Pukul 4 dini hari, setelah sang fajar terbit. Aku terjaga dari tidur. Semalam Jihoon bilang akan ke rumahku pukul lima pagi. Setelah negosiasi yang cukup panjang. Akhirnya aku kalah dan tetap pada pukul lima.
Karena tinggal sendiri. Maka, setelah bersiap menggunakan baju training. Aku membersihkan rumah sembari menunggu kedatangan pelatih baruku.
Tepat pukul lima, sebuah sepeda motor berhenti di halaman rumah. Agak merinding dengan kedisiplinannya. Bagaimana bisa tepat pukul lima, biasanya kan ada ngaretnya ya minimal lima menit lah.
"Bagus, sudah siap! Ini aku ikut simpan motor, ya. Di mana?" izinnya.
"Kita ke sekolah naik apa?" tanyaku.
"Lari," jawabnya.
"Lari? Gila aja, naik motor lima belas menit lho," sergahku.
"Ya sudah, berhenti saja ya? Katanya engga bakal ngeluh," ujarnya.
"Jangan. Ok deh kita lari. Kita kan?" tanyaku.
"Iya, kita. Ayo mulai! Keburu siang," intruksinya.
Setelah melakukan satu set latihan yang membutuhkan waktu sekitar 15 menit. Kami terduduk di atas tanah. Rupanya selama ini aku salah teknik. Pantas saja itunganku banyak. Tetapi, tidak benar. Alhasil tidak ada yang terjadi padaku.
"Kamu tinggal sendiri?" tanyanya.
"Iya," jawabku.
"Sudah beres-beres rumah?" tanyanya lagi.
"Sudah dong," jawabku bangga.
"Ya sudah, ayo bereskan halaman!" titahnya.
Aku yang baru meluruskan kaki, dibuat kesal dengan ajakannya itu. Ini rumahku. Padahal halamanku masih terbilang rapi. Walaupun hanya dibersihkan seminggu sekali.
"Ikhlas engga ini? Kalau habis latihan, usahakan lakuin kegiatan ringan. Nyapu gini engga berat kan?" ujarnya.
Selama membersihkan halaman, kami berbincang sedikit. Mengenai jadwal latihan. Ternyata untuk workout sendiri sebaiknya dilakukan 3 kali dalam satu pekan. Karena tentunya otot juga perlu istirahat. Maka dari itu, berlatih sepak bola dilakukan di sore hari sepulang sekolah pada hari yang berbeda dengan latihan pembentukan otot perut. Artinya, tetap setiap hari ada jadwal latihan, dan setiap hari pula berangkat dengan berlari.
"Sudah, mau ganti baju, dulu? Tetap pakai baju training ya. Jangan lupa siapin seragam sekolah untuk dibawa," titahnya.
"Kamu mau ganti juga? Ayo aku tunjukkan kamar mandinya," ujarku.
Lima menit berlalu kamu berbenah diri. Sekarang waktunya untuk makan. Telur rebus, wortel, brokoli menjadi menu pagi ini. Ditambah dengan sekotak susu full cream.
"Kamu engga minum susu?" tanyaku.
"Aku kurang suka sama susu," jawabnya.
"Besok biar aku yang menyiapkan sarapan dan makan siang. Kamu tinggal kirim menu kita besok ya!" ujarku.
Tepat pukul 6 lewat lima kami berangkat ke sekolah. Cukup cepat hanya membutuhkan waktu 25 menit untuk sampai. Warnet yang menjadi langganannya adalah tempat kami untuk berganti seragam. kurasa gadis di sini adalah aku, mengapa Jihoon yang berganti sangat lama. Selagi menunggu, aku berbincang dengan penjaga warnet.
"Teteh yang sering telat itu, bukan ya?" tanyanya.
"Iya, kak. Ko bisa tahu, kak?" jawabku.
"Sering dengar si, teh. Heran saja mereka. Ko teteh bisa lolos padahal sama telatnya," ujarnya.
"Ya gitu, kak," ujarku diakhiri senyuman canggung.
"Sudah yu! nanti telat," ajaknya.
Begitulah kehidupanku selanjutnya. Berangkat pagi hari, berganti di warnet, setiap istirahat selalu memakan bekal yang disiapkan. Entah kenapa pelatihku ini mengeluarkan tenaga yang berlebih, layaknya seorang atlet nasional. Padahal ini hanya main-main dan juga tidak ada imbalannya.
Sore hari lainnya, kami habiskan dengan berlatih sepak bola di lapangan dekat rumahnya. Sepi, karena memang sekarang belum waktunya pertandingan antar kampung,ujar Jihoon si begitu. Tapi, beruntung lah, kami dapat leluasa berlatih.
"Lihat ya! Untuk tendangan pinalti bisa menggunakan punggung kaki. Nih yang kemarin aku kasih pertanyaan itu."
Tiga bulan sudah terlewati. Kurasa skill bermain sepak bolaku tidak seburuk itu. Memang dari dulu aku ingin bisa bermain bola. Tetapi selalu dipatahkan. Orang tuaku selalu mengatakan bahwa aku tidak berbakat dalam bidang ini. Mereka menertawaiku ketika akan menendang bola. Katanya kakiku akan terbelit.
Aku selalu berusaha untuk mewujudkan segala yang aku inginkan. Karena mustahil untuk tidak bisa menggapainya. Pemain sepak bola itu manusia, aku juga manusia. Maka aku dapat melakukan sesuatu yang dapat dilakukan manusia lain. Buktinya kemampuan bermain sepak bolaku tidak buruk. Bahkan cukup mahir mengingat baru tiga bulan kamu berlatih.
Untuk otot perutku. Bahagia sekali aku mendapatkannya. Badanku sudah berbentuk. Aku belum mengatakannya si pada pelatih. Rencananya aku ingin membentuk otot lengan juga. Tetapi sepertinya untuk itu aku dapat melakukannya sendiri.
"Sebulan ke depan sepertinya kita tidak berlatih sepak bola dulu. Aku ada pertandingan dalam waktu dekat. Tapi, paginya seperti biasa," ujarnya.
"Baik. Oh iya, otot perutku sudah terbentuk," ucapku.
"Syukurlah. Sini aku lihat!" godanya.
"Sembarangan," jawabku.
"Terus buat apa bikin otot perut kalau bukan buat pamer?" tanyanya.
"Pamer terus. Aku engga kaya kamu ya. Lagian aku perempuan," jawabku.
"Lalu? Buat apa?" tanyanya lagi.
"Buat diri aku lah. Nyaman aja lihatnya," jawabku.
"Baik, ya sudah. Aku ke kelas. Mau diantar dulu ke kelasmu?" tawarnya.
"Engga perlu. Kelasku di atas kelasmu. Nanti naik turun tangga, lama. Kita harus kumpul di lapangan untuk pembiasaan," tolakku.
"Duluan ya. Oh iya, jangan lupa tidur dengan bolanya, biar makin jago, kaya Tsubasa Ozora," ujarnya.
Selesai
Terima kasih telah membaca
Semoga bermanfaat

KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah J
Fanfictionkumpulan cerita pendek dari Park Jihoon treasure 1. He is Him 2. J? 3. Pacaran 4. Yaksok 5. Single For Life 6. Studytour 7. Sepak bola 8. Kopi ungu 9. Jodoh Park Jihoon treasure fanfiction