"Hiduplah bersamaku dan jadilah satu satunya permaisuri ku Roro Jonggrang"
***
Rembulan telah menurunkan kedudukanya bergantian dengan sang surya yang berdiri dengan tingginya menyinari bumantara.
Sorak-sorak ramai terdengar dari balik dinding istanah. Semua orang terlihat sedang berbahagia seakan akan kejadian kemarin tidak pernah ada. Seakan akan semua kemalangan yang menimpa Roro hilang bagai buih di lepas samudra.
Lautan darah yang sempat mengambang di seluruh sudut ruangan menghilang begitu saja dalam satu malam bersamaan dengan berita kematian prabu Kaylasha dalam perang badama arsha.
Tidak terdengar sama sekali isak tangis dari para ingsan manusia yang mendiami tempat ini kecuali tangisan darik bilik kamar dengan pengamanan ketat yang berada di area Graha Kartika Candra tempat dimana garwa parmeswari mengistirahatkan raganya bersama dengan belahan jiwanya.
Seorang wanita muda berusia 20 tahun kini sedang berada diujung penghidupan miliknya. Ia menatap kosong sudut ruangan dengan penuh keputus asaan. Untuk apa kini dirinya hidup di dunia jika satu satunya keluarga yang dimiliknya telah pergi menuju nirwana meninggalkan beban berat dipundak putrinya. Kini Roro pasrah akan nasibnya selanjutnya jika sang hyang widhi menghendakinya untuk ikut menyusul kaylasha, ia akan menerimanya.
"Raden ayu" lirih Nidya mengusap air mata yang sedari tadi meluncur dari netra Roro semenjak ia bangun dari pingsannya kemarin sore. Hatinya terasa ikut pedih melihat putri mahkota kerajaan Boko tertunduk rapuh dihadapannya.
Memeluk tubuh wanita berambut hitam didepannya "Raden ayu, Raden ayu harus tetap tegar" ucap Nidya berusaha menguatkan hati dari pemilik sukma yang ingin lepas dari raganya.
"Bagaimana caranya untuk tegar, Jikalau pilar penghidupanku telah terpisah dari raganya?" Lirih Roro melepaskan suara batinnya yang sedari tadi telah ia bendung sebisa mungkin seraya melirik kearah Nidya.
"Bagaimana carannya?" Sambung Roro yang masih menanyakan jawaban dari bibir Nidya. Mata hitam miliknya mulai menjadi basah kembali, dari sorotan pupilnya terlihat jelas bagaimana ia telah kehilanggan harapan hidupnya.
"bagaimana caranya? ... aku tanya bagaimana caranya?!" Racau Roro semakinmenjadi, ia mulai meninggikan nada suaranya seraya mengoyangkan tubuh teman kecilnya itu. Nidya hanya bisa membungkam dirinya yang tidak berani memberikan jawaban.
"Aku tanya sekali lagi bagaimana caranya?!, dimana jalan itu? ... tunjukan?!!!" Pekik Roro seraya berdiri dari tempatnya bersimpuh.
Seperti kilat yang menglegar di bumi dirgantara dengan begitu pula emosinya saat ini telah bergemuruh hebat tak karuan. Semua hal yang ada didepannya terlihat pantas untuk disalahkan. Roro melampiaskan semuanya pada apapun yang ia temui didalam ruangan Graha Kartika Candra, ia terus melakukannya seraya berteriak kesana kemari menggema keseluruh sudut ruangan.
"Apakah disini?" Melempar bantal dan sprei dari tempatnya.
"Atau disni!?" Pekik Roro lagi lagi dengan merubuhkan nakas kayu yang ada disamping ranjang.
Nidya tak bergeming sama sekali dari tempatnya. Ia tidak berani mengehentikan tindakan Raden ayu yang sedang meluapkan rasa marah dan kesedihannya secara bersamaan di dalam ruangan itu. Dirinya tidak pernah melihat Roro semarah dan seemosi ini hingga berhasil memporak porandakan seisi ruangan.
"Tunjukan jalannya!" Teriak Roro dengan deru nafas yang terbakar, kearah Nidya yang mulai merasa ketakutan.
"Semua ini tidak ada artinya!" Menarik paksa kain gorden bewarna emas di ujung jendela ruangan hingga menjulur turun ke lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
-ANASERA-
FantasyTuan dan Nyonya, sudahkah Anda mendengar tentang legenda Roro Jongrang yang terkenal di seluruh Tanah Jawa? Semua orang tahu bahwa Roro Jongrang telah diubah menjadi batuan candi oleh kutukan yang dia ciptakan sendiri. Namun, tahukah Anda bahwa ada...