✩04. Bukan Hanya Aku✩

104 29 24
                                    

Di saat anggota klub teater sibuk memilih perannya masing-masing. Salah satu anggota laki-laki mereka, malah asyik duduk di pohon mangga. Cowok bernama Nicholas itu menyandarkan punggungnya di pohon, tanpa takut terjatuh ke bawah.

Hari ini hari pembagian peran, Nicholas tebak pasti banyak perdebatan yang malas dia urus. Dibanding ikut pusing membagi-bagikan peran, Nicholas lebih suka duduk bersandar di pohon mangga. Sembari menutup kelopak mata, bersiap-siap menyelam ke alam mimpi. Jujur saja, Nicholas merupakan salah satu anggota yang sering membolos.

Daun pohon mangga bergerak-gerak tertiup angin. Mereka semua membuat sinar matahari siang, tak mengganggu tidur Nicholas. Termasuk angin segar, yang tak membiarkan Nicholas merasa gerah sedikit pun. Semua yang ada di sekitar cowok itu kompak, menidurkan Nicholas hingga berlayar ke alam mimpi.

Kecuali,

Suara tangisan perempuan, yang membuat Nicholas bermimpi buruk.

Begitu suara menakutkan itu terdengar di telinga Nicholas. Kening Nicholas langsung berkerut, bersamaan dengan kelopak matanya yang terbuka. Dia menutup lubang telinga dengan kedua tangannya. Siapa hantu yang menangis di siang hari? Apa dia tak tahu, jika suaranya begitu menganggu?

Nicholas membatin,"Apa pohon ini ada penghuninya ya?" Dia melirik ke kiri dan kanan, lalu mendongak ke atas. Seketika juga, bahu Nicholas bergidik takut. Dia lalu meloncat dari pohon, baru kemudian mencari tempat lain untuk tidur.

Sebelum pergi, Nicholas sempat melihat punggung seorang gadis berjalan pergi dari tempat ini. Dia mengernyitkan alis, lalu berjongkok dan mengambil kertas yang Erina buang. "Putri Bulan?"

"Gue kira hantu. Syukur deh, yang nangis ternyata manusia."

Nicholas menepuk-nepuk pohon mangga. Dia bergumam,"Gue masih bisa tidur nyenyak di samping lo. My love."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Nicholas tiba-tiba berpikir, "Pasti ada orang, yang gak kebagian peran yang dia mau."

"Kasihan, palingan jadi pemeran pembantu atau gak ... jadi pohon hidup berjalan." Nicholas terdiam, mengamati kertas berisi dialog pemeran utama. Matanya memincing, membaca tulisan nama di bagian paling atas. "Erina? Tunggu, kertas ini punya dia?"

"Jadi, yang nangis gangguin tidur gue itu dia?" Nicholas tiba-tiba menaruh jari telunjuknya di kepala. Dia berpikir keras, kembali mengingat sesuatu, "Gue belum bayar utang sama Erina."

· · • • • ࿙✩࿙ • • • · ·

Keesokan harinya, pada jam istirahat semua anggota ekskul teater diminta berkumpul di depan ruang klub teater. Febri, sebagai ketua klub, sibuk membagi-bagikan peran sesuai dengan keinginan para anggota. Namun, ditengah pembagian peran itu, tiba-tiba Nicholas menyela," Lo yakin, semuanya udah nyalonin diri buat peran yang dia mau?"

Febri menganggukkan kepala. Dia menunjukkan lembaran kertas kepada Nicholas. "Tentu aja."

"Semuanya gak ada yang milih peran yang sama?" heran Nicholas.

"Gak ada Nikol. Kalo pun ada, kita pasti bakal ngadain seleksi. Semuanya aman-aman aja kok."

"Beneran?" selidik Nicholas sembari menyipitkan matanya.

Febri memberikan kertas pendaftaran pada Nicholas. Dia menggerutu, "Makanya jangan bolos! Supaya lo gak ketinggalan info!"

"Nyari info buat gibahin orang aja bisa, giliran info klub sendiri selalu kudet," sindir Febri.

Nicholas tertawa kecil, melihat ekspresi kesal Febri. Dia sama sekali tak menyangkal perkataan Febri. "Gini-gini juga, Abang Nikol selalu membantu kalian semua. Kalo gak ada gue, kalian pasti kesusahan nyari tahu klub sebelah udah berkembang sampai mana."

BYE BYE MY NIGHTMARE ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang