2. Kejutan Hari Minggu

7 3 0
                                    

"ASTAGA! GUE DIMANA? GUE SIAPA?" latahnya ketika wajahnya diguyur air yang banyak. Kasur nya pun ikut basah. Gadis itu terbangun cepat lalu berdiri melihat dirinya yang basah. Hanya sedikit, karena ia masih mengenakan jaket hitam kulitnya.

"Tunggu! Kok Aya ada di kamar? Bukannya Aya tadi ada di..."

"Kamu tidur di kursi pinggir jalan, kayak gembel aja!"

"Ganti baju, Bu Nisa ada diluar tungguin kamu." setelah mengucapkan kalimat itu, pria paruh baya itu keluar meninggalkan Athaya yang memasang wajah bingung. Ia merasa heran dengan dirinya sendiri, lalu menatap cermin.

"Jadi, ketemu cowok ganteng itu, cuman mimpi?" beo nya. "Emang ya, yang ganteng adanya cuman di mimpi!" ia mengalihkan pandangannya ke lain arah.

"Tapi nggak apa-apa deh, dia juga buta. Nanti beneran gak bisa muji kecantikan gue." ia lantas mengganti pakaiannya dengan menggunakan kaus oblong berwarna putih. Gadis itu tidak suka berpakaian mahal. Bisa dilihat dari isi lemari nya yang hanya dipenuhi oleh baju kaus bermacam warna dan beberapa celana jeans.

Setelah berganti pakaian, gadis itu menuju ruang tamu, dimana ada Nisa, guru les nya. Ia sangat malas belajar, ditambah lagi hari ini adalah hari minggu. Ia berjalan mendekat dengan kesal. Ia sudah kabur dari guru itu dengan licik, namun gurunya itu datang ke rumahnya.

"Hm."

"Kamu pelajari bagian ini, rumusnya sudah ada di buku. Kalau kamu nggak paham, bisa tanya saya sampai kamu paham." mendengar kalimat terakhir dari wanita itu, Athaya tersenyum lebar tapi sedikit menyeramkan.

"Sampai paham, ya?" wanita itu mengangguk. Athaya sudah memikirkan sebuah rencana dikepalanya.

"Kenapa ibu mau ngajarin saya?"

"Jangan melenceng dari materi," peringatnya. Namun diabaikan oleh gadis itu.

"Jawab aja." wanita itu menghela napas sebentar.

"Karena Papa kamu sudah membayar saya untuk itu,"

"Kalau nggak dibayar?"

"Itu nggak mungkin, Papa kamu tetep bayar saya karena sudah dikontrak." Athaya manggut-manggut paham dengan bibir sedikit maju. Selang beberapa detik kemudian ia menjentikkan jarinya dengan mata berbinar.

"Yaudah, ibu terima aja uangnya tapi jangan ngajarin Aya."

"Nggak bisa, Aya. Tanyakan seputar soal." ucapnya dengan tegas, pertanyaan gadis itu hanya mengorek informasi saja bukannya belajar. Athaya sudah mencebikkan bibirnya sebal. Ia beralih menatap buku yang ada di hadapannya.

"Ini dapet dari mana?" tunjuknya pada beberapa angka.

"Itu hasilnya, Aya." gadis itu manggut-manggut paham lalu kembali menunjuk sebuah angka.

"Kalau ini dari mana?"

"Itu dari soal."

"Kalu soal nya dari mana?"

"Dari buku."

"Bukunya dari mana?" wanita itu menghela napas sebentar lalu kembali menjawab dengan sabar.

"Dari penerbit."

"Penerbitnya dari mana?"

"AYA!" cukup, wanita itu sudah kehabisan kesabaran. Emosinya benar-benar diuji karena gadis di depannya itu. Ia tadinya takut menjawab pertanyaan kedua dari terakhir Athaya, namun ia tetap nekat menjawab. Dan apa yang dipikirkannya benar. Athaya terus saja bertanya.

"Kok ibu bentak saya?" heran nya.

"Aya, ibu refleks." wanita itu mengatur napasnya kembali. Ia memang tidak berniat untuk membentak gadis itu, namun tidak ada yang bisa tahan jika terus ditanya seperti itu. Tidak akan ada habisnya.

Cause You | DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang