8. Hari-hari Sepi

3 2 0
                                    

🌵🌵🌵
"Ah, membuat melodi dengan distorsi. Apakah kita makhluk yang pantas dicintai? Meski kita tidak bisa menghasilkan apapun. Hati kita akan tetap bernyanyi"
(New Song by Tacica)
🌵🌵🌵

Minggu siang, matahari terasa begitu terik. Lara yang pagi tadi kembali memutuskan untuk tidur, kini terbangun mendengar suara azan Zuhur. Lama sekali aku tidur, badanku terasa sakit semua, kata Lara dalam hati sambil mengedip-ngedipkan mata dan mencoba mengumpulkan nyawa.

Krukk... Krukk... Krukk...

Suara cacing-cacing di perut Lara protes minta segera diberi jatah makan. Baru teringat jika tadi pagi dia belum sarapan. Akhirnya, ia beranjak dari kasur sambil menghela nafas panjang. Menuju meja makan, melihat sayur sop lauk ikan asin.

Lara mengambil mangkuk, mulai menuangkan sayur sop dan ikan asin ke dalam wadah tersebut. Setelah diaduk dan dijadikan satu, Lara mulai makan dengan agak malas. Ia kembali terngiang kejadian tadi malam.

Mendadak selera makannya hilang. Dia termenung lumayan lama. Kemudian, Lara kembali memakan sayur tersebut. Setelah selesai memakan sayur dan lauk, Lara lalu mengambil nasi serta ikan asin campur sambal tomat. Ia kembali memakannya sampai selesai.

Setengah staminanya kini kembali. Karena di rumah sepi tidak ada orang, Lara lantas mengambil sepeda onthel miliknya dan mulai mengayuh ke luar rumah. Lara bersepeda menuju arah rumah nenek tanpa mampir. Dia melanjutkan perjalanannya mengitari desa, sendirian.

Setelah merasa cukup lelah, Lara mampir ke warung bude Tatik untuk membeli minuman.

"Permisi, beli es teh satu ya, Bude," kata Lara sambil mengacungkan ibu jari kepada bude Tatik.

"Oke, Neng. Ditunggu dulu ya," jawab bude Tatik ramah. Lara hanya mengangguk sambil tersenyum.

Saat menunggu es teh jadi, tiba-tiba Lara melihat Rio dan kedua temannya. Mereka pun beradu pandang, lalu Rio dan dua temannya tertawa sambil berbisik-bisik, kemudian pergi. Lara mencoba acuh. Perasaan Lara kembali campur aduk, namun dia mencoba menatanya lagi.

"Neng, ini esnya sudah jadi," ucap bude Tatik sambil memberikan es teh itu kepada Lara. "Matur suwun nggih¹, Bude," jawab Lara mengulurkan uang seribu rupiah lalu pamit.

Nyesss...

Tenggorokan dan dada Lara seketika dingin dan sejuk setelah meneguk seplastik es teh. Ia pun kembali mengayuh sepedanya, berniat pulang karena hari sudah semakin sore. Di tengah perjalanan yang kanan kirinya adalah kebun, ternyata bannya kempes. Yah, bengkelnya jauh kalau mau isi angin, katanya dalam hati. Lara terpaksa harus turun dan menuntun sepedanya sampai rumah.

Saat Lara hendak berjalan, dari arah belakang tiba-tiba ia ditabrak sepeda onthel. Lara lantas terjatuh dan plastik esnya pecah serta airnya tumpah berantakan.

Emosi Lara sore itu sedang tidak baik. Lara lalu menggebrakkan sepedanya yang sudah jatuh dan segera melihat si penabrak. Ternyata pelakunya adalah tiga orang yang tadi malam menceburkan Lara ke selokan.

Mata Lara memerah menahan tangis atau lebih tepatnya menolak untuk menangis seperti tadi malam. Lara lalu menghampiri Rio dan menarik kerah bajunya.

"Kamu maunya apa?" bentak Lara pada Rio. Lara lalu mendorong tubuh Rio hingga jatuh.

Setelah itu, masih dengan mata memerah Lara memandangi kedua teman Rio yang kini agak ketakutan dengan sikap Lara. Rio tiba-tiba menangis cukup keras dan Lara masih terpaku memandangnya dengan perasaan antara marah, bersalah namun juga puas. Kedua teman Rio langsung mengambil sepeda mereka masing-masing dan bergegas pergi meninggalkan Rio sendiri.

"Rio!" tiba-tiba Safira datang dan menenangkan Rio, kembarannya.

"Saf, aku didorong sama Lara padahal aku nggak ngapa-ngapain," adu Rio kepada Safira sambil menangis sesenggukan.

Safira lalu memandang Lara dengan pandangan yang berbeda dari biasanya. Pandangan benci, membuat Lara kebingungan.

Kenapa jadi aku yang dituduh? batin Lara tidak bisa membela diri. Dia hanya diam terpaku melihat Safira membantu Rio berdiri. Safira terus memandang tajam ke arah Lara.

"Ayo pulang, Rio!" kata Safira sambil tidak lepas memandangi Lara dengan tatapan mata yang tajam. Lara yang tadinya dipenuhi amarah, kini lemas dan terduduk.

Salahku apa? Apa aku salah melakukan hal tadi? Batinnya benar-benar bingung. Setelah beberapa waktu merenung, Lara lalu mengambil sepedanya dan menuntunnya pulang.

***
Senin pagi, saat upacara Lara merasa kurang enak badan. Ia kemudian segera meneduhkan diri. Belum juga sampai di ujung, Lara sudah terhuyung dan ambruk.

Erik dan Dimas yang kebetulan berada di dekat Lara langsung membopongnya ke UKS. Kamu kenapa, Ra? batin Dimas, wajahnya terlihat begitu cemas.

"Dim, tolong ambilkan minyak kayu putih di kotak P3K," kata Erik dengan nada tak kalah khawatirnya dengan Dimas.

"Ini anak pucat sekali hari ini, tangannya berkeringat dingin," sambung Erik sambil memegang telapak tangan Lara yang mengeluarkan keringat dingin.

Selesai upacara, Sarah menyempatkan diri untuk menjenguk Lara yang belum juga terbangun. "Erik, Dimas! Lara gimana?" tanya Sarah kepada dua orang yang dari tadi menunggui Lara.

"Eh, Ibu. Maaf saya masuk tanpa permisi tadi," sambung Sarah, baru menyadari ada guru Agama yang turut menjaga Lara.

"Iya, nggak apa-apa, Nak. Lara hanya kurang enak badan. InsyaAllah, sebentar lagi bisa mengikuti pelajaran. Dimas, Erik dan Sarah ke kelas saja, biar Ibu di sini yang menjaga Lara ya," jawab beliau dengan nada menenangkan.

Benar saja, setelah jam istirahat Lara menuju kelas. Walau masih dalam keadaan lemas setidaknya sudah tidak seperti tadi pagi. Erik lalu menghampiri Lara dan berkata, "Kenapa, Ra?"

"Anu, pagi aku lupa sarapan. Tadi malam juga lupa makan ditambah aku subuh baru bisa tidur, Rik," jawab Lara.

"Eh, kok sampai sepagi itu? Kamu lembur apa, Lara?" tanya Dimas.

"Em, tadi malam saking asiknya curhat sama cicak jadi lupa waktu," jawab Lara kembali sekenanya.

"Laraaa..." kata Erik dan Dimas serempak. Sarah hanya geleng-geleng kepala lalu melanjutkan kegiatan membacanya.

Setelah bel masuk, Erik dan Dimas kembali ke tempat duduk. Lara mengedarkan pandangan ke kelas. Ah tidak, maksudnya ke Safira.

Apa dia masih marah? batinnya sambil menatap Safira. Sadar sedang ditatap Lara, Safira lantas menajamkan pandangannya pada Lara sebelum akhirnya dia membuang muka.

Ternyata memang masih marah, kata Lara kembali dalam hati dan tersenyum kecut. Lara mencoba melupakan kejadian hari Minggu kemarin dan fokus pelajaran karena jam terakhir ini akan diisi oleh guru IPS yang pernah melempar penghapus ke arah Lara saat ia melamun dan terlihat mengantuk.

Seorang guru yang menuntut kedisiplinan penuh murid-muridnya. Bahkan, Lara sempat mendengar kabar kalau dua kakak kelas yang dulu sering menggoda Sarah pernah diminta keluar kelas oleh beliau karena selalu membuat kegaduhan.

---

¹) Terima kasih ya.

[IM]PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang