27

168 11 3
                                    

Di bangku taman rumah sakit, Bara dan Karina duduk bersebalahan. Sudah sepuluh menit berlalu dari keduanya duduk dan tidak ada obrolan apapun. Sesekali Karina melirik dengan ekor matanya memperhatikan lelaki disampingnya. Karina memperhatikan seragam Bara yang begitu berantakan dengan banyak bercak darah di seragamnya dan juga memar di ujung mata dan bibirnya.

Sesekali Karina mendongak mengikuti Bara yang sejak tadi menatap kearah langit. Langit malam ini memang sangat indah ditaburi dengan banyak bintang seolah mendukung detak jantung Karina yang sejak Bara menariknya tadi sudah berdegub konstan dan nyaring, hanya bedanya jika tadi rasa takutnya begitu mendominasi sekarang mulai menguar perlahan.

"Jadi cewek gue" ucap Bara datar.

Satu kalimat yang berhasil membuat Karina langsung menoleh kilat kearah sumber suara. Untuk beberapa saat otak Karina yang biasanya pintar untuk mengikuti olimpiade tiba-tiba tidak berfungsi dengan normal. Dua menit berlalu dan ia masih mencerna baik-baik suara yang ia dengar. Apa ia tidak salah dengar? Apa ia perlu ke poli THT saat ini juga untuk memastiakn kondisi telinganya yang mungkin sudah rusak karena setiap hari mendengar Airin mengomel.

"Hah?" dan akhirnya hanya kata itu yang keluar dari mulut Karina.

"Mulai sekarang jadi cewek gue" ucap Bara sekali lagi, lelaki itu menoleh melihat datar kearah Karina.

Berulangkali Karina meyakinkan dirinya jika pendengarannya memang masih berfungsi baik, buktinya ia masih bisa mendengar degup jantungnya yang semakin tidak karuan.

Bara menghembuskan napas pelan melihat respon Karina. Bara berdiri berniat pergi dari tempat itu. "Kalo lo nggak mau nggak apa-apa. Gue harap Bagas —"

"Gue nggak ada hubungan apa-apa sama Bagas!" serobot Karina cepat. Karina bersyukur otaknya kembali berfungsi dengan baik.

Bara kaget mendengar jawaban Karina yang seperti membentaknya. "Lo bentak gue?" Bara menaikkan satu alisnya melihat Karina.

"Ehh nggak maksut gue nggak —" Karina bingung sendiri menjelaskan, tadi ia terlalu bersemangat untuk menjelaskan statusnya dengan Bagas yang memang tidak terjadi apa-apa diantara mereka. "Maaf" lirih Karina.

"Jadi? Lo mau jadi cewek gue?" tanya Bara sekali lagi yang tidak memperdulikan kegugupan gadis didepannya.

Karina reflek menganggukkan kepalanya dengan cepat, percayalah jika lehernya bisa berbicara pasti akan mengingatkan Karina jika lehernya bisa lepas sewaktu-waktu.

"GUE MAU!!" teriak Karina dengan lantang seolah itu bukan tawaran untuk berpacaran tetapi tawaran untuk 'mau minum boba atau tidak?'

Bara sedikit mundur dari tempatnya berdiri, kali ini lelaki itu benar-benar memperlihatkan raut kekagetannya. Bara bahkan sempat berfikir jika Karina sudah kerasukan penunggu taman rumah sakit. "Virusnya Airin udah nempel di lo?" tanya Bara heran.

Menyadari apa yang terjadi buru-buru Karina langsung menunduk. "Maaf. Gu-gue terlalu semangat" ucap Karina pelan. Karina memukul-mukul pelan mulutnya yang terlalu semangat menjawab.

Bara menahan tangan Karina yang masih memukul mulutnya, ia sedikit menunduk sedikit mendekatkan wajahnya ke wajah Karina. Entah setan apa yang membuat Karina harus menutup matanya. Bara mengerutkan keningnya samar melihat reaksi Karina.

"Masuk. Nanti Airin bunuh gue kalo lama bawa lo pergi"

Bara melepaskan tangan Karina dan berlalu begitu saja meninggalkan Karina yang masih mematung dengan mata terpejam. Merasa tidak ada pergerakan apapun perlahan Karina langsung membuka matanya. Didetik itu juga tubuhnya langsung luruh seperti bongkahan coklat yang dilelehkan.

TOXIC GENTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang