husband

3.5K 247 10
                                    


•••

"Geno, sarapan dulu" Evelyn meletakkan nampan berisi mangkuk bubur, dan juga beberapa potong buah dan segelas air putih.

"buburnya aku yang membuat loh" ujarnya sembari tersenyum manis.

Geno yang tengah bersandar pada headboard menghela nafas jengah, mengetahui gadis ini yang masuk kedalam kamarnya dan membawakannya sarapan.

dimana Junwoo?

Geno sama sekali belum bertemu kakak manisnya itu.

Evelyn masih tersenyum padanya, Geno menoleh dengan dahi berkerut memperhatikan gadis itu yang malah diam disana sambil tersenyum tanpa mengalihkan pandangan.

"apa yang kau lihat?" tegur Geno.

gadis cantik itu tersentak, pipinya memerah merambat sampai ke telinga, Evelyn mencoba mengalihkan pandangan kearah lain, namun rasa malu mendominasi, dia terciduk oleh Geno karna memperhatikan lelaki itu.

"e-eum, aku bisa membantu mu sarapan, mungkin kalau kau mau, aku bisa menyuapimu?" Evelyn bertanya hati hati.

Geno tersenyum miring,

"tanganku tidak cacat sialan. ini masih berfungsi sangat baik" umpatnya kesal.

Evelyn tertunduk, dan hanya bisa berdiri diam di tempatnya, sembari mencuri pandang kearah Geno yang berusaha meraih mangkuk makanan.

gadis itu merasa sedih karna mendapat penolakan terang terangan oleh Geno, terlalu jelas jika lelaki itu memang tidak senang dengannya, namun melihat Geno yang sekarang ini melahap makanan buatannya membuat Evelyn mengenyampingkan rasa sedihnya.

setidaknya Geno tidak melempar mangkuk makanannya karna tidak suka jika ia yang membuatnya.

pria itu memasukkan bubur kedalam mulutnya beberapa sendok, menikmati makan lembek tidak ada rasa ini, Geno menelannya habis, melirik Evelyn masih stay disana, apa gadis itu tidak punya pikiran, dan malah menunggunya makan.

melihat gadis tersebut ketahuan mencuri pandang, Geno berdeham risih.

Evelyn sontak menunduk dalam.

"pergilah, aku tidak ingin ada yang menganggu" Geno mengusirnya tanpa basa basi.

"heum, kalau ada apa apa kau bisa memangg-

Geno berdecak, terlalu cerewet "yaa, dan pergi sekarang!" titahnya, Evelyn mengangguk patuh dan segera keluar dari kamar Geno, sementara remaja itu meletakkan mangkuk yang masih sisa setengah diatas nakas, meneguk air putihnya untuk menghilangkan dahaga.

Geno merasa seperti dia memiliki perawat pribadi, atau lebih tepatnya mungkin pembantu pribadinya, lelaki itu terkekeh culas, Evelyn mungkin cocok untuk dia suruh suruh melihat gadis itu tampaknya tertarik pada dirinya sehingga begitu memperhatikan apa yang terjadi padanya.

bahkan menurut.

dilain tempat, Jinho yang sudah lumayan membaik, tidak menyia nyiakan kesempatan untuk berolahraga kecil di kamarnya.

Jaehyun masuk untuk mengecek keadaan putra sulungnya, pria itu menatap si sulung sudah terlihat lebih baik sekarang.

Jinho menyadari kehadiran ibunya, pria itu tersenyum lebar dan menghampiri Jaehyun, memeluk Jaehyun dari belakang, dengan kedua lengan memeluk erat perut sang ibu dan menumpukan dagunya di pundak Jaehyun.

"ah Eomma"

"sudah membaik sekarang?" tanya Jaehyun, Jinho menganggukan kepala.

"eum, karna memeluk Eomma" Jaehyun mengerenyitkan dahi namun, Jaehyun tertawa kecil, Jinho jadi manja jika sedang sakit seperti ini.

"sudah makan, dan minum obatmu?"

Jinho mengangguk, dia baru menerima sarapannya kurang dari 30 menit yang lalu dan sudah meminum obatnya juga.

pemuda itu tersenyum tipis sambil memejamkan mata, menikmati usapan di rambutnya "aku mencintai Eomma" Jinho membuka mata, ketika usapan dikepalanya berhenti, pemuda tampan itu langsung melirik pada sang Ibu yang memasang wajah pucat pasi.

Jinho tertawa "tenang saja, eomma. aku tidak segila Appa, aku mencintai Eomma karena kau Eommaku" balas Jinho, Jaehyun bernafas lega, setidaknya keturunan keturunan Jeno ini tidak segila ayahnya.

Jaehyun tidak tau harus apa jika mereka semua, mengikuti jejak Jeno, haruskan Jaehyun mati saja, dibanding menghadapi Jeno versi lainnya.

"apa maksudmu tidak segila Appa? jadi kau sedikit gila dibanding kegilaan Appamu?"

"tidak seperti itu Eomma, ah kepalaku sakit" keluhnya, Jaehyun berubah khawatir dan membawa putra sulungnya untuk duduk, lagian sudah tau belum sembuh seratus persen Jinho sudab melakukan banyak kegiatan.

"istirahat saja, nanti kalau kau tidak sembuh juga, Appa bisa saja marah"

anak itu berdengung malas, sambil memeganggi kepalanya yang tiba tiba berdenyut.

•••

Jaehyun menatap dari ekor matanya, ketika siluet Jeno muncul, lalu tak lama lelaki itu benar benar berada di depannya, dengan rambut yang berantakan.

entah apa yang Jeno lakukan, sehingga rambutnya teracak acak seperti itu, Jeno tersenyum tipis, kedua tangannya sudah bertengger di kedua pinggul Jaehyun, dengan kedua mata yang melengkung.

"apalagi yang kau mau, Jeno?" tanya Jaehyun, menatap lelaki itu dengan tatapan menerka nerka.

"beri aku istirahat" mohonnya pelan, sementara Jeno tertawa geli, melihat Jaehyun memasang ekspresi seperti itu, "memangnya aku akan melakukan apa?" tanya Jeno, berpura pura tidak mengetahui perilaku apa yang biasanya pria itu lakukan.

setiap kali, berpapasan dengan Jaehyun jika anak anak mereka sedang tidak ada di rumah, bahkan ketika ada di rumah pun sepertinya Jeno memang tidak bisa menekan hormonnya itu.

Jaehyun berdecak lelah, dia pasrah jika Jeno ingin melakukan sesuatu, di hentikan tidak bisa, setidaknya Jeno masih sadar diri jika ia bukan lah lelaki muda yang bisa mengimbangi permainan Jeno, jadi lelaki itu harus tau batasannya.

"lebih baik aku mati saja daripa--emhh!" manik bambi itu melebar, ketika Jeno menempelkan bibirnya, untuk menghentikan kalimat yang keluar dari labium merah muda itu, ini bukan pertama kalinya untuk mereka tapi Jaehyun masih saja kaget, Jeno melepasnya lalu menatap Jaehyun sambil menggelengkan kepala.

"jangan mengucapkan hal itu, bisa tidak? kau katakan sekali lagi, aku benar benar akan menciummu sampai kau kehabisan oksigen, biar kau mati dalam ciumanku sekalian" celetuk Jeno, yang lebih tua memutar bola matanya malas.

•••



Brother | NohyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang