MELEPAS DERITA
BAB 14“Huuu ... dasar mertua tak tau diri!” teriak salah satu ibu-ibu yang ada di tengah kerumunan penonton.
“Mertua sombong!” sahut satunya lagi.
“Gak takut kena azab jahatin mantu?”
“Kok tega sih sesama perempuan.”
“Kaya enggak seberapa omongannya udah selangit, apa enggak takut itu mulutnya keserempet pesawat kalo ngomong tingg-tinggi.
“Mertua lucknut!”
“Dasar enggak punya akhlak!”
Banyak lagi makian dan tatapan sinis mengarah ke Ibu Mas Wisnu, membuat wajahnya makin memerah menahan malu.
“Diam kalian! Enggak usah ikut campur urusan saya!” lantang Ibu Mas Wisnu tak terima dirinya jadi bahan olokan.
“Huuuuu ....” bukannya diam, mereka malah menyoraki. Tak sedikit juga yang menertawakan mantan Ibu mertuaku itu. Beberapa juga terlihat memegang ponsel merekam kejadian yang menurut mereka seru.
“Dasar memang kalian ini tak punya adab, ya! Kampungan kalian! Udik!” wajahnya yang sedari tadi memerah karena malu, kini makin merah karena amarah. Dadanya terlihat naik turun dengan nafas ngos-ngosan seperti habis lari maraton. Hawa sejuk kota Malang tak mampu mendinginkan kepala dan hati Ibu Mas Wisnu yang terlanjur memanas.
Jika tadi adalah perdebatan sengit antara Ibu Mas Wisnu dan Bunda, kini berganti menjadi perdebatan sengit antara Ibu Mas Wisnu dengan sekompi ibu-ibu, bukan hanya ibu-ibu, ada juga bapak-bapak di sini.
“Kalo sakit periksa aja, Bu ke RSJ. Barang kali nanti jadi penghuni tetap. Jangan malah dipamerin di sini, mau nyaingin topeng monyet? Hahahaha ...,” teriak salah satu ibu-ibu berbadan gempal di antara mereka.
Tanpa diduga Ibu Mas Wisnu berjalan maju dan langsung menarik rambut si ibu tadi. Dia yang tak siap menerima serangan pun jatuh tersungkur dan mengaduh kesakitan.
“Aaarrrghhh ... lepas, sakit!”
“Dasar mulut comberan! Kamu pikir kamu siapa berani-beraninya ngehina saya!” teriak Ibu Mas Wisnu seperti orang kesetanan. Badannya sudah menindih badan si Ibu berbadan gempal tadi.
Aku dan Bunda sampai melongo dengan rasa tak percaya melihat adegan bar-bar di depan kami. Sementara Mas Wisnu dan calon istri barunya berusaha menarik tangan ibunya, namun tenaga mereka tak cukup kuat melerai pertengkaran.
Entah bagaimana caranya, kini posisi Ibu Mas Wisnu yang berada di bawah tertindih badan gempal si Ibu. Posisi yang menguntungkan membuatnya lebih leluasa menampar bahkan menarik rambut mantan Ibu mertuaku hingga ia megap-megap.
“Ayo jambak! Jambak! Jangan kasih ampun!”
“Kasih pelajaran mulutnya biar enggak sembarangan!”
Bukannya menolong, mereka malah bersorak macam suporter mendukung tim idola. Suara mereka mampu menarik beberapa orang berbaju coklat keluar dari ruangan kerjanya, ingin mengetahui apa yang terjadi di luar.
“Menyingkir kamu!”
“Aw ... sakit! Aduh!”
“Awas kamu, ya! Aaarrghh ... tolong!”
Teriakan minta tolong terdengar dari mulut ibu Mas Wisnu. Aku dan Bunda menyingkir dari kerumunan penonton karena merasa ngeri.
Dari arah berbeda terlihat tiga orang penjaga keamanan berlari ke arah kerumunan. Bentakan yang cukup keras mampu melerai pergumulan ibu Mas Wisnu versus ibu berbadan gempal, juga kerumunan penonton yang kini membubarkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELEPAS DERITA
Ficção GeralSusah memang jika suami yang kita harapkan ketegasannya masih 'mbok-mboken' dan mengketek di ketiak ibunya. Segala sesuatu yang keluar dari mulut Sang Ibu adalah perintah yang harus dituruti meskipun beresiko menjadi bencana besar untuk keluarga ke...