Tetap Tinggal (6)

1.2K 125 59
                                    

Mile sibuk memanggang roti di toaster dan memilah selai apa saja yang disimpan Apo di lemari dapurnya. Ia akan menyiapkan sandwich untuk mereka tapi Apo ingin roti panggang dengan selai saja. Yang ingin menu opsi kedua itu sekarang malah hanya sedang duduk manis di meja makan, membiarkan prianya yang menyiapkan sarapan mereka di dapurnya sendiri. Mile terima saja tentunya sebagai bentuk tanggung jawab. Apo mengeluh badannya sakit semua.

"Silahkan tuan manis yang sakit pinggang" Mile meletakkan piring berisi roti panggang lalu kopi krimer menyusul. Rotinya ia beri campuran selai cokelat kacang dan keju. Ia harus jadi orang kreatif juga seperti Apo mulai saat ini.

Apo nampak suka dilayani. Ia makan sambil tersenyum setelah berterimakasih. Seorang gentleman seperti Mile tentu mencatat hal ini baik-baik. Lihat saja betapa menggemaskannya Apo sekarang  dengan rambut berantakan di dahi, kaos oblong putih  dan celana tidur selutut, sedang duduk sarapan dengan tenang.

"Maaf ya aku tidak bisa masak menu lengkap seperti kau membuat bekal biasanya" Kata Mile mulai menyantap sandwich miliknya. Apo membalasnya dengan senyum manis.

"Tidak masalah. Lain kali kita bisa masak bersama".

Mile menghangat mendengarnya. Ia menunggu saat itu. Ia ingin memasak bersama Apo. Makan, belajar, tidur, dan apapun bersama pemuda itu.

"Oh iya Mile" Apo tiba-tiba hendak mengatakan sesuatu. Mile mendongak siap mendengarkan. Tapi Apo seperti ragu.

"Apa sayang?" katanya santai. Sadar betul panggilannya barusan malah membuat yang didepannya makin salah tingkah.

"Eum, itu. Kemarin di acara salah seorang temanmu ada yang bertanya apakah aku akan ikut ke Amerika bersamamu nanti ketika kau menjalani program doktoral" Apo memilin-milin taplak meja.
"Itu maksudnya?"

Mile tertegun lantas tersenyum sedikit tidak percaya. Informasi menyebar separuh-separuh ternyata. Sayang sekali jika ternyata hal itu membuat kekasihnya khawatir. Padahal rencana itu sekarang sudah hampir menguap dari kepala Mile.

"Itu hanya wacana. Yang mengatakan itu Tong kan? Dia asisten ayahku di kampus dan mungkin dengar sedikit-sedikit tentang pembicaraan kami". Mile kembali mengunyah dengan santai.

"Pembicaraan seperti apa itu, kalau aku boleh tahu?" kata Apo sedikit ragu. Bagaimanapun ia adalah orang baru di kehidupan Mile. Ia tidak yakin pria itu akan membagi pembicaraan keluarga padanya. Tapi tak disangka Mile langsung buka suara.

"Kau boleh tahu. Itu sebetulnya tentang rencanaku kuliah S3. Aku punya peminatan di bidang  Neurogenetik dan Genetik Epidemiologi. Ayah merekomendasikan untuk ke Universitas Brown, di Rhode Island. Tapi-"
Mile menggantung ucapannya membuat yang muda penasaran.

"Tapi?"

Entah kenapa Mile senang dengan nada cemas di suara pemuda itu. Apa Apo takut jika dirinya pergi? Jujur saja itu yang Mile rasakan saat mengetahui bahwa pemuda itu adalah warga asing. Tapi ia tidak ingin mereka saling khawatir sekarang. Ia ingin mereka saling nyaman di sisi satu sama lain.

"Aku mungkin membatalkannya"

Itu diucapkan sangat ringan sampai Apo terlihat sedikit terkejut. Mile tanpa diminta memberikan alasannya, pada pemuda yang menjadi alasan itu sendiri.

"Sebetulnya aku sudah merasa cukup puas dengan profesiku sebagai seorang dokter spesialis. Tapi aku sangat kagum dengan ayahku yang seorang profesor. Jadi aku sempat ingin melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Ayahku kurang setuju awalnya jika harus keluar Thailand" Mile menyesap kopi hitamnya.
"Jika ditanya kenapa harus jauh-jauh pergi, alasannya adalah karena tidak ada alasan yang mengharuskanku tetap tinggal".

Tetap Tinggal [MileApo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang