30 | Pertimbangan Dan Jawaban

36 20 0
                                    

|||

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

|||

Padme menyampaikan keinginannya untuk menjadi perantara perkenalan antara dirinya dengan Awan. Ishaq mengangguk paham.

"Kemarin sore itu dia ninggalin kontak sih, Kak, ke aku. Jadi bisa kontak-kontakan nanti. Jadi, Kakak condong ke mana nih, jawabannya?"

"Belum tahu, Is. Kakak antara iya dan nda. Terlalu banyak yang Kakak pertimbangkan," jawab Padme ragu.

"Ya, jangan mikir terlalu banyak tahu, Kak. Toh, nanti selama menjalani, Kakak juga bisa sambil belajar 'kan?" Ishaq mencium pipi Ali yang berada di pangkuannya, bayi itu tengah memperhatikan televisi yang menayangkan kartun.

"Iya sih, Is. Memang bisa begitu, tapi Kakak takut aja. Jujur, menikah ini masih jauh banget di pikiran Kakak, nda ada tuh, bayangan kalau akan ada yang meminang secepat ini."

Ishaq mengangkat kedua alisnya sekilas. "Tentang Jabar dan Ali, juga Kakak nda duga-duga 'kan, kedatangannya? Tahu-tahu Kakak dapat kabar kalau keluarga yang bersangkutan sudah nda ada, dan anak-anaknya akan berada dalam lindungan Kakak. Aku aja kagetnya mashaa Allah. Kalau soal menikah kan, pastilah akan Kakak jalani. Tinggal tunggu waktunya. Sekarang sudah waktunya," imbuh pemuda itu menatap wajah sang Kakak yang sibuk dengan pikirannya sendiri.

Padme mendesis. "Gini aja, lewat perkenalan itu. Kamu minta sesi tanya jawab aja, deh. Karena waktunya juga nda lama, sisa besok dan lusa. Kamu jawab jujur semua yang dia tanyakan, terus tanya semua hal yang menurut kamu penting dalam pernikahan. Sebagai laki-laki, ya!"

"Kalau ada pertanyaannya tentang Kakak yang nda aku tahu, gimana?" tanya Ishaq memasang wajah serius.

"Masa kamu nda kenal gimana Kakak, sih? Asal kamu jujur, jangan sampai mengada-ada."

Ishaq menyandarkan punggung Ali pada perutnya. "Ye, kan aku nda mungkin tahu sampai ke dalam-dalamnya Kakak bagaimana. Pasti adalah beberapa hal yang mungkin aku nda tahu, tapi teman Kakak tahu, atau cuma Kakak yang tahu."

Padme mengernyit. "Memangnya apa sih, pertanyaan yang sampai 'ke dalam-dalamnya' itu, hah?"

Ishaq hanya menanggapinya dengan terkekeh. "Okedeh, oke. Mulai besok, 'kan? Nanti aku ajak ketemu malam, semoga aja dia free malam. Nanti sesi tanya jawab dimulai. Kakak aja deh, yang siapin pertanyaannya. Aku nda tahu, mungkin bisa aja aku siapin di jalan, tapi di sana bisa tiba-tiba lupa itu," pintanya kemudian.

Sang gadis berdecak. "Nanti Kakak ketik, terus kirim ke kamu. Sekalian tanya juga dia datang melamar itu kapan, siang atau malam. Kalau siang, berarti kamu harus libur kerja."

Ishaq mengangguk paham. "Cie, sudah nda sabar lamaran," ejeknya menggoda sang Kakak.

Mendengar itu, Padme menggeram kesal, jika saja Ishaq tak sedang memangku Ali pasti pemuda itu sudah dia lempar dengan bantal sofa. "Pokoknya yang betul, ya! Awas kalau kamu main-main. Ini urusan masa depan, hidup dan mati!"

Kiriman Berharga Dari Negeri Piramid | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang