Bab. 3 Nasehat Ayah

14 2 3
                                    


Setelah mengantar Maysa sampai di Gerbang desa,Jono segera pulang. Meski pertemuannya dengan Maysa hanya sebentar, dia sudah merasa senang. Jono bahkan berangan-angan untuk melanjutkan hubungannya dengan Maysa ke jenjang yang lebih serius, dia ingin menikahi Maysa. Perempuan muda itu sudah membuatnya jatuh cinta. Jono tersenyum sendiri, membayangkan Maysa bisa menjadi istrinya. Wajah cantiknya, dengan kulit kuning bersih, hidung mancung dan bibir yang tipis, membuatnya benar-benar terpesona.

"Betapa sempurnanya ciptaan Tuhan ini." batin Jono.

"Aku pasti bisa menikahimu Maysa."


Maysa melanjutkan perjalananya dengan berjalan kaki. Sampai di depan mushola desa dia berhenti, tertegun sejenak dan duduk di serambi. Selarut ini masih ada beberapa orang yang berada di mushola. Ada yang sholat, membaca Al quran atau sekedar melepas penat dengan berbaring. Di desanya  ada warga yang mengadakan hajatan, mungkin mereka yang berada di sini adalah sanak kerabatnya.

Maysa melihat meja kecil yang tertata rapi di pojok ruangan, meja itu digunakan untuk mengaji. Dulu waktu dia masih kecil,mushola ini menjadi tempatnya. Ayahnya yang menjadi gurunya. Teman-temannya juga  datang ke mushola,untuk mengaji.  Bahkan sebelum waktunya, dia dan teman-teman akan datang lebih awal agar bisa duduk paling depan.

Ayahnya sangat pandai bercerita, terutama tentang kisah  pahlawan di negeri ini. Ketika  menceritakan kisah perjuangan pangeran Diponegoro, cara berceritanya  sangat menarik. semua anak yang mendengarkan kisah itu, begitu terkesima dengan semangat perjuangan dan karisma 'Sang Pahlawan' sebagai pemimpin. Kisah itu begitu membekas hingga saat ini. Maysa  masih bisa mengingatnya dengan baik.

 Ayahnya juga seorang guru agama di sekolah dasar, setiap pergi mengajar dia selalu berpakaian rapi. Ayahnya menggunakan sepeda  menuju tempatnya bekerja. Sekolah tempat ayahnya mengajar sangat jauh. Jalannya jelek, banyak lubang dan bebatuan yang berserakan. Maysa pernah di ajak ayah ke sana, dia membonceng sepeda di belakang, rasanya capek dan pegal seluruh tubuhnya. Maysa pernah berfikir bagaimana ayah bisa menjalani perjalanan ini setiap hari, sangat melelahkan. Bahkan sang ayah tidak memperlihatkan keletihan di depan murid-muridnya. Maysa pernah bertanya mengapa ayahnya mau bekerja di tempat yang jauh, ayahnya mengatakan bahwa dia sangat senang bisa mengajar di sana, membagi ilmu kepada murid-muridnya. Kata ayah, rasa letih itu hilang ketika melihat muridnya bisa membaca Al Quran dengan baik atau bisa mengerjakan sholat seperti yang diajarkannya.

Ayahnya adalah laki-laki yang menjadi cinta pertamanya. Ayah sangat menyayanginya, melindunginya, dan mengabulkan semua keinginannya. Ayah menjadi tempat dirinya berbagi cerita, semua kesulitannya, kemarahannya pasti dia ceritakan kepada ayahnya. Maysa jarang bercerita dengan ibunya. Dia merasa lebih dekat dengan ayahnya. Meski mereka hidup sederhana tapi Maysa merasa sangat bahagia. 

Ayahnya tidak pernah marah, meskipun dulu dia dan kakak laki-lakinya senang bermain hingga badan dan bajunya kotor semua. Ayah hanya tersenyum dan memberinya nasehat untuk berhati-hati. Satu hal yang masih diingat Maysa, ayahnya pernah marah kepadanya  karena dia lalai tidak sholat dhuhur, dia terlalu asik bermain dengan temannya hingga masuk waktu sholat asar.  Melihat ayahnya marah, Maysa sangat takut. Semenjak itu Maysa tidak pernah meninggalkan sholat lagi. Ayahnya selalu berpesan bahwa dalam keadaan apapun Maysa tidak boleh meninggalkan sholat, karena sholat bagi seorang muslim adalah wujud ketaatannya kepada Tuhannya.

Kepergian ayah membuatnya sangat sedih. Hidupnya terasa hampa, laki-laki tercinta yang selalu ada dan memberi kasih sayang itu hilang darinya. Ibu dan Kakak laki-lakinya juga merasa sangat kehilangan. Ayah yang menjadi kepala keluarga sudah tiada lagi. Sosok tercinta yang bekerja untuk keluarga tanpa lelah, yang selalu di tunggu setiap pulang bekerja. yang menjadi panutan dalam hidupnya. Kini hanya tinggal kenangan. Namun di setiap sholatnya Maysa tak pernah lupa mendoakan ayahnya. Dia sangat menyayangi ayahnya namun Tuhan lebih sayang kepadanya.

Dulu orang desa sangat hormat dan segan kepada ayahnya. Jika ada yang panen beras,jagung, sayuran atau buah-buahan, mereka akan memberi sebagian untuk ayah. Sebagai ucapan terima kasih karena telah mengajar mengaji anak-anaknya. Meski ayahnya tidak memiliki penghasilan yang besar,namun semua kebutuhan keluarga bisa dicukupi.

"Ayah... aku kangen." bisik Maysa pelan

Air mata menggenang di pelupuk matanya. Kini keadaan sudah jauh berbeda. Ayah dan kakak laki-lakinya sudah tiada, maka ibulah yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Ibu akan menerima pekerjaan apa saja yang dapat menghasilkan uang, baik itu mencuci baju, menyetrika atau membersihkan rumah tetangga. Maysa membantu ibunya dengan berjualan seperti saat ini. Meskipun Maysa merasa hidupnya sekarang lebih susah dan serba kekurangan, berbeda dengan dulu ketika ayahnya masih ada. Tapi hidup harus terus berlangsung.

Maysa yang asik dengan kenangannya tentang ayah, tidak menyadari beberapa orang memperhatikannya. seorang laki-laki tua yang berada dibelakangnya menyapanya.

" Assalamu alaikum, ini Nak Maysa, putrinya Bu Siti." 

"Wa alaikum salam, iya Pak." Jawab Maysa.

"Sedang apa di sini Nak?" tanyanya.

"Saya baru pulang dari berjualan di pasar malam Pak, mampir saja ke sini." Jawabnya.

" Oh begitu, sebaiknya langsung pulang Nak, supaya ibumu tidak khawatir." Pesannya.

"Ya Pak. Saya pulang dulu.Assalamu alaikum"

"Wa alakum salam."

Maysa segera berdiri, keluar mushola, sejenak di tatap lagi tempat penuh kenangan itu. Kemudian dia melanjutkan perjalanannya ke rumah. Sepanjang jalan yang biasanya sepi kini menjadi ramai, beberapa orang masih terjaga, lampu penerangan jalan juga di tambah, apalagi jalan yang menuju ke rumahnya, lebih terang dan ramai. Karena yang mengadakan hajatan adalah Pak Sutejo tetangga sebelah rumahnya yang memiliki usaha tambak ikan dan selepan beras. Pak Tejo mempunyai tanah dan sawah yang banyak. Calon besannya juga pengusaha yang sukses dari kota. Pantaslah jika hajatan kali ini meriah dan mewah. Sampai di rumah dia merasa curiga kenapa rumahnya di datangi banyak orang. Apa yang terjadi dengan ibunya?

" Ibu...!" panggil Maysa seraya masuk ke dalam rumahnya, Beberapa orang yang melihatnya segera menahannya.

"Ada apa dengan ibuku, Bu Lastri?" tanya Maysa pada tetangga yang menahannya masuk.

"Sabar sebentar, Maysa. Jangan masuk dulu." Cegah Bu Lastri.

"Ada apa Bu? Jangan membuatku cemas." Kata Maysa sambil mendorong Bu Lastri agar bisa masuk ke kamar ibunya.

"Cepat katakan Bu." Desak Maysa.

"Duduk May, Ibu akan mengatakan kondisi ibumu." Bu Lastri menarik nafas dalam, kemudian bercerita," Tadi saya dan ibumu sedang membantu memasak, aku yang memotong sayur dan ibumu sedang menggoreng tempe. Mungkin karena capek ibumu jadi hampir pingsan. saya yang menahan tubuhnya agar tidak jatuh. Kalo jatuh bahaya apalagi ibumu berada di depan kompor."

"Apa ibu belum istirahat sama sekali?"tanya Maysa

"Iya May, tamu yang datang hari ini begitu banyak, jadi kami yang memasak cukup kewalahan." kata Bu Lastri.

"Tapi ibu tidak apa-apa?" tanya Maysa.

"Alhamdulillah, sekarang ibumu sedang beristirahat." Bu lastri menenangkan.


Balada Cinta Maysa #ODOCProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang