Ch. 5 - Being Brave

489 57 3
                                    

Sudah tiga bulan mereka saling mengenal satu sama lain akan tetapi masih enggan berbicara terlalu banyak. Hubungan mereka tidak jauh berbeda dari sebelum-sebelumnya. Mereka hanya saling menyapa ketika tidak sengaja berpapasan dan bicara sekenanya saja. Ditambah kelas keduanya yg berbeda membuat intensitas pertemuan mereka menjadi lebih sedikit.

Tetapi kegiatan menguntit Langit tidak pernah ia tinggalkan. Tanpa sadar ia selalu memperhatikan Bintang. Ada rasa penasaran yg menyergap tiap kali ia menatap mata Bintang, seakan-akan membawanya untuk menyelami isi pikiran anak itu. Bintang itu sulit ditebak. Segala apa yg akan diucapkan dan dilakukan oleh anak itu semuanya diluar nalar perkiraan Langit.

Bintang selalu berhasil membuat Langit terkejut. Pemikiran dan sikap anak itu terlalu dewasa dan sukar ditebak untuk anak remaja seukurannya. Terlalu sering memperhatikan Bintang menjadikan Langit hapal diluar kepala mengenai jadwal latihan basket anak itu, sosok Bintang yg selalu keluar masuk ruangan OSIS, serta Bintang yg suka memasuki ruang musik dan memainkan beberapa alat musik disana sendirian dan terkadang dengan beberapa temannya, yg bisa Langit simpulkan kalau Bintang mempunyai band sendiri dengan dirinya sendiri sebagai pemain gitarnya.

Tanpa Langit sadari, Bintang pun melakukan hal yg sama. Karena matanya tidak pernah lepas dari Langit ketika indera penglihatnya itu menangkap siluet bocah remaja itu.

Bagi Bintang, Langit adalah kebebasan. Orang yg begitu ekspresif dalam menunjukan perasaannya. Anak baik-baik yg bersembunyi dibalik tingkah nakalnya. Langit itu usil. Suka mengerjai teman sekelasnya. Tidak tertarik dengan organisasi, tetapi akan tersenyum lebar ketika bermain futsal.

Ada rasa penasaran yg menyeruak dalam hati Bintang ketika dihadapkan dengan Langit. Sebab terkadang Bintang dapat menangkap senyum masam pada sudut bibir bocah itu, membaca mata Langit yg seperti ingin menangis, dan menemukan Langit yg selalu duduk di bawah pohon belakang sekolah sembari mengobati lukanya.

Keduanya sama-sama memiliki rasa penasaran akan satu sama lain.

"Aduh" Langit meringis sembari menjauhkan wajahnya dari tangan Bintang.

"Kalo kaga ikhlas kaga usah anjir" sungutnya lagi.

"Diem lo sat. Masih untung gue bantuin, kalo lagi jahat gue tekan-tekan itu luka lo. Biar jadi luka diatas luka, mampus." Ucap Bintang sembari melanjutkan kegiatannya membantu Langit mengobati luka di lengannya.

Ada luka memanjang di lengan kanan Langit, sekitar 4 garis lebam dan salah satunya berdarah.

Langit terdiam, matanya menatap Bintang tidak percaya, "jahat" ucapnya.

"Emang kapan gue baik sama lo?"

"Sekarang" jawab Langit spontan.

Bintang menekan luka Langit dan membuat Langit mengaduh.

Bintang tertawa kecil, "kalau sekarang gue jahat kan"

"Anjing lo"

Tidak ada percakapan setelahnya. Bintang yg mengobati luka Langit dan Langit yg diam memperhatikan.

Selesai membantu Langit, Bintang pun duduk disebelah Langit. Membiarkan punggungnya bertemu dengan pohon dibelakangnya. Ia memejamkan matanya.

"Oi"

Ucapan Bintang membuat Langit menoleh kearahnya.

Bintang masih dengan posisinya dan masih memejamkan matanya, "Lo kenapa?" Tanyanya.

"Hah?"

"Lo. Luka lo."

"Oh, gue di cakar kucing"

Bintang membuka matanya dan menatap Langit.

Bintang & LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang