"Coba beritahu aku, karya apa yang kau tidak bisa buat"
Sore itu sepulang kerja, Mile baru sempat menerima apa yang Apo sebut oleh-oleh kemarin. Tak disangka itu bukan makanan atau apa, tapi sebuah syal. Syal yang dirajut Apo disela-sela waktu menyiapkan acara setelah ia diajarkan oleh salah satu rekan di kantor.
Syal itu berasal dari benang katun yang halus. Berwarna navy dengan selingan garis tipis kuning pucat. Di ujung syal itu terdapat motif beberapa bunga lili berwarna putih, serta satu lagi yang jadi kesukaan Mile. Sebuah pattern huruf M, bergabung dengan lili-lili mungil itu.
Walau tentu saja Thailand tidak memiliki musim salju yang akan membekukan Mile, tapi saat musim dingin atau malam hujan syal ini tentu akan berfungsi dengan sangat baik. Fungsi kedua setelah yang pertama adalah menghangatkan hati Mile.
"Seni itu luas sekali Mile. Aku tidak sejago itu juga" Apo merendah.
"Tapi ini rajutanmu yang pertama kan? Ini rapi sekali, serius" Kata Mile masih memperhatikan selembar halus itu di kedua tangannya. Fakta bahwa ini adalah buatan Apo membuat syal cantik itu makin bermakna.
"Bunganya masih agak berantakan kok. Tapi thank you sudah dipuji. Aku senang kalau kau suka" Apo tersenyum sangat manis.
"Aku benar-benar suka. Sekali lagi terimakasih ya." ucapan Mile diangguki Apo dengan nampak puas.
Balkon apartemen Apo adalah favorit Mile. Pemuda itu menatanya seperti sebuah garden kafe. Ada meja kecil dan dua buah kursi di tengah banyaknya pot tanaman yang memenuhi seluruh tepian dari lantai sampai langit-langit.
Mile dan Apo duduk di kursi dari rotan itu. Si pemilik apartemen repot-repot menyeduhkan tamunya kopi dengan krim. Seolah dirinya belum cukup manis dan menghangatkan suasana bagi Mile.
Mile melipat syalnya dengan hati-hati dan meletakkannya di sisinya. Ia menatap Apo yang arah pandangnya lepas jauh ke langit kota. Mile tersenyum, kebiasaan pemuda itu.
"Melamun lagi ya?"
Goda Mile. Apo langsung berbalik menatapnya."Kau tidak bisa membedakan melamum dengan menikmati pemandangan?" yang muda malah membalas. Mile tertawa.
"Habis terlihat mirip sih. Aku tahu matamu tidak kosong atau apa, tapi maksudku kau melihat pemandangan seperti apa ya, mengingat suatu memori mungkin?" Mile mengungkapkan apa yang ia tangkap dari sikap Apo selama ini. Pemuda itu tersenyum tipis. Tapi tidak menjawab apapun. Ia beranjak berdiri beserta cangkir kopinya ke batas tepian balkon. Bersandar di baja dingin itu.
Mile tidak membiarkan dirinya jauh dari Apo. Ia menyusul pemuda itu dan berdiri di sisinya. Angin bertiup membawa aroma harum yang halus dari bebungaan tanaman Apo. Kini tangkai mereka bergoyang-goyang pelan. Apo kembali menatap jauh ke depan. Entah tahu atau tidak bahwa Lelaki di sebelahnya juga menerawang jauh ke mata indahnya.
"Apa yang kau pikirkan, Apo?" Mile bertanya pelan tapi kepada dirinya sendiri. Ia tidak bertanya pada Apo. Biarkan pemuda itu memiliki dunianya sendiri sementara Mile masih membangunkan dunia baru untuk mereka tempati bersama berdua nanti.
Rupanya Apo malah tersenyum dan menghadap kepada dirinya. Tangannya yang bebas dari cangkir kopi pelan-pelan datang ke jemari Mile dan menggenggamnya.
"Maaf ya, kalau aku kadang membuatmu bingung" tatapan Apo sekilas berubah sendu.
"Bahkan terkadang akupun bingung oleh diriku sendiri". Katanya lagi.Mile menatap tepat di mata bening milik Apo. Warnanya memikat Mile hingga mungkin saja Mile lupa apa yang hendak ia katakan. Laki-laki itu menggeleng, untuk Apo.
"Kau tidak perlu meminta maaf. Andaikan perlu maka aku juga harus minta maaf juga. Kau berhak memiliki pikiranmu sendiri. Pasti banyak yang engkau rasakan sebagai orang baru. Harusnya aku tidak perlu menegurmu tadi"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetap Tinggal [MileApo]
FanfictionDi saat-saat terakhir Mile hampir memutuskan kepergiannya ke luar negeri untuk mengejar program doktoral, seorang pemuda yang ia temui di asrama khusus pasien kanker menarik atensinya-atau mungkin seluruh hidupnya. Mile yakin jika dirinya tetap t...