Hari-hari berlalu dengan normal. Difa pikir dengan kehadiran Bintang yang tak luput dari penglihatannya sehari-hari akan membuat dirinya sulit mengontrol emosi, perlakuan, dan semburat merah di pipinya. Nyatanya ia berhasil dalam berlagak tidak peduli akan perasaannya yang hampir meledak setiap kali papasan dengan Bintang.
Sudah seminggu Bintang satu sekolah dengan Difa, ternyata aura Bintang lumayan juga. Seperti sekarang di kantin Difa perhatikan, sepertinya Bintang merasa tidak nafsu dengan semangkuk baksonya dengan kehadiran paparazi dadakan. Difa dalam hati merasa geli dan tampaklah senyuman di bibirnya yang terkesan meledek.
Pernah merasa diperhatikan orang di tempat umum? Maka itulah yang sekarang Bintang rasakan. Bintang tersenyum miring ketika matanya menangkap Difa yang tersenyum padanya. Justru senyuman yang Bintang tampakkan membuat pengagumnya mengikuti arah pandangan Bintang.
Lagi, pernah merasa diperhatikan orang di tempat umum? Difa sadar, kini Bintang ikut menatapnya membuat pengagum Bintang ikut menatapnya dengan sengit. Karena tak ingin membuat peluang adanya masalah, ia kembali melanjutkan makannya seperti tidak terjadi sesuatu.
'Gue cuma liat, bukan berarti suka. Dia yang sensian'
"Tangan lo ngapa geter gitu dah?"
Belum selesai dengan perasaannya yang campur aduk, pertanyaan Aurel itu justru membuatnya salah tingkah dan gelagapan memikirkan jawaban tepat tanpa dicurigai.
"Itu anak kelas sebelah ngapa sinis amat sih liat kita?" tanya lagi Aurel yang sadar tatapan dari cewek yang menatap sengit mereka. Lebih tepatnya, Difa.
"Halah biasa, emang kelas kita sama dia pernah damai? Nggak," ujar Kiran yang menatap malas cewek anak kelas sebelah itu.
Difa menghela napasnya ketika mendapati anggukan dari Aurel. Matanya beralih menatap tempat dimana Bintang tadi duduk. Hasilnya zonk, Bintang tidak lagi ada di kantin. Ia merasa sedikit kecewa Bintang selesai duluan dengan semangkuk baksonya.
'I got you'
"Kak"
Panggil seseorang yang berdiri di samping Difa. Senyumnya mengembang sempurna membuat kelopak matanya hampir tertutup. Seperti anak kecil manis yang ada maunya berhadapan dengan Ibunya. Difa diam terpaku menatap cowok itu dengan senyuman yang bisa menyihir Difa untuk tetap menatapnya.
"Kak" panggilnya lagi yang diikuti tawaan kikuk.
"Difa, lo dipanggil daritadi jamal," tegur Aurel sambil menyenggol siku Difa.
"Eh, iya?"
Terlihat 3 permen yang ada di telapak tangan cowok itu. Tangan itu terulur kepada Difa. "Dapet dare kak. Tolong terima ya," ucap cowok itu dengan mata berharap.
"Ha?" Difa dibuat bingung. Sebenarnya, ia hanya perlu menerimanya. Tapi, ia masih perlu waktu mencerna apa yang terjadi. Merasa tidak ada pergerakan dari Difa, cowok itu meletakkan permennya di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPEND
Teen FictionPernah berharap tapi tidak menanti suatu hal yang diharapkan terjadi? Difa Faradea salah satu budak cinta martabak manis yang suka menyimpan memori manis. Memori manis yang selalu berputar di pikirannya ketika melamun atau kerap kali datang tanpa re...