MELEPAS DERITA
BAB 53
Wisnu merasakan kepalanya seperti berputar, badannya juga terasa remuk redam akibat dari kesurupan yang dialaminya tadi.
Jam dinding sudah menunjuk pukul sembilan malam. Namun rumah Pak Cokro masih terlihat ramai, masih ada beberapa orang yang mengobrol di depan rumah.
Wisnu mencoba mengingat apa yang terjadi, gambaran saat ia ikut memegangi Lisna yang mengamuk karena kemasukan setan yang membantu sang istri selama ini berkelebat di pikirannya. Rahangnya mengeras mengingat bahwa dirinya selama ini telah diguna-guna oleh wanita yang berstatus sebagai istri.
Wisnu mendengus kesal, ia tak terima dengan apa yang telah dilakukan wanita itu. Wisnu beranjak dari duduknya, berjalan menuju kamar mendapati Lisna duduk di atas ranjang dengan pandangan kosong.
“Lis, sekarang katakan. Apa maksudmu melakukan hal menjijikkan itu padaku?” tanya Wisnu.
Lisna tetap diam, ia sama sekali tak merespons pertanyaan Wisnu padanya. Ia melihat ke arah depan dengan kepala miring.
“Lis! Nggak usah pura-pura!” sentak Wisnu, Lisna hanya menoleh sebentar, lalu kembali ke posisi semula.
“Lisna!”
Lisna tak bergeming, ia malah merebahkan badannya di atas kasur dan mulai memejamkan mata. Wisnu mendecih sinis.
“Dasar wanita ular!” bentak Wisnu menarik tangan Lisna dengan sangat kasar hingga ia terkaget membuka matanya. Namun kembali menutup mata dan melanjutkan tidurnya. Wisnu mendengus kasar, mengusap wajahnya beberapa kali. Tampak sekali ia begitu frustrasi.
Tak menunggu lama, Wisnu berjalan keluar kamar, menghampiri bayi Icha yang sedang digendong oleh adik iparnya.
***
Dua hari setelahnya, kondisi Lisna masih saja tak berubah, malah makin menjadi. Kadang kala ia bicara sendiri, menangis sendiri, kadang juga ia kerap menari di depan rumah hingga dilihat oleh banyak orang.
Tak sedikit tetangga yang menyebutnya gila karena kelakuannya. Tak sedikit juga yang bilang bahwa itu semua karena guna-guna yang menjadi bumerang hingga membuatnya seperti orang tak waras. Ya, semua orang sudah mengetahui penyebab hilangnya akal pada Lisna.
Rusni menyusut air mata, tak tega melihat anak satu-satunya yang kini kehilangan kewarasan, ia menyesal bagaimana pun ia jugalah yang turut andil atas apa yang terjadi pada Lisna.
“Mama nggak ngerti jika Lisna bisa sampai seperti ini,” ucap Rusni di sela tangisnya.
Berkali-kali kalimat istigfar terdengar dari mulut wanita yang usianya lebih dari setengah abad itu. Penyesalan melingkupi hati, tapi ia enggan mengakui di depan menantunya.
Seandainya ia bisa menasihati anaknya agar lebih sabar untuk mendapatkan hati Wisnu, seandainya dulu ia tak membawa anaknya ke rumah dukun, seandainya dulu tak menjerumuskan anaknya. Namun kini nasi sudah menjadi bubur, inilah konsekuensi yang harus diterima atas apa yang telah diperbuat.
“Maafkan Mama, Nu, Mama nggak tau kalau Lisna sampe melakukan hal sejauh ini,” ucap Rusni. Ia seperti menumpahkan semuanya kepada anak semata wayangnya. Padahal ia juga ikut andil dalam, karena dialah Lisna yang awalnya tak mengenal dukun jadi ketagihan memakai jasa orang yang disebut ‘pintar’ oleh mereka yang kurang iman.
“Tolong maafkan anak Mama, maafkan Lisna, Nu. Dia terlalu mencintaimu hingga tak berpikir panjang saat melakukan tindakan. Tolong jangan tinggalkan anak Mama, bagaimanapun dia istrimu, dia tanggung jawabmu sepenuhnya. Tolong maafkan Lisna,” sambungnya lagi sambil terisak.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELEPAS DERITA
General FictionSusah memang jika suami yang kita harapkan ketegasannya masih 'mbok-mboken' dan mengketek di ketiak ibunya. Segala sesuatu yang keluar dari mulut Sang Ibu adalah perintah yang harus dituruti meskipun beresiko menjadi bencana besar untuk keluarga ke...