Beberapa hari terakhir ini Langit jadi sering mampir kerumah Bintang sepulang sekolah, seperti hari ini mereka sedang bermain playstation di ruang tengah.
Keduanya bermain dengan serius, kadang Bintang akan menjitak kepala Langit ketika kesal, dan Langit yg mengeluarkan umpatan-umpatannya ditengah-tengah permainan. Mereka sama-sama menikmati waktu mereka bersama, sampai ketika Bunda berdehem sambil melipat kedua lengannya di depan dada.
"Bunda bilang apa soal hati-hati dalam berteman?"
Ucapan Bunda menjadikan kedua anak itu menoleh hanya untuk mendapati tatapan tajam Bunda.
Ada sekelumit rasa takut pada diri mereka masing-masing, tetapi Bintang bahkan mengubur dalam-dalam rasa takutnya dan menjawab, "Hati-hati di bagian mananya?"
Bintang menaruh stick games nya dan membalas tatapan Bunda sama tajamnya.
Untuk pertama kalinya Langit melihat ekspresi Bintang yg seperti itu. Ia terdiam, tidak ingin ikut campur urusan Bunda dan Anak itu. Dirinya lebih memilih merapatkan diri ke arah Bintang dan menepuk halus punggung anak itu.
"Bintang rasa Bunda ga pernah bener-bener nasehatin Bintang soal pergaulan." Lanjut Bintang
"Lalu semua hal yg Bunda bilang ke kamu itu apa, Bintang? Kamu anggap angin lalu?" Bunda meninggikan suaranya
"Memang apa yg Bunda bilang ke Bintang?" Tanya Bintang cepat
Bunda terdiam, seperti dipaksa berpikir keras dan segalanya menjadikannya begitu rumit.
"See? Bunda aja ga bisa jawab."
Bintang perlahan berdiri.
"Bunda mau Bintang yg sebutin satu-satu semua hal yg Bunda bilang ke Bintang?" Lanjut Bintang tersenyum pahit. Matanya sedikit berkaca sebelum melanjutkan, "Bunda hanya menyuruh Bintang untuk jadi nomor satu, menyuruh Bintang mengikuti banyak bimbel, menyuruh Bintang menjauhi teman-teman Bintang, menyuruh Bintang untuk tidak pulang terlambat dan belajar. Belajar, belajar dan belajar."
Bintang menghela nafas pelan, "Tapi Bunda ga pernah sadar kalo semua hal yg Bunda suruh itu nyakitin Bintang. Bunda ga tau dan ga mau tau. Bunda ga pernah bangga sama pencapaian Bintang karena bagi Bunda semua yg Bintang dapatkan itu masih kurang dan akan selalu kurang di mata Bunda. Bunda ga pernah ngertiin Bintang. Bunda ga pernah kasih tau bener-bener mana yg salah dan mana yg bener buat Bintang, Bunda ga pernah bener-bener mau ngertiin soal perasaan Bintang. Bunda ga bener-bener pernah mencoba mengenal teman-teman Bintang. Ga pernah, Bun."
"Yg bunda tau cuma apa yg harus Bunda lakukan buat jadiin Bintang nurut sama Bunda. Bunda peduli cuma sama akademik Bintang biar ga malu-maluin Bunda. Bunda cuma mau jaga harga diri Bunda di depan banyak orang tapi Bunda sama sekali ga pernah pikirin perasaan Bintang."
Plak
Satu pukulan telak Bintang dapatkan di pipi kirinya. Menjadikan Langit berjengit dan cepat-cepat berdiri menghampiri Bintang.
"Kamu Bunda tinggal beberapa hari malah main sama dia terus ya makanya jadi pinter bangkang gini?"
"Langit ga salah!"
"Terus siapa yg salah?! Aku? Aku salah didik kamu?!" Bunda menjawab dengan cepat, mencengkeram kedua lengan Bintang.
"Tau apa kamu soal jadi orang tua?!"
Ada kemarahan dalam bola mata Bunda yg menjadikan Bintang sedikit menciut, akan tetapi Bintang tetap mencoba membalas tatapan Bundanya.
"Kalo aku salah didik kamu, kamu bakal jadi abahmu yg ninggalin aku!"
"Bun-"
"Diam kamu!" Bunda mengarahkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Bintang.
"Aku ga pernah berharap lahirin kamu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang & Langit
FanfictionSeperti bintang di langit begitu pula keduanya menjadi satu yang tidak bisa terpisah.