3. Rumah Baru

2 3 0
                                    

Athaya melajukan motornya membelah jalanan dengan kecepatan tinggi. Ia tidak habis pikir dengan ayahnya, mengambil keputusan tentang hidupnya tapi tanpa sepengetahuannya.

Athaya menghentikan laju motornya dan memarkirkannya asal. Ia tidak tahu ada dimana sekarang ini. Ia hanya membawa motornya mengikuti jalanan.

Ia melihat sekelilingnya yang sepi, "PAPA BASRENG! BISA-BISANYA GUE DIJODOHIN! SANGKA GUE SI SITI APA?!" teriaknya, lalu melempar helm yang ia pegang ke jalanan membuat pengendara lainnya terkejut.

"Jangan buang sampah sembarangan!" protes pengendara yang terkejut.

"ITU BUKAN SAMPAH, ITU HELM, BEGO!" pengendara itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya lalu kembali melanjutkan perjalanannya. Meladeni gadis itu akan membuang tenaganya.

"Helm-nya diambil dulu," celetuk seseorang membuat Athaya mengalihkan pandangan.

"Lo?" tanya nya lalu ikut duduk disamping orang itu.

"Ngapain, disini?"

"Lo nggak lihat? Gue lag-" ia tidak melanjutkan ucapannya dan malah menepuk pelan bibirnya yang kelepasan.

"Sorry." cicitnya kemudian. Orang disampingnya itu tersenyum.

"Nggak apa-apa, lupa itu manusiawi. Dan aku tau, kamu pasti lagi ada masalah, ya?" meski gadis itu mengangguk, tapi orang itu juga tidak bisa melihatnya.

"Masih mau teriak?"

Gadis itu menatap orang disampingnya lalu menggeleng, "Enggak, udah teriak tadi."

"Kalau masih pengen teriak, teriak lagi aja."

Belum sedetik berselang ia mengucapkan kata itu, Athaya langsung kembali berteriak dengan sangat kencang membuatnya harus menutup telinga karena sedikit terkejut.

"AYA CAPEK! AYA MAU SENENG-SENENG DULU, NGGAK MAU NGIKUTIN PERINTAH PAPA. OMA! AYA IKUT OMA AJA, YA?!"

"AYA PENGEN IKUT OMA! OMA DI SANA KANGEN GAK YA, SAMA AYA? SENENG GAK, LIHAT AYA KAYAK GINI? KALAU SENENG BAGUS, KALAU NGGAK SENENG, YA DISENENGIN AJA, YA, OMA?"

"TUHAN! BOLEH NGGAK, BALIKIN OMA AYA? Aya kangen..." lirihnya di akhir kalimat membuat cowok itu mengubah ekspresinya.

Athaya kembali terduduk. "Kamu, kangen sama Oma kamu?" gadis itu mengangguk.

"Tapi Oma udah diambil Tuhan."

"Kalau aku yang jadi Oma kamu, bisa nggak?" Athaya memandangi cowok itu dengan bingung.

"Lo cowok, mana bisa jadi Oma. Lagian lo masih muda, belum cocok buat jadi kakek." jawaban Aya berhasil membuat cowok itu sedikit terkekeh.

"Kamu kangen sama Oma kamu?"

"Tadi 'kan udah nanya itu, masa nanya lagi?" herannya.

"Tadi kamu nggak jawab," sahutnya membuat gadis itu sedikit berpikir. Ia lupa, ia tadi hanya mengangguk dan mana mungkin cowok itu bisa melihatnya mengangguk.

"Lo tinggal di daerah sini?" cowok itu mengangguk.

"Lo kesini bareng siapa?"

"Sendirian."

"Lo, naik apaan?"

"Jalan kaki."

"Itu, di tangan lo ada apa?" cowok itu tampak meraba kotak yang ada di tangannya, lalu tersenyum.

"Ini susu," Athaya membeo. Ia melihat wajah cowok itu lekat, seperti meneliti sesuatu di sana.

"Lo udah gede, kira-kira kita sepantaran, dan lo masih minum susu?"

Cause You | DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang