👣👣👣
"Hanya ada luka yang seolah gemetaran dan gila, itulah permata yang seolah hancur dan hilang. Tak ada yang bisa dibandingkan maupun yang bisa dirampas. Tetaplah menjadi dirimu, perlihatkan senyumanmu."
(Black Night Town by Akihisa Kondou)
👣👣👣Kriiiiing... Kriiiiing... Kriiiiing...
Bel tanda pulang sekolah berbunyi begitu merdu di telinga Lara serta teman-temannya siang itu. Badanku sakit semua, lemes banget rasanya, keluh Lara dalam hati.
Sesaat kemudian Lara kembali penasaran dengan Safira, akhirnya dia memberanikan diri untuk melirik Safira lagi dari kejauhan. Kali ini ia terlihat berbisik-bisik dengan teman sebangkunya. Mereka seperti sedang membicarakan seseorang.
Teman sebangku Safira tiba-tiba memandang ke arah Lara dengan pandangan yang berbeda. Sepersekian detik diikuti oleh pandangan Safira pada Lara dengan pandangan yang tidak jauh beda.
Lara pun langsung mengalihkan pandangannya. Aku harus bagaimana? tanya Lara dalam hati. Setelah guru keluar ruangan, anak-anak mulai berhamburan ke luar ruangan juga.
"Ra, ayo pulang," kata Sarah.
"Anu, kamu duluan aja ya, Sa," pinta Lara pada Sarah.
"Tapi kamu sudah enakan kan badannya? Apa masih sakit? Nggak kuat pulang?" tanya Sarah memastikan sabahatnya ini baik-baik saja. Lara lantas tersenyum dan menggelengkan kepala kemudian berkata, "Nggak, Sa. Aku oke, kok."
Setelah kepulangan Sarah, Lara lantas menuju gazebo di lapangan. Diam dan duduk termenung. Menikmati hembusan angin yang sepoi-sepoi.
Rambut pirang cokelat panjang kuncir satu di belakang itu, turut menari mengikuti arah hembusan angin yang terus datang menghampiri. Sebuah suasana yang menentramkan, di tengah hati yang terus berkecambuk serta fikiran yang tanpa henti cerewet berkata, Aku harus bagaimana?
Lara kemudian mengeluarkan cokelat pasta yang dia beli saat jam istirahat tadi. Ia pun menikmati cokelat tersebut sampai habis.
Ketika emosinya sudah cukup stabil, dia memutuskan untuk pulang. Langkahnya terasa berat, fikirannya kembali tertuju pada pentas seni malam Minggu kemarin. Ia terus melangkah menuju gerbang sekolah dan segera menyeberang jalan. Fikirannya masih berlanjut memikirkan kejadian Rio saat mengadu kepada Safira dan tatapan Safira serta teman sebangkunya kepada Lara saat di kelas tadi.
HEI!
AWAS!
Astaghfirullahal 'adzim!Teriak orang di sekitar pasar dekat sekolah Lara. Berbarengan dengan kata-kata tadi, Lara merasa ada benda keras yang dengan frekuensi cepat terus merangsek ke arah Lara.
Badan Lara terpental, kesadaran Lara terus menurun. Tiba-tiba ia merasa semua keadaan menjadi gelap. Lara tertabrak motor dengan kecepatan tinggi dari arah kanan saat hendak menyeberang jalan.
Lara yang kehilangan kesadaran lantas langsung di bawa ke samping jalan oleh orang sekitar. Mengetahui ada keributan di depan sekolah, pak Wahyu yang saat itu masih di sekolah lantas mendatangi tempat kejadian peristiwa.
"Ya Allah! Lara!" kata pak Wahyu kaget, ternyata yang tertabrak adalah muridnya sendiri. Ia pun langsung mendekati Lara dan mengecek kondisinya.
Mulai dari merasakan denyut nadi dan hembusan nafas. Karena siku Lara ada darahnya, pak Wahyu lantas mengeluarkan sapu tangannya untuk dibalutkan ke luka tersebut.
"Bapak, Ibu. Biarkan saya yang membawa Ananda ya. Mohon tunggu saya di sini. Saya ambil kendaraan sebentar di sekolah," sambung pak Wahyu kepada orang sekitar yang sudah berusaha menolong dan membawa Lara ke pinggir jalan.
Pak Wahyu lalu dengan terburu-buru memasuki kantor guru dan menjelaskan kepada kepala sekolah bahwa di depan ada murid sekolahnya yang mengalami kecelakaan. Pak Wahyu lantas meminta izin meminjam mobil kepala sekolah untuk mengantar Lara.
Setelah diizinkan dan diberi kunci mobil, Pak Wahyu langsung menuju ke depan. Lara dibopong beberapa orang bapak-bapak. Mereka pun bergegas menuju rumah sakit.
Saat dalam mobil, dua bapak yang turut mengantarkan bersama pak Wahyu terlihat saling bertukar pendapat.
"Iki ki ndara anakke bu Tantri sing nduwe toko panganan ning jero pasar kae, to?¹" tebak seorang bapak kepada pengantar yang lain.
"Iyo kayake, kapan kae aku tau reti bocah iki melu ning pasar²" jawab yang lain.
"Mohon maaf, Pak. Tadi kejadiannya bagaimana ya kok bisa seperti ini? Sepertinya memang putrinya pak Heru dan bu Tantri, wali murid di sekolah," kata Pak Wahyu penasaran sambil terus menyetir mobilnya.
"Wau mbake niki kadhose ngalamun, mboten pirsa etan kulon³, Pak Guru," jawab salah satu bapak di dalam mobil.
"Nggih, wau pas nyebrang ndalan mbake niki alon-alon, kadhose kaya tiyang tasih sakit ngoten, Pak Guru. Cahyane pucet⁴," imbuh yang lain.
Lima belas menit kemudian, pak Wahyu sampai di rumah sakit terdekat. Lara pun di bopong dan di bawa ke UGD.
Pak Wahyu dan bapak-bapak yang turut mengantar menunggu di luar dengan agak was-was, karena Lara tadi langsung hilang kesadaran. "Pak, mohon maaf. Tadi orang yang menabrak Ananda, bagaimana?" tanya pak Wahyu penasaran.
"Anu, Pak. Tadi dia ikut jatuh tapi terus bangun sendiri. Mas-masnya yang nabrak itu memang ngebut dari arah utara. Ibu-ibu sampai teriak-teriak tadi karena mbaknya sampai terpental," cerita bapaknya sambil agak gemetar.
Beberapa waktu kemudian, pak Wahyu menemui dokter yang sudah keluar ruangan. "Begini, Pak. Kami tadi melihat ada tulang patah di bagian pahanya. Saya sarankan untuk segera melakukan tindakan operasi dan pasang pen. Bagaimana?" kata dokter dengan tenang.
"Inna lillahi, begitu ya, Dokter. Kalau begitu saya hubungi kedua orang tuanya dulu untuk meminta persetujuan, Dok," jawab pak Wahyu.
Pak Wahyu lalu membuka handphone miliknya. Ada satu pesan masuk dari kepala sekolah.
Bapak KS:
[Wahyu, saya sudah pulang di jemput anak saya tadi. Mobil saya silakan dipakai dulu sampai urusan selesai. Doa terbaik untuk murid kelas V yang sedang terkena musibah. Trmksh.]Setelah membaca pesan dari kepala sekolah, pak Wahyu langsung membalas dengan kalimat persetujuan dan ucapan terima kasih dan mulai mencari nomor orang tua Lara di handphone miliknya.
Berdering...
Telpon diangkat.
[Assalamualaikum, dengan ibunya mbak Lara?]
[Iya, ini siapa?]
[Saya Wahyu, Bu. Guru Lara di sekolah saat ini-]
[Bagaimana kondisi anak saya, Pak. Katanya dia tidak sadar ya.]
[Alhamdulillah, Lara sudah dibawa ke rumah sakit dan sudah ditangani ahlinya, Bu. Ibu dapat menyusul kami ke Rumah Sakit Medika ya, Bu.]
Pak Wahyu berusaha menjawab dengan hati-hati dan tetap tenang. Setelah berkata demikian, bu Tantri mengatakan akan menyusul ke rumah sakit untuk menengok kondisi Lara.
---
¹)Ini kan anaknya bu Tantri yang punya toko makanan di dalam pasar itu, to?
²)Iya kayanya, dulu aku pernah tahu anak ini ikut ke pasar.
³) Tadi mbaknya ini kayanya melamun, tidak lihat kanan kiri.
⁴) Iya, tadi pas menyeberang jalan mbaknya ini pelan-pelan, seperti orang yang kurang enak badan begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[IM]PERFECT
General Fiction- tentang trauma, cita, cinta dan air mata - balas dendam terbaik adalah menjadikan diri lebih baik