Ryan-pun tersenyum dengan penuh kemenangan, jarang-jarang ia bisa menang berdebat dengan Kevin seperti itu. Ia kemudian melirik ke sekitarnya. "Vani sama Farel belum datang ya?" tanya Ryan lalu membalik beberapa potong daging dari panggangan.
"Farel nggak bisa datang, dia ada pertandingan futsal malam ini," jawab Billy sambil menuang sirup ke dalam beberapa gelas, "kalau Vani, tadi dia bilang mau ke kamarnya Tasya," lanjutnya.
Di samping itu, saat ini Vani sudah seperti orang yang gila. Wajahnya memerah, bahkan ia menggulung dirinya sendiri dalam selimut milik Tasya. Beberapa kali ia berhenti dan memikirkan sesuatu, tetapi tetap saja apa yang tengah ia pikirkan itu, semakin membuat wajahnya memerah.
"Vani bodoh, bodoh, bodoh!" umpatnya, lalu menyembunyikan wajahnya di balik selimut, lalu beberapa detik kemudian ia kembali menyibak selimut tersebut, "apa yang harus gue lakuin?" tanyanya pada diri sendiri, "ah, itu malu-maluin!" ujarnya lagi dengan penuh frustasi.
Beberapa menit setelah Vani diam, seseorang mengetuk pintu kamar lalu membukanya, "gue nggak suruh lo datang hanya untuk baring-baring di sini," ujar Tasya dengan nada yang sedikit ... menyeramkan. Akhirnya Vani 'terpaksa' mengikuti Tasya yang sudah menarik tangannya, ia membawa Vani ke dapur untuk bantu-bantu katanya.
"Lo susun kue-kue ini, terus bawa ke halaman belakang ya, gue mau bawa bumbu-bumbu ini dulu," perintahnya lalu menghilang di balik tembok yang memisahkan dapur dengan koridor menuju halaman belakang rumah Tasya. "Harusnya gue sudah tahu, kenapa dia semangat banget usulin ide pajama party," kata Vani lalu menghembuskan nafasnya dengan kasar.
"Kapan mau selesainya, kalau kerja lo itu melamun mulu dari tadi?" sindir seseorang yang baru saja keluar dari kamar mandi, Vani yang melihatnyapun kembali melebarkan bola matanya, ia kembali teringat dengan tingkah konyolnya di teras tadi.
"Sibuk lo!" bantah Vani berusaha menyembunyikan semburat merah di sekitar pipinya. Pria itupun—Kevin, mendekati Vani lalu berdiri tepat di samping gadis yang mengenakan jilbab berwarna cream tersebut. Ia kemudian membantu gadis itu menyusun kue-kue yang sedari tadi sulit ditata 'rapi' oleh Vani.
"Wah, lo pengalaman ya?" ujar Vani bermaksud untuk memuji Kevin.
"Lo-nya aja yang nggak becus, lo cewek bukan sih?" sindir Kevin membuat raut wajah Vani yang tadinya berbinar, menjadi membara menatap pria dingin itu. ia kemudian mengambil nampan untuk membawa beberapa piring kue yang telah ditata, lalu meninggalkan Kevin—tanpa sepatah katapun.
Vani kemudian meletakkan nampan yang ia bawa, di atas meja yang telah dikelilingi oleh Tasya, Billy, dan juga Ryan. Lalu ikut duduk bersama mereka. Tidak lama kemudian, Kevin datang dan juga ikut bergabung di samping Ryan.
Melihat itu Vani hanya dapat menatapnya dengan sinis, kemudian diikuti lirikan dingin dari Kevin. Menyadari ada aura menyeramkan diantara keduanya, Tasyapun membuka suaranya.
"Kalian kenapa sih?" tanya Tasya melihat Vani dan Kevin bergantian, diikuti dengan Billy dan juga Ryan, "dari tadi gue perhatiin sinis banget satu sama lain!" lanjutnya.
"Gue nggak mau nakutin lo, Van. Tapi, saran gue hati-hati ya nanti lo suka sama Kevin lagi!" ujar Ryan, diikuti anggukan juga senyuman-senyuman nakal dari Tasya dan juga Billy.
"Lo, juga Vin! Ada saatnya karma itu akan berlaku," nasihat Billy lalu meminum sirup yang dituang entah sudah yang keberapa kalinya.
"Atau jangan-jangan kalian berdua sudah ada rasa ya?" sindir Ryan menggoda Vani dan juga Kevin.
"Nggak!" jawab mereka berdua kompak, lalu Tasya, Billy, dan Ryan tertawa dengan kompaknya, karena sedari tadi berusaha menahan tawa mereka.
"Rese' looo!"
"Lo duluan 'kan?"
"Nyebelin!"
"Nggak nyadar diri"
"Ish!"
"Be calm guy's! kayaknya sebentar lagi bakal ada perang dunia ketiga nih!" lerai Ryan dengan maksud menyindir keduanya.
Acara yang diadakan oleh Tasya cukup membuatnya tidak kesepian lagi malam ini, selesai mengangkat piring-piring yang kotor, Tasya meninggalkan Vani yang bersiap-siap untuk mencuci piring.
Tasya mana nih? Masa gue yang cuci ini semua? Tanyanya dalam hati.
Beberapa kali ia membalikkan badannya, berharap Tasya datang dan membantunya. Vani kemudian menghembuskan nafasnya dengan kasar, lalu mulai memberi sabun pada piring-piring yang kotor.
Masa cuma gue? Cowok-cowok songong itu kemana lagi? Nggak adil banget! Teriak Vani dalam hati.
Tanpa ia sadari seseorang tengah bersender di meja makan lalu menatapnya tubuhnya yang membelakangi pria tersebut.
"Biarpun lagi cuci piring, lo ngelamun juga?" tanya pria tersebut, membuat Vani kaget dan hampir menjatuhkan cangkir kaca yang dipegangnya. "Bisa nggak sih lo datangnya nggak dadakan?" tanya Vani dengan kesal, masih tetap pada posisinya—membelakangi Kevin. "Lo ngapain di sini?" tanya Vani.
"Gue cuma minum," jawabnya singkat lalu menarik kursi di meja makan lalu mendudukinya. "Tasya mana?" tanya Vani masih melakukan kegiatan mencuci piringnya. "Tidur atau mungkin ketiduran di sofa," Kevin lalu menatap Vani saat melenggang pergi untuk menemui Tasya.
Kevin benar, Tasya ketiduran di sofa. Dengan menyenderkan kepalanya di bahu Billy, ia tampak sangat nyaman. Tak mungkin ia mengganggu tidur sahabatnya itu. Vani-pun kembali menuju dapur, ia mendapati Kevin yang sudah menggulung lengan kemejanya dan menggantikan posisinya sebelumnya.
"Lo bisa cuci piring juga?" tanya Vani, "memangnya siapa yang nggak bisa cuci piring? Oh iya, lo hampir mecahin cangkir tadi," jawaban dari Kevin menguji kesabaran Vani. "Gue bisa nyuci piring kali, lo aja yang datangnya mendadak kayak-" bantah Vani terpotong lalu terdiam seketika, ia kembali mengatakan hal yang 'pantang' untuk ia ingat.
Vani kemudian membilas peralatan yang telah disabuni oleh Kevin, lalu meletakkannya di rak piring. Kevin yang menyadari kebungkaman Vani-pun mencoba untuk melanjutkan perkataan Vani yang terpotong, "kayak ... setan?" Vani yang mendengar itupun, menjadi diam seribu Bahasa. Wajahnya memerah, ingatannya kembali pada saat ia meraba wajah milik Kevin.
"G-gue nggak ngomong begitu!"
Tanpa Vani sadari, sebuah senyuman tipis terukir di wajah Kevin karena tingkahnya.
____*F*____
Hello! Author bakal ngeditnya step by step yaa, jadi sabar aja bacanya wkk, tapi diusahakan bakal selesai cepet kok, soalnya author juga mau ngedit cerita yang lain, dan lanjutin cerita "The Fault" ... Kayaknya nggak sesuai keinginan author ya. Tapi tenang aja author bakal selesaikan kok semaunya author janji sama kalian.
Dan ga bosan-bosannya author ingatin kalian buat komen, soalnya author masih butuh komentar dan kritikan bersifat membangun dari kalian. ;)
See you~
AIN-2
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Tear's
RomanceVanila Roselyn seorang gadis yang sulit menerima perasaan pria lain, dipertemukan oleh takdir dengan pria bernama Kevin Pradinata. Seseorang yang hobi bermain basket dan berhati dingin. Lalu sebuah taruhan yang konyol mulai membuat mereka menjad...