Pacaran

45 5 0
                                    

Pacaran? Apa bagusnya? Kurasa itu hanya perbuatan sia-sia. Buat apa menghabiskan masa muda dengan itu.

Memang bohong jika aku tidak menginginkan pacaran. Tapi, melihat mereka yang berdua-duaan, berpelukan, bergandengan tangan atau bahkan hanya berbincang membuatku jijik. Lain sisi aku pun ingin merasakan bagaimana rasanya diperhatikan, dianggap ada dan penting bagi orang lain.

Benar, aku muak dengan semua kalimat bualan yang ketika saatnya itu tidak akan berarti lagi. Terlebih kepada mereka yang membatasi pacarnya untuk ini dan itu. Mereka cuma pacar, lho yang setara dengan teman. Beda cerita jika sudah menjadi suami.

Tangan yang saling bertaut. Apa nyamannya dengan itu. Geli, mengembangkannya saja membuatku bergidik.

Tapi, melihat temanku yang sama antinya dengan pacaran. Mulai tertarik mencoba. Meski akhirnya dia yang memutuskan karena tidak nyaman.

"Terus, ngapain kalau pacaran?" tanyaku.

"Duduk saja di kostan, dia sibuk bermain game di ponsel dan aku pun sama sibuk dengan sosial media di ponsel," jawabnya.

"Pernah pelukan? Gandengan?" tanyaku.

"Enggalah. Ih mana mau aku. Harus social distancing bagiku, satu meter," ucapnya.

"Beneran?" tanyaku.

"Enggalah, mau marah. Tapi seenggaknya kami engga pernah bersentuhan kulit," jelasnya.

"Terus kenapa bisa putus?" tanyaku.

"Ih jijik banget, Al. Coba deh kamu pacaran. Pokoknya mah setiap yang kamu lakuin bakal ihh. Geli deh kalau dibayangin," ujarnya.

"Mau coba. Mau tahu rasanya, kalau jijik ya sudah," ujarku.

"Bener si, kaya aku. Sebenarnya aku tuh bukan beneran suka sama dia, cuma lagi penasaran saja sama yang namanya pacaran," jelasnya.

"Jijik banget pacaran. Tapi, mau," ujarku.

"Ayo coba sama aku!"

Seseorang di bangku belakang menimpali perbincangan kami.

"Aku baru datang. Engga denger semua, cuma yang kamu bilang mau pacaran saja," ujarnya.

Jelas kaget, siapa yang tidak mengenal seseorang di bangku belakangku? Bahkan semua guru pun hafal kepadanya. Dia adalah seorang organisator. Tetapi, nilai akademik tidak pernah turun. Seorang ketua OSIS yang mendapat peringkat satu di kelas.

"Kenapa aku? Lihat di mana-mana banyak gadis yang mengejarmu," tanyaku.

Ya, Park Jihoon. Dengan paras yang rupawan. Kalau kata kartun kesukaanku 'Tampan dan berani'. Belum lagi tutur kata dan perbuatannya yang kelewat sopan, terlebih untuk ukuran remaja zaman sekarang.

"Karena kamu sama denganku. Jijik dengan yang namanya pacaran. Tapi, penasaran," ujarnya.

"Sudah tuh coba dengan ketua OSIS," ujar temanku.

"Boleh deh. Tapi, sewajarnya saja ya," ujarku.

"Tenang saja. Aku sibuk, engga ada waktu buat hal yang sia-sia," ujarnya.

Yah, kisah kami dimulai. Awal berpacaran si, tidak seperti orang pacaran pada umumnya. Kabar ini pun diketahui luas, mungkin hampir semua warga sekolah. Salahkan saja kekasihku-Woho kekasih? Hahaha- yang ramah pada seluruh warga sekolah. Sebenarnya aku juga cukup terkenal karena pernah mewakili sekolah untuk olimpiade astronomi sampai ketingkat nasional. Namun, aku bukanlah orang yang dapat dengan mudah berbaur. Sehingga tidak begitu dikenal orang.

Mungkin cukup heboh kabar dari kami. Tapi nyatanya, itu semua hanya status. Buktinya selama ini kami tidak pernah yang namanya ngobrol berdua. Bertukar pesan saja hanya ketika ada tugas. Bisa dibilang kami benar-benar mencoba dan hasilnya benar kata temanku. Geli.

Kisah JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang