✩21. Berbanding Terbalik✩

52 22 5
                                    

Langit cerah, dengan matahari yang bersinar terang. Nicholas menengok ke atas, melihat kumpulan awan yang bergerak bebas. Namun, kepalanya segera menunduk, setelah sinar matahari menusuk pandangannya. Diam-diam sudut bibir Nicholas jatuh ke bawah, bersamaan dengan tangannya yang sibuk mengucek-ngucek mata.

"Gue tau sinar matahari itu silau, bikin sakit mata. Tapi, mata gue tetep mau liat sinarnya, meskipun ujung-ujungnya, mata gue perih."

"Bego emang," gumam Nicholas.

Selama mengucek-ngucek matanya, banyak sekali teman-teman Nicholas yang menyapa. Mereka mengajak Nicholas pulang bersama, atau hanya sekadar memanggil nama. Nicholas menjawab dengan dehaman, sementara kedua tangannya masih sibuk mengucek-ngucek matanya.

"Nikol!" panggil Erina.

Nicholas mengenali suara ini. Kedua tangannya turun ke bawah, sedangkan kelopak matanya terbuka sedikit demi sedikit. Mata Nicholas langsung menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam bola matanya. Indera penglihatan Nicholas langsung menemukan sosok Erina yang tengah menatapnya heran. Gadis itu menyipitkan mata, memindai apa yang sedang Nicholas lakukan.

Erina bertanya, "Lo lagi ngapain Nikol? Berdiri di depan kelas sendirian."

"Mata lo, kemasukan debu ya?" lanjut Erina.

Nicholas tersenyum, dia bingung harus menjawab apa. "Mata gue abis kemasukan sinar matahari."

"Hah?" Erina bingung dengan jawaban Nicholas. Namun, dia tak ambil pusing dengan jawaban cowok itu. Erina lebih tertarik untuk mengajak Nicholas pergi ke ruangan klub teater.

"Dibanding berdiri di sini, mendingan kita pergi ke klub teater. Hari ini latihan! Lo gak boleh bolos lagi," ajak Erina.

Nicholas langsung mengeluarkan napas panjang. Dia memijat pangkal hidungnya, sebelum menjawab, "Gue lupa kalo hari ini ada latihan."

Erina berjinjit, lalu menepuk kepala Nicholas. "Kebiasaan! Tiap kumpulan klub teater, lo gak pernah masuk."

"Perkataan Febri emang bener. Giliran info sekolah, lo gak pernah kudet. Eh, pas info buat klub ... selalu aja lupa. Kadang gue gak ngerti, kenapa lo masuk klub teater," sambung Erina.

Erina kemudian memeriksa ponselnya. Dia langsung membulatkan mata, melihat banyaknya notifikasi grup klub teater. Erina berkata, "Febri udah ada di klub teater."

"Semua anggota udah mau latihan drama. Jadi, ayo cepet pergi!"

Tanpa menunggu Nicholas berjalan, Erina sudah lebih dulu berlari. Rambut gadis itu bergerak ke sana ke mari, bersamaan dengan napas yang mulai terengah-engah. Nicholas hanya berdiam diri, memandangi punggung Erina yang terus menjauh dari pandangannya. "Padahal dia bukan salah satu pemeran drama Putri Bulan. Tapi, Erina semangat banget, jadi penonton latihan dramanya."

Nicholas mengembuskan napas pelan, dia menutup kelopak matanya. "Kalo mimpi prekognitif gue gak salah .... Gue ramal, semua hasil semangat sama kerja kerasnya ini, bisa ngebuahin hasil."

"Lo pasti bisa jadi pemeran utamanya."

Nicholas terdiam, sebelum menggelengkan kepala. Dia membatin lagi, "Eh, bukan ... bukan."

"Prediksi gue, bukan lagi sekadar ramalan. Erina pasti bisa jadi pemeran utama, dilihat dari usaha, bakat, sama doanya tiap hari."

Erina semakin menjauh dari pandangan Nicholas. Lambat laun, sudut bibir Nicholas kembali terangkat ke atas. Cowok itu tersenyum manis, dengan bibir yang terbungkam rapat. Hanya sedikit orang yang tahu, dibalik diamnya seorang Nicholas bawel, tersimpan banyak rahasia yang dikemas apik di dalam hatinya.

BYE BYE MY NIGHTMARE ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang