11 | 10 Mililiters

45 24 0
                                    

|||

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

|||

Bunyi ketukan pintu terdengar dari arah luar kamar, Padme mengangkat kepalanya dengan tangan yang masih menekan pengendali pumping.

"Iya?" sahut Padme tanpa membuka pintu, dia tahu Ishaq yang  mengetuk pintu kamarnya.

"Aku berangkat sekolah dulu, ya, Kak!"

"Iya, hati-hati! Yang bener ujiannya!" balas Padme mengingatkan.

"Siap, Kak. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Padme kembali melanjutkan kegiatannya. Namun, begitu dia melihat botol yang berguna sebagai tampungan ASI terdapat cairan di dalamnya, mata gadis itu melebar terkejut. Merapikan pakaiannya, Padme meluruh ke bawah ranjang.

"Mashaa Allah!" kaget Padme, dia langsung mengangkat botol itu dan memperhatikan cairan seputih susu di dalamnya.

"Sudah keluar? Ya Allah." Kedua mata Padme mulai berembun.

Tak banyak, kira-kira di sana tertampung sepuluh mililiter ASI. Atau setara dengan kurang dari tiga per empat sendok makan. Iya, memang jika dilihat dari kondisi ibu menyusui biasanya akan terlihat sangat kecil, bahkan dalam takaran segitu tidak cukup membuat bayi merasa kenyang.

Namun, dalam keadaan ini, Padme sudah merasakan perkembangan yang luar biasa. Obat yang dia minum sudah habis satu siklus dan sekarang dia sudah bisa menghasilkan ASI.

Menangis haru, Padme tidak dapat berhenti tersenyum dan berucap syukur. Darahnya berdesir.

"Alhamdulillah, ya Allah. Alhamdulillah."

Gadis itu mengambil bingkai foto berisi calon anak-anaknya. Setitik air jatuh mengenai kaca pelapis bingkai yang melindungi foto dua laki-laki berwajah khas Timur Tengah.

"Jabar, Ali. Dengan penuh harap, aku ingin mendidik kalian sebaik mungkin. Bukan hanya pada bidang duniawi, pun agama. Tidak hanya dari fisik atau kesehatan raga kalian, melainkan juga batin kalian. Ya Allah, tuntunlah hamba. Hanya atas bantuan-Mu, hanya atas ridho-Mu hamba dapat memenuhi harapan-harapan ini."

Padme menyeka kedua sisi pipinya yang basah. Perlahan dia tersenyum simpul, menunduk untuk kembali menangis. Kebahagiaan seakan meledak pada seluruh aliran darah dalam tubuhnya, seakan titik ini menjadi sumber kebahagiaan terbesarnya.

Bagaimana tidak? Kelanjutan hidup Ali akan bergantung pada apa yang bayi itu konsumsi. Bila Padme gagal, sungguh sulit menyelesaikan urusan ini.

Menenangkan diri, Padme mengatur tarikan napasnya. Tarik, hembuskan. Tarik kemudian hembuskan.  Berulang hingga tak lagi mengeluarkan air mata.

Meraih ponsel, Padme mengambil foto hasil pumping hari ini. Kemudian mengirimkannya kepada Dokter Mariana, sebagai laporan sekaligus bentuk suka citanya pada pencapaian ini.

Kiriman Berharga Dari Negeri Piramid | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang