Bab. 7 Pengakuan Maysa

8 1 0
                                    


Malam hari di rumahnya, Bu Siti menemui anaknya yang seharian tadi dibiarkan terkunci di dalam rumah tanpa bisa keluar, Hati perempuan tua itu merasa prihatin dengan sikap anak gadisnya yang mulai berubah. Maysa tidak pernah membohonginya, tidak pernah pergi tanpa ijin dan tidak pernah pergi dengan orang yang tidak di kenal. 

Bu siti duduk di samping anaknya. Dengan lembut dia mencoba bertanya.

"Kamu mau cerita sama ibu, May. Seharian di dalam rumah pasti merasa bosan. Sekarang ibu sudah siap mendengar ceritamu."

"Tidak ada bu, May hanya tiduran seharian."

"Benar kamu tidak ingin cerita ?"

Begitulah ibu. Sepandai apapun seorang anak menyimpan rahasia,ibu pasti bisa mengetahuinya. Dengan melihat sikap Maysa yang salah tingkah dan gugup, ibu tahu jika anaknya sedang menyembunyikan rahasia. Ibu mengenggam tangan Maysa dan bertanya," Apa yang sudah dia berikan padamu?"

Maysa tersentak,sulit baginya mengelak dari pertanyaan ini, beberapa barang yang terlihat baru di kamarnya terlalu mencolok. Semua barang itu pembelian Jono.

"Ibu... memang benar, saat ini Maysa sedang dekat dengan seorang laki-laki. Dia pernah bertemu ibu di pasar malam dulu." Dengan menguatkan hati Maysa berusaha mengakuinya.

"Dia baik bu, tidak seperti yang ibu duga. Selama ini dia menjaga Maysa, dia tidak berbuat apa-apa. Kami hanya berteman."

Ibu yang sudah menduga jawaban ini hanya menarik nafas dalam. Di pandanginya anak perempuan yang dia besarkan selama ini tanpa suaminya.

"Tidak ada pertemanan antara laki-laki dan perempuan begitu saja, Maysa. Apalagi hanya kalian berdua, dia juga memberimu banyak hadiah. Dia pasti punya maksud tertentu."

"Ibu belum mengenalnya, dia baik bu."

"Kalau dia laki-laki yang baik, dia akan meminta ijin kepada ibu,untuk mengajakmu pergi. Bukan sembunyi-sembunyi. Coba kamu ingat apa yang sudah dia lakukan. Dia membuatmu berubah, kamu mulai berani berbohong pada ibu."

Ibu menggelengkan kepalanya, Maysa masih muda, dia belum mengerti pergaulan seperti ini, sebagai seorang ibu, tugasnya adalah menjaga anaknya, dia merasa bahwa laki-laki yang mendekati putrinya bukan laki-laki yang baik.

"Kamu tinggalkan saja dia, kamu masih muda, pasti ada laki-laki yang baik yang lebih pantas dari pada dia.Ingat Maysa kalo kamu mau memperbaiki diri, berdoa kepada Allah, minta ditunjukkan jodoh yang baik yang bisa menjadi imam bagimu. Allah akan mengabulkan semua doamu."

Maysa menundukkan wajahnya seolah mendengarkan nasehat ibunya, sebenarnya pikirannya sedang pergi entah kemana. Apa yang dikatakan ibunya seperti siaran televisai yang berlalu begitu saja.hanya bagian akhir yang masih diingatnya dengan jelas.

"Besok kamu boleh berjualan lagi di pasar, ibu akan menemanimu berjualan."

"Ya bu." Maysa bergegas bangkit dan berdiri keluar kamar.

***

Suatu senja yang indah Maysa sudah berdandan dengan rapi. Ibu memperhatikannya tanpa menegur.

Dari jauh terdengar bunyi kendaraan yang berhenti di depan rumahnya, sebelum ibu membuka pintu, Maysa segera menarik tangannya,menciumnya dan berpamitan.

"May, pergi dulu bu!" teriaknya menjauh.

"Ini sudah petang, hampir maghrib May, kamu mau kemana?"

" Maysa pergi sebentar saja bu." Katanya," Assalamu alaikum."

"Wa alaikum salam, astaghfirullah, May.... Sudah ibu ingatkan untuk tidak bertemu laki-laki itu, mana perginya menjelang maghrib." Ibu hanya bisa mengelus dadanya," Semoga Allah menjagamu May, selamat sampai rumah." Ibu menatap Maysa yang pergi dengan membonceng motor Jono. Perempuan tua itu tetap mendoakan yang baik untuk anaknya.

Maysa yang sudah memberitahu ibunya tentang hubungannya dengan Jono, merasa tidak perlu lagi sembunyi-sembunyi. Meskipun ibu tidak suka dengan laki-laki itu, Maysa tidak peduli. Dia yang akan menjalani hubungan dengan Jono,dia juga yang akan menanggung resikonya, dia merasa laki-laki itu orang yang baik.

Tadi pagi dia bertemu Jono di pasar, dia menceritakan pesan ibunya untuk tidak menemuinya lagi, karena itu Maysa ingin mengenal Jono lebih dekat. Mengenal keluarga dan tahu pekerjaannya. Jono menyanggupi permintaan Maysa. Maka sore ini dia mengajak Maysa ke toko sembakonya.

Sebelum menemui Maysa, dia sudah memberitahu semua karyawannya , dia akan mengajak Maysa ke toko, dan mengancam siapa pun yang memberi tahu Maysa jika dia sudah menikah.

Setelah merasa yakin, rahasianya aman, maka Jono membawa Maysa melihat-lihat ke dalam tokonya.

Maysa merasa senang, ternyata Jono adalah seorang pengusaha, dia memiliki toko sembako yang besar dan ramai pembeli. Beberapa karyawan yang melihatnya segera menunduk memberi hormat.

"Ambillah beberapa barang kamu yang butuhkan di rumah, tidak usah merasa sungkan." Kata Jono sambil tersenyum. Maysa hanya bergeming dia sama sekali tidak mengambil apapun dari etalase yang tawarkan Jono.

Beberapa karyawan yang sedang melayani pembeli memperhatikan Maysa, meski tidak berbicara apa-apa tapi raut muka mereka kelihatan tidak suka padanya.

Setelah merasa puas melihat-lihat toko sembako milik Jono,Maysa mengajaknya pulang. Jono membungkuskan beberapa barang keperluan sehari-hari untuk di bawa pulang Maysa.

"Bawa ini untuk oleh-oleh May."

Maysa mengangguk.Dia menerima bungkusan yang diberikan Jono.

Sebelum mengantar pulang, Jono mengajak maysa mampir ke warung makan sebelah tokonya.

"Kita makan dulu ya."

Sambil menunggu pesanannya di antar, Jono ingin menegaskan lagi hubungannya dengan Maysa. Dia tidak ingin menunggu terlalu lama.

"Bagaimana May, kamu senang aku ajak ke sini?"

"Iya."

"Sebenarnya aku mau tanya kamu, apa kamu mau menikah denganku?'

Maysa menatap Jono, antara keinginan dan kenyataan yang tidak sama, keinginannya adalah menjawab ya, dia ingin menikah dengannya. Tapi kenyataan ibunya tidak akan memberi restu.

"Aku mau menikah denganmu,tapi ibuku tidak setuju."

"Jadi masalahnya,ibumu yang tidak merestui.Kamu masih ada saudara yang lain, seperti paman atau kakak laki-laki yang bisa menjadi wali pernikahan kita."

"Kakak laki-lakiku sudah meninggal. Kalo paman ada, tapi rumahnya jauh di kota."

"Tidak apa-apa May, kita ke sana untuk meminta ijin menjadi walimu."

Maysa menatap Jono ragu. Keputusan menikah adalah hal yang besar dia tidak ingin terburu-buru.

"Nanti coba aku pikirkan dulu, menikah tidak harus terburu-buru kan?"

Jono merasa kecewa dengan jawaban Maysa. Dia memang ingin segera menikahinya. Sudah dua bulan lebih dia mengenalnya namun masih harus terus bersabar. Maysa juga selalu menjaga jarak dengannya sehingga dia tidak berani menyentuhnya. Sekali dia berbuat kesalahan, Maysa pasti beranggapan buruk padanya. Bisa jadi Maysa meninggalkannya.

Ketika pesanan makanan  datang, mereka makan tanpa bicara. Keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Meski langit malam itu sangat cerah Jono merasa tidak gembira, dia mengganggap Maysa masih menggantung hubungannya, belum ada kejelasan.

Maysa sendiri masih ragu dengan keputusannya untuk melanjutkan hubungan dengan Jono,karena ibunya tidak setuju, kalo pacaran saja tidak apa-apa.

"Bagaimana kalo aku menikah dengan Jono tanpa restu ibu?"Maysa menghentikan makannya, makanan enak yang tinggal separuh sudah tidak lagi bisa dihabiskan. Perutnya terasa kenyang.

"Aku ingin kita segera menikah Maysa, tidak baik kalo kita pergi berdua seperti ini tanpa status yang jelas." desak Jono.

"Aku janji akan memberi jawaban segera,tapi tidak sekarang."

"Kapan May, besok?" tanya Jono dengan penuh harap.

"Entahlah."


terima kasih   sudah mengikuti kisah cinta Maysa...

see you ...

Balada Cinta Maysa #ODOCProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang