14. dilema

1K 173 30
                                    

second lead; ft. yoshiho

"mashiho, selamat datang di keluarga kami, nak."

mashiho yang kala itu baru berumur delapan tahun, hanya menatap sendu ke arah pria dan wanita asing yang kini tersenyum ramah padanya. hari itu adalah hari di mana keluarga yoo memutuskan untuk mengadopsi dirinya.

tentu saja ia sangat bersyukur akan hal itu, tetapi mashiho kecil masih sangat terpukul akibat kematian kedua orang tuanya sehingga tidak mudah bagi dirinya untuk terbuka pada keluarga baruㅡyang notabene merupakan orang asing yang tak pernah ia kenal sebelumnya.

kendati tuan dan nyonya yoo cukup baik padanya, mashiho masih belum bisa membuka diri dan memilih untuk mengurung diri di kamar selama beberapa bulan.

sosok yang perlahan-lahan berhasil mengembalikan keceriaannya dan membuat mashiho mulai merasa nyaman berada di keluarga barunya adalah karina, putri tunggal keluarga yoo, yang tak pernah lelah untuk mengajaknya ngobrol setiap saat.

di mata mashiho, karina adalah definisi dari malaikat tanpa sayap yang sesungguhnya. sempurna dan tanpa cela, baik dari segi penampilan fisik maupun sikapnya yang ramah terhadap semua orang.

terlebih ketika gadis cantik itu mulai memainkan tuts-tuts piano dengan jemari indahnya, melantunkan lagu penenang bagi mashiho tiap kali dirinya dihantui mimpi buruk akan kematian orang tuanya.

"mashi, jangan lupa makan!"

"mashi, besok temani aku jalan-jalan, yuk?"

"mashi, kau tahu, 'kan, kalau aku sangat menyayangimu?"

"mashi, terima kasih telah menjadi bagian dari keluargaku."

.

.

.

"hiks."

tanpa sadar, cairan bening lolos begitu saja dari manik hitam mashiho. setelah semua yang telah karina lakukan untuk membuatnya merasakan kembali apa yang namanya keluarga, mana mungkin mashiho tega merebut sosok yang sangat dicintai oleh kakaknya itu?

"hei, kenapa menangis?"

mashiho terkesiap ketika yoshi membelai lambut kedua pipinya, bertanya dengan raut wajah khawatir.

yoshi pun tak kalah terkejut. ia sontak menghentikan kegiatannya ketika isakan terdengar dari mulut mashiho.

"maaf, apakah aku berbuat terlalu jauh?" tanya yoshi dengan nada bersalah, lantas melepaskan kungkungannya dan menggeser posisinya menjadi berbaring di samping pemuda mungil itu.

mashiho menggeleng-gelengkan kepalanya agresif. "bukan begituㅡ maaf, aku hanya ... hanya ...."

"sstt, tidak apa-apa." yoshi menarik mashiho ke dalam dekapannya kemudian tangannya bergerak membelai lembut surai hitam yang sedikit acak-acakan itu.

"aku menangis bukan karena aku tidak mau," jelas mashiho. ia tidak mau menimbulkan kesalahpahaman ataupun membuat yoshi merasa ini semua karena dirinya.

"aku hanya ... teringat kakak," lanjutnya yang membuat pergerakan tangan yoshi di pucuk kepalanya mendadak terhenti.

setelah bergumul dengan pikirannya sendiri, yoshi pun berkata, "kalau kau mau, mungkin besok aku akan menjelaskan alasanku tidak bisa meninggalkan kakakmu sampai saat ini."

ya, sepertinya ini sudah saatnya mashiho mengetahui hal ini, begitu pikir yoshi.

mashiho sedikit mendongakkan kepalanya, menatap lurus ke dalam netra sang dominan. "baiklah. aku sudah lama menantikan hal itu."

yoshi mengulas senyum hangatnya. "kalau begitu, sekarang mari kita tidur."

mashiho balas tersenyum sebelum kemudian kembali membenamkan kepalanya di dada yoshi dan membiarkan aroma mint yang menenangkan itu menguar memenuhi indra penciumannya.


























suara kicauan burung mengusik tidur tenang dari pemuda mungil yang masih nyaman mendekap pemuda di hadapannya.

mashiho membuka matanya perlahan dan wajah yoshi adalah hal pertama yang ia tangkap setelah mendongakkan kepala.

bagaikan terhipnotis, atensi mashiho terkunci pada rupa pemuda kanemoto itu, memandangi setiap inci dari wajah rupawannya.

kedua netra indah yang saat ini tengah terpejam, alis tegas yang selama ini berhasil membuat mashiho tak bisa berkutik tiap kali yoshi mengeluarkan aura dominannya, bibir tipis yang kemarin malam menyapu miliknya dengan lembut, dan hidung mancung serta rahang bak pahatan seniman itu, semuanya benar-benar sempurna di mata mashiho.

mashiho bahkan telah lupa, bagaimana ia begitu membenci kehadiran guru biologinya itu dahulu.

namun, sesak serta-merta menyeruak dalam dadanya ketika ia menyadari bahwa mungkin, ini adalah terakhir kalinya ia bisa bebas memandangi wajah yoshi dalam keadaan seperti ini.

ya, mashiho sudah memutuskan untuk merelakan semuanya. bukankah telah banyak yang mengatakan, cinta tidak harus memiliki?

"sudah puas memandangi wajahku?"

suara serak khas bangun tidur itu membuyarkan lamunan mashiho. cepat-cepat ia mengontrol ekspresi wajahnya ketika yoshi mulai membuka mata.

"percaya diri sekali kau, pak," cibir mashiho, hendak mendudukkan diri kalau saja yoshi tidak menarik tangannya dan membuatnya kembali terbaring di samping pemuda itu.

"sudah merasa baikan?" tanya yoshi sembari menempelkan punggung tangannya di dahi mashiho untuk mengecek suhu tubuhnya.

"syukurlah, demamnya sudah agak turun." yoshi tersenyum lega.

"ngomong-ngomong, apa kau tidak mau mengganti panggilanmu untukku?"

"apa maksudmu?"

"jangan memanggilku 'pak' kecuali di sekolah."

mashiho terkekeh sambil menyamankan sandarannya di lengan yoshi. "lalu aku harus memanggilmu apa?"

"hmm ... sayang?"

plak!

"awh!" yoshi berpura-pura mengaduh kesakitan ketika mashiho meninju dadanya.

"bagaimana kalau ... kak yoshi?"

masih dalam posisi saling berhadapan, mashiho mengucapkan hal itu sembari mengerjapkan matanya lucu, membuat yoshi menahan gemas karenanya.

sebelah tangannya yang menganggur ia gunakan untuk memencet pipi gembil milik mashiho hingga bibirnya mengerucut seperti ikan kemudian mengecupnya sekilas.

namun, hal itu sepertinya malah menambah kadar keimutan mashiho ketika matanya kini membulat sempurna dengan kedua pipinya yang memerah seperti kepiting rebus.

"aphwa yang khaw lakukhwan?!" sungut mashiho susah payah karena tangan yoshi masih belum lepas dari pipinya.

"kau lucu."

cup

"hei!"

cup

"sudahㅡ!"

lelah dengan perlawanannya, kini mashiho memilih untuk memejamkan mata ketika yoshi melumat bibirnya lembut setelah puas menekan-nekan pipinya.


ceklek!




"yoshi, aku datangㅡ"

[]

second lead; yoshiho [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang