CHAPTER 9

289 2 0
                                    

Halo, semuanya. Disini saya akan sedikit membahas mengenai chapter 7. Didalam chapter tersebut, terdapat kalimat tentang penggunaan spidol. Saya baru mengetahui dari narasumber kalau pada tahun'97, media yang digunakan untuk menulis di papan, masih menggunakan kapur tulis. Saya mohon maaf atas kesalahan saya dan terimakasih karena sudah membaca cerita saya.

***

Setelah keluar dari toilet, Shafa dan Nanda pun kembali berjalan kearah koridor kelas mereka. Tapi, keduanya dibuat heran dengan tingkah pemuda berkulit eksotis itu. Nampaknya sejak tadi pemuda itu masih setia menunggu kedatangan mereka dengan duduk didepan kelas sembari menatap mading.

Pemuda yang merasa diperhatikan itu pun akhirnya menoleh. Ia tersenyum. Berdiri, lalu menghampiri kedua gadis itu.

"Namamu benar Shafa 'kan, Dek?" ucap pemuda itu sambil menunjuk Shafa dengan jari telunjuknya.

Shafa menganggukkan kepalanya. Membenarkan pertanyaan pemuda itu. "Iya benar, memangnya ada perlu apa ya, Kak?"

Pemuda itu menggaruk tengkuknya sembari tersenyum canggung. "Gaada si, Dek. Cuma pengen ngasih tau aja, namaku Faris Adi Pratama. Sahabatnya pacarmu."

"Oo iya, Kak. Salam kenal," kata Shafa, ia benar-benar bingung harus bersikap bagaimana. Jadi, hanya kalimat singkat itu yang mampu ia ucapkan.

***

Siang ini seluruh siswa kelas 1-1 mendapatkan materi tentang sepakbola. Mereka semua mempraktekkan teknik bermain sepakbola secara bergantian.

Shafa mengusap peluh di dahinya. Menyandarkan punggungnya pada salah satu tiang bangunan. Ia terkekeh kecil, ketika melihat Nanda gagal memasukkan bola ke dalam gawang yang terbuat dari kayu.

Sambil bersungut-sungut gadis itu menghampiri Shafa, meraih botol minum miliknya kemudian meminumnya dengan terburu-buru. Ketika kedua matanya tanpa sengaja berhasil menangkap objek yang mengejutkan, ia langsung menutup botol minumnya kemudian menepuk-nepuk bahu Shafa.

"Lihat deh, Shaf." Menunjuk objek tersebut. "Itu bukannya Kak Zefan, ya?" kata Nanda, seraya menyipitkan matanya agar objek yang ia lihat, tampak lebih jelas.

Shafa menoleh kearah yang ditunjukkan Nanda. Terlihat Zefan tengah berbincang dengan seorang perempuan, sambil sesekali sang perempuan memegang lengan pemuda itu. Sejenak ia terdiam. Kemudian beralih menatap Nanda.

"Mungkin cuma temennya." Shafa berdiri, kemudian menepuk-nepuk pelan pantatnya, supaya debu yang tertempel di celana trainingnya itu hilang.

"Balik kelas, yuk. Lagian kita juga udah praktek'kan," ajak Shafa. Berusaha menyangkal perasaan cemburu, juga menahan emosinya. Ia akan menanyakan perihal ini kepada Zefan nanti.

Never Ending Love | Jay ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang