₀₄

27 6 0
                                    

Di kamar yang dominan warna biru, Bintang terbaring di kasurnya terbalut selimut motif bunga mawar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di kamar yang dominan warna biru, Bintang terbaring di kasurnya terbalut selimut motif bunga mawar. Bukannya istirahat, ia justru menatap layar ponselnya. Ibu jarinya menggeser ke kanan dan ke kiri memperlihatkan foto empat orang yang saling bergandengan. Ia memutar memori lama dalam pikirannya.

Ia ingin mengulang semuanya. Dimana Bintang kecil dan Difa kecil mengawali pertemanannya dengan gaya 'lo gue end'. Ia rindu bagaiman Difa merengek padanya pasal Reno yang suka menghabiskan jajan milik Difa. Ia sangat menyayangkan itu saat membedakan dengan Bintang dan Difa yang sekarang.

"Bin"

Suara itu tidak asing oleh pendengaran Bintang tapi bukan suara yang biasa ia dengar. Pandangannya beralih dari ponselnya pada pintu kamarnya yang dibuka perlahan oleh seseorang. Disitulah Difa berdiri, dengan semangkuk yang ia bawa.

"Ng-ngapain lo?" tanya Bintang dengan cepat mengubah posisinya menjadi duduk.

"Denger-denger lo sakit. Sapa tau gue ada lo jadi sembuh," ujar Difa yang menghampiri Bintang. Ia menempatkan dirinya duduk di sisa sisi kasur membuat Bintang bergerak menjauh dari Difa ke pojok.

"Udah kaya liat setan aja lo, gue tersinggung loh nanti"

"Ya ngapain lo tiba-tiba kemari nggak ada hujan nggak ada petir," ucap Bintang disertai matanya yang mendelik pada Difa. "Tapi tadi hujan sih," lanjutnya bergumam.

"Gue kan udah bilang, gue denger lo sakit makanya gue kesini"

"Biar apa?"

"Diem deh lo. Nih, gue bawain seblak spesial. Spesial karena gue yang buat," ujar Difa diikuti cengirannya. Ia menyodorkan semangkuk seblak yang ia bawa pada Bintang.

"Beneran lo yang buat?" Difa mengangguk menjawab pertanyaan Bintang.

"Lo tau gue sakit dan buatin gue seblak?" tanya Bintang lagi sambil menerima semangkuk seblak dari tangan Difa.

Difa tersenyum geli sambil menempatkan jari telunjuknya pada dagu. "Terkesan terlalu PD tapi sedikit bener," jawab Difa yang mecetak kerutan alis pada dahi Bintang.

Bintang menatap semangkuk seblak di tangannya. Sudah tersedia juga sendok yang artinya Bintang tinggal siap makan menikmatinya. Tapi tangannya tak kunjung mengangkat sendok itu. Difa yang sebenarnya antusias untuk melihat Bintang melahap masakannya mengernyit bingung dengan respon Bintang.

"Oh udah dingin ya? Iyakan gue kesini malem bukan siang jadi kena dingin," ujar Difa membuat kepala Bintang terangkat dan menatap Difa. "Oh lo perlu meja kecil? Sebentar gue tanya bun-"

"Gue nggak doyan seblak Dif," ucap Bintang yang menghentikan pergerakan Difa bangkit dari kasur.

"Ha?" Difa meminta ulang perkataan Bintang untuk memastikan apa yang ia dengar itu benar adanya.

HAPENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang