LC: 12

2 1 0
                                    


Sinar matahari pagi mengintip dibalik hordeng kamar membuat seseorang dibalik selimut menggeliat dan menarik selimutnya hingga kepala

Tok...tok...tok

Suara ketukan kamar membuat seseorang dibalik selimut mendengus kesal dan bangkit untuk membuka pintu dan terpampanglah wajah Bi Nani dengan ekspresi panik 

"Kenapa, Bi?" tanya Arkan heran

"Anu... Den, si Bapak suruh saya bangunin Aden" jawab Bi Nani tidak enak

Mendengar jawaban Bi Nani, Arkan langsung menuju bawah dan mendapati sang Papa sedang duduk di meja makan dengan wajah marah

"Apa-apaan kamu?!" Bentak Papa membuat Arkan terkejut

"Maksud Papa?" Jawab Arkan berusaha tenang

Papa melemparkan laporan berisi nilai-nilai sekolah Arkan, Papa Arkan sengaja menyuruh salah satu guru untuk mengawasi nilai sekolah putranya itu karena beliau tidak ingin putranya menghancurkan citranya sebagai pemilik yayasan serta Pimpinan perusahaan 

"Kenapa nilai sekolah kamu hancur semua, Arkan?!" bentak sang Papa hingga urat lehernya terlihat 

"Bukannya dulu kamu anak berprestasi?! Kemana perginya putra Papa yang berprestasi itu?! kenapa putra Papa jadi anak bodoh serta pembawa sial gini sih?!" omel Papa sedangkan Arkan hanya berdiri kaku 

"Jawab Papa, Arkan?!" tanya Papa marah seraya menggoyang-goyangkan bahu Arkan keras

"Maaf." jawab Arkan lirih seraya menunduk walaupun Arkan sering melawan Papanya tetap saja ia merasa takut jika Papanya marah, kalau marah pasti akan memukul dirinya hingga terluka. Selalu.

"Kamu tau? Papa sangat benci kamu sejak kamu bunuh adik dan Bunda kamu, ini semua karena kamu, Arkan!" ujar Papa seraya memukul keras tubuh Arkan dengan buku laporan nilai 

"Ini semua salah kamu! Lihat wajahmu saja bikin Papa marah, Dasar pembawa sial!" lanjutnya seraya meninggalkan Arkan yang masih termangu 

Sebelum benar-benar pergi, Papa berbalik seraya berujar sinis, "Perbaiki nilai dan kelakuan kamu. Jika tidak berubah, lebih baik kamu mati"

Seketika tubuh Arkan menegang saat mendengar ucapan Papa yang terdengar serius, Arkan tidak menyangka jika Papa berkata seperti itu. Bukan, bukan kalimat yang menyalahkan dirinya melainkan yang menyuruhnya mati, karena ia sudah terbiasa mendengar ucapan orang yang menyalahkan dirinya atas kematian Adik dan Bundanya

"Iya, Pa" jawab Arkan patuh dengan tangan terkepal kuat

 ****

Arkan duduk di perpustakaan rumahnya, ia sudah bersiap untuk memulai belajar seperti dulu lagi. Disaat sedang serius mengerjakan beberapa soal tiba-tiba ponselnya berdering yang membuat fokus Arkan buyar 

"ck... ganggu aja" Arkan dengan malas melihat ponselnya dan terpampang nama Ale yang menelponnya

"Hal--" ucapan Arkan terputus disaat suara diseberang sana sudah lebih dulu heboh

"HALO AR, LO DIMANAA? MAIN YUK" seru Ale heboh 

"Astaga, gue nggak budek Al" jawab Arkan seraya menjauhkan ponselnya

" Gue di Rumah, Ale-Ale. Gue nggak main dulu" lanjutnya 

"Yahh... gue otw rumah lo ya. Gue takut di rumah sendirian" 

Arkan bisa mendengar suara grasak-grusuk dari seberang sana, yang kemungkinan Ale sedang berusaha menyibukkan dirinya untuk menghilangkan rasa takutnya 

Little ChangesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang