02.

166 43 7
                                    

Jalanan perak (barat-timur) pada tahun 1930-an

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jalanan perak (barat-timur) pada tahun 1930-an.

...

"Koe ki gendeng! wong penyusup kok di lebokno omahku!" Yada benar-benar bersungut marah. Temannya ini sangat gila. Bagaimana kalau penyusup itu melukainya? termaksud Ibunya?

"Kau diam saja. Dia bukan penyusup sudah ku bilang." Rahiga tidak ingin menjelaskan lebih, bagaimana pemuda itu tidak di katakan penyusup. Padahal menurut Yada wajahnya benar-benar seperti wajah Londo, yang berambut pirang.

Rahiga berdiri dari bangku rotan, lalu berjalan ke arah pintu, "Jaga pemuda itu! jangan sampai dia kabur dari tahananmu." Ucapnya perintah.

"Lah, Koe nangdi?"


"Ada yang harus ku urus."

"Bagaimana kalau penyusup itu melukaiku dan ibuku?" tanya Yada ragu.

"Kau handal dalam menembak." Peringat Rahiga dengan menolehkan kepala kebelakang.


Sudah cukup Yada di beri kesusahan oleh Rahiga. Namun, tidak dengan ini. Pemuda berkulit putih ini tampak seperti bocah angkuh. Sangat susah untuk menahan pelatuk itu terlepas.

Rahiga berjalan keluar, padangan terarah kedepan, tak sedikitpun tergoyahkan untuk menoleh meskipun seseorang tengah memanggil namanya walau hanya sekedar menyapa.

Tak berselang lama saat Rahiga menitipkannya. Pemuda itu tengah terbangun, matanya mengerjap dan dengan cepat ia mendudukkan diri. Dirinya merasa asing di tempat ini.

"Dimana ini?" tanya Pemuda tersebut, saat dia merasa bahwa dia tidak sendiri.

"Di rumahku, penyusup." Panggilan yang pas untuk pemuda itu bagi Yada.

"Penyusup? Hei, sudah aku bilang, aku ini bukan penyusup! penyusup seperti apa yang kamu maksud itu!" cerocosnya tak henti. Aksara masih merasa kesal dengan seseorang yang tadi mengunci tangannya erat.

"Cara bicaramu? aneh." Koreksi Yada, dia tak merasa janggal, hanya cara bicaranya sedikit berbasa basi.


Bugh!


Aksara melemparkan bantal yang berada di sampingnya tadi itu tepat mengenai sasaran. Hatinya lega, senyumnya merekah.

"Siapa namamu? kembalikan aku pulang." Ucap Aksara setelah melakukan aksinya yang brutal.

Toen-djoengan, 1950.  - a jaesahi storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang