Ini pertama kalinya Bintang bertemu dengan anak itu. Tepat pada hari ulang tahunnya yg ke-7. Bukannya fokus pada kue ulang tahun dan tepuk tangan yg begitu menggelegar, Bintang malah memperhatikan anak kecil itu yg ikut tertawa gembira di antara kerumunan orang-orang dewasa.
Orang dewasa? Bintang memutar kedua bola matanya malas. Bukan acara ulang tahun seperti ini yg dia inginkan, dia hanya ingin acara sederhana bersama Abah dan Bundanya. Cukup duduk diruang tengah rumahnya dengan kue ulang tahun diatas mejanya, meniup lilin, dan memotong kue tersebut bersamaan dengan kedua orang tuanya. Kenapa Abah dan Bunda tidak bisa mengerti keinginannya yg hanya sesederhana itu? Bintang berdecak sebal. Ia memotong kecil kuenya dan memasang senyum palsu. Baik, ini adalah suapan kedua untuk Bundanya setelah ia menyuapi Abahnya tadi.
"Jadi kepada siapakah suapan kedua ini akan diberikan?" Tanya MC dengan semangat.
Bintang tersenyum tipis dengan mata bulat hitamnya yg menggemaskan, "Bunda. Aku akan berikan pada bunda!" serunya.
"Kepada Bunda Bintang agar bisa maju ke depan untuk menerima suapan kue dari putranya." Lanjut MC tersebut.
Riuh suara dan tepuk tangan kembali menyapa gendang telinga. Bintang tersenyum ketika MC mempersilakan Bundanya untuk menghampirinya, matanya menelisik keseluruh ruangan tapi ia bahkan tidak menemukan tanda-tanda kehadiran bundanya disana. Ia menunduk dengan hidung yg mulai memerah. Sedangkan orang-orang disana mulai berasumsi masing-masing.
Bintang menengok ke samping ketika satu tepukan halus ia dapatkan pada pundaknya, anak kecil yg tadi dilihatnya itu tersenyum disampingnya sambil mengendikan dagunya ke depan memberikan tanda kepada Bintang agar segera menoleh ke depan.
Seorang wanita cantik yang mirip sekali dengan anak kecil yg berdiri disampingnya itu tengah tersenyum manis ke arahnya sambil sedikit membungkuk, menyamakan tingginya dengan Bintang.
"Hei jagoan kecil, mulai hari ini aku Ibu mu juga. Panggil aku Ibun." Ucap wanita itu.
Bintang mengedipkan matanya satu kali sedikit terkejut dengan apa yg baru saja wanita itu katakan. Ah, mungkin sekarang Bintang harus memanggilnya dengan sebutan Ibun.
"Aku Langit, dia Ibuku, tapi aku rela berbagi Ibuku denganmu" anak kecil disampingnya berucap, kemudian mendorong kecil punggung Bintang agar segera memberi suapan pada Ibunya. Bintang menurutinya. Menyuapi seorang wanita yg kini juga menjadi Ibunya.
🐌 🐌 🐌
Langit namanya. Anak kecil yg beberapa bulan lalu sudah menginjak usia ke-7. Ia menghadiri acara ulang tahun sepupunya. Ya, ibunnya bilang itu ulang tahun sepupunya. Tapi Langit mengernyitkan keningnya ketika sampai disana bukan anak-anak seumurannya yg datang, melainkan orang-orang dewasa.
"Ibun, apakah sepupuku adalah om-om?" Tanyanya polos.
Ibun tertawa kecil sembari mengelus kepala anaknya sarat akan kasih sayang, "Sepupumu yg ada disana. Namanya Bintang." Ibun berucap sambil menunjuk ke depan.
Langit menengok ke arah yg ditunjuk oleh Ibun. Dia tertawa kecil, "Oke aku salah paham, maafkan aku ibun" ucapnya dengan pose meminta maaf yg dibuat-buat. Ibun lagi-lagi tertawa.
"Tapi ibun, kenapa yg hadir hanya orang-orang dewasa? Mana temannya? Bukankah harusnya banyak anak-anak seusiaku juga?"
Ibun berjongkok, menggenggam kedua tangan Langit dan mengelusnya. "Langit, semua ini karena Bundanya Bintang yg membuat acaranya. Langit tau kan sifat Ayah?"
Langit tersenyum masam dan mengangguk.
"Bundanya Bintang punya sifat yg sama dengan Ayahmu."
Lagi-lagi Langit mengangguk.
"Ibun, kayaknya keluarganya Bintang kayak tai"
Ibun terbelalak mendengarnya. Menjitak kepala anaknya, dan menjewernya.
"Siapa yg ajarin kamu ngomong jelek gitu" pekik Ibun.
"Aduhhh ampun bun astaga Langit ga akan ulangi lagi!"
Ibun melepas jewerannya dan memperingati Langit sekali lagi yg dibalas dengan anggukan dan ucapan maaf dari anak kecil itu berkali-kali.
"Bintang ya. Aku rasa kalo kita berteman, tidak buruk juga." Ucap Langit pelan.
🐌 🐌 🐌
"Bunda kan sudah berjanji akan berada disisiku kalau aku menuruti perkataan Bunda!" ucap Bintang melalui saluran telepon.
"Bunda sibuk, hari ini mendadak. Lagipula kan ada abah."
"Tapi Abah ya Abah. Bunda ya Bunda. Beda bun."
"Tahun depan saja ya"
"Bunda selalu bilang tahun depan, tahun depan, tahun depan! Kapan Bintang bisa menyuapi Bunda kue ulang tahun Bintang? 5 tahun lagi? Atau 10 tahun lagi?"
"Bintang! Bunda ga pernah ya ajarin kamu membantah!"
Bintang terdiam, dan dengan segera mematikan sambungan teleponnya. Dia ingin menangis kalau saja dia tidak ingat ucapan Abahnya tentang lelaki tegar tidak boleh cengeng.
Bintang beranjak dari kasurnya dan matanya tidak sengaja bertemu dengan Langit.
Langit gelagapan, dia tertangkap basah sedang menguping.
Bintang terdiam menatap Langit. Keduanya saling bertatapan dalam diam, sampai ketika Bintang membuka pintu kamarnya dan berkata,
"Lebih baik menjadi pendengar dari pada tukang nguping kan?"
To be continued . . .
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang & Langit
FanfictionSeperti bintang di langit begitu pula keduanya menjadi satu yang tidak bisa terpisah.