second lead; ft. yoshiho
ㅡ
waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas, tetapi mashiho tetap membuka pintu kelasnya dengan santai.
namun, sesaat kemudian pemuda mungil itu merutuk dalam hati ketika maniknya bertabrakan dengan milik yoshi.
bagaimana ia bisa lupa kalau pelajaran pertama hari ini adalah biologi? tahu begitu kan, ia tidak perlu repot-repot masuk ke kelas dan memilih untuk merebahkan diri di ruang kesehatan.
"kenapa baru datang jam segini?" tanya yoshi datar, yang dibalas senyum remeh oleh mashiho.
"masih bagus saya masuk, pak."
yoshi menghela napasnya kasar mendengar respon dari muridnya yang satu itu. ini bukan pertama kalinya ia telat, dan seperti biasa, pemuda takata itu hanya bersikap acuh tak acuh seolah-olah keterlambatan adalah sesuatu hal yang wajar.
"siapa yang menyuruhmu duduk?"
langkah mashiho yang sedang mengarah ke pojok kelasㅡtempat di mana bangkunya beradaㅡseketika terhenti.
ia membalikkan tubuhnya lalu memandang sang guru dengan raut wajah menantang. "kenapa? tidak boleh? ya sudah tidak masalah, saya bisa keluar," ucapnya enteng lalu berjalan menuju pintu.
siswa lain yang berada di kelas itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah mashiho. tampangnya boleh terlihat polos dan imut, tetapi sikapnya jauh dari cerminan seorang anak teladan.
"takata mashiho."
"ah, apa lagi, sih?!"
"pulang sekolah datang ke ruangan saya."
ㅡ
"untuk kesekian kalinya seorang takata mashiho dipanggil ke ruangan pak kanemoto." junkyu berucap dengan nada mendramatisir di sela-sela kegiatan makannya bersama tiga orang pemuda lain yang berstatus sebagai teman dekatnya itu.
hal itu sontak membuat dirinya mendapatkan tatapan tajam dari mashiho yang seolah-olah berkata, 'tutup mulutmu atau kuhabisi kau'.
"kenapa sih dari dulu kau terlihat begitu membencinya?" tanya jaehyuk.
mashiho menghentikan acara makannya dan membanting sendoknya kasar hingga membuat beberapa pasang mata di kantin ini menoleh ke arah mereka. "aku juga tidak tahu! tiap kali melihat wajahnya, aku merasa seperti ingin muntah."
"karena rumor itu?" kali ini haruto membuka suaranya.
"maksudmu rumor yang mengatakan kalau ia pernah mendekati anak konglomerat lalu meninggalkannya begitu saja begitu gadis itu hamil?"
mashiho mengangguk, membenarkan perkataan jaehyuk. "dan bayangkan saja, sebentar lagi pemuda sialan itu akan menjadi kakak iparku."
"aPA?!"
junkyu, jaehyuk, dan haruto kompak berteriak sambil memasang wajah kaget mereka.
"kecilkan suara kalian, bodoh!"
ㅡ
"jadi? kau sudah tahu kesalahanmu?"
mashiho sebenarnya sangat malas datang ke ruangan ini, tetapi ia pikir akan lebih rumit lagi kalau yoshi melapor pada kepala sekolah dan pak tua itu memanggil kakaknya.
"sampai kapan saya harus di sini, pak?"
"jangan balik bertanya dan jawab saja pertanyaanku."
helaan napas kasar lolos dari mulut mashiho. dengan santai, ia pun menjawab, "tidak. saya tidak tahu apa kesalahan saya."
oh, ingatkan yoshi untuk mengumpulkan kesabaran lebih bila sedang bersama mashiho.
ketimbang melanjutkan adu mulut yang tidak ada gunanya itu, yoshi memilih untuk beranjak dari tempat duduk dan berjalan menghampiri mashiho yang duduk beberapa langkah di hadapannya, kemudian menyodorkan selembar kertas kosong.
"renungkan kesalahanmu dan tulis surat permintaan maaf, baru setelah itu kau boleh pergi dari sini."
mashiho hanya diam seribu bahasa. tidak menyanggah ataupun menolak perintah yoshi seperti biasanya. alih-alih mengarahkan pandangan pada kertas putih di atas mejanya, atensi mashiho malah terfokus pada hal lain.
entah setan apa yang merasukinya, kini ia tengah memandangi punggung yoshi yang berjalan membelakanginya. kemeja putih tipis tanpa blazer yang biasa dipakai oleh pemuda kanemoto itu, membuat tubuh atletis sang guru terlihat jelas di mata masiho dan tiba-tiba saja membuatnya merasa gugup.
bahkan ketika yoshi telah kembali menempati singgasananya dan berkutat dengan pekerjaan, tatapan mashiho masih belum lepas dari pemuda itu.
kedua netra indahnya, seulas senyum yang sesekali tercipta di bibir tipis itu, bagaimana ia menyibak surai hitamnya maupun melonggarkan dasi karena frustasi dengan apa yang sedang ia kerjakan, membuat mashiho merasakan sensasi aneh pada tubuhnya.
kenapa ia baru menyadari kalau gurunya itu sangat menarik?
astaga! mashiho cepat-cepat menggelengkan kepala guna mengusir pikiran aneh yang mulai merasuki pikirannya.
"kenapa kau belum mulai menulis?"
"e-eh?" percayalah, mashiho rasanya ingin menampar dirinya sekarang juga karena mendadak berubah menjadi orang dungu.
"uhm, saya tidak punya pulpen," jawab mashiho asal.
"kenapa tidak bilang dari tadi? aku bisa meminjamkannya untukmu." yoshi kembali berjalan menuju bangku mashiho, sedangkan pemuda mungil itu langsung meneguk ludahnya kasar sambil berusaha mati-matian untuk mengusir rasa gugup yang kini melandanya.
"t-terima kasih, pak."
tanpa berpikir panjang lagi, mashiho cepat-cepat menuliskan apa pun di kertas demi bisa meninggalkan tempat ini sesegera mungkin.
"sudah, 'kan? saya pulang dulu." diletakkannya begitu saja kertas itu di atas meja lalu kakinya beranjak menuju pintu tanpa menunggu jawaban dari sang guru.
namun sial, pintu itu terkunci.
"hei! buka pintunyaㅡ"
deg!
netra mashiho sukses membola kala mendapati yoshi yang telah berdiri tanpa jarak di belakangnya.
"kenapa kau tidak sabaran sekali, sih?" tanya yoshi dengan suara rendah, tangannya bergerak membuka pintu yang terkunci itu tanpa beranjak dari posisinya tadi, membuat mashiho menahan napas karena posisi mereka saat ini yang seolah sedang melakukan back hug secara tidak langsung.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
second lead; yoshiho [✓]
Fanfictionmashiho tahu, ia tidak seharusnya memiliki perasaan seperti ini. ㅡ bxb, lowercase, baku ㅡ dom!yoshi sub!mashi ⚠ li'l bit mature content