang nanti, lo naik apa?" Kirana menatap Irzan dengan ragu.
"Angkot, kak."
"Neng Kira, ini esnya." Kirana membayarnya dan hendak berbalik, Irzan memanggilnya lagi.
"Kiran, lo mau pulang bareng?" Kirana sedikit menimang nimang, karena hari ini ia akan bertemu dengan Radit di rumahnya selepas sekolah.
"Gue tau lo suka baca buku, makanya gue mau ajakin lo ke International Book Fair deket taman kota, Gimana?" Kirana tersenyum senang, pasalnya pameran buku itu hanya dibuka dengan waktu singkat saja.
"Tenang, gue yang bakal ngomong ke Radit nanti."
"Thankyou kak."
"Harusnya gue yang bilang thankyou ke lo." Irzan tersenyum, lalu melegang pergi begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
KIRADIT. (Kira Dan Radit)
أدب المراهقينSeorang Radit sangat mempercayai kata cinta yang tak akan ada selamanya, nyatanya? Tak ada yang mencintai dirinya, seperti Alm. Bundanya. Dirinya yang nakal, bengis, tempramental, dan sangat emosional, apa lagi dengan gadis bernama Kirana, gadis ya...