Heyy guyss
Happy reading..................................
”OH, celaka!”
Jennie terkesiap kaget ketika mengeluarkan ponsel dari tasnya. Lisa sudah mencoba menghubunginya berkali-kali, tetapi Jennie tidak menyadarinya karena ponselnya berada di dalam tasnya yang ditinggalkan di kursi penonton. Ia bergegas mengenakan celana jins dan sepatu, lalu berpamitan kepada guru tarinya.Wanita itu pasti marah besar, pikir Jennie cemas dan cepat-cepat menelepon Lisa. Jennie berlari-lari kecil menyusuri koridor di antara deretan kursi penonton ke arah pintu keluar.
Pada deringan kedua, suara Lisa pun terdengar di ujung sana.
”Jennie? Kenapa kau tidak menjawab teleponku?”
Jennie mengernyit. ”Maaf,” katanya cepat.
”Aku tidak mendengar bunyi telepon.””Apakah kau tahu sudah berapa lama aku menunggu?”
”Maaf,” ulang Jennie.
”Kau ada di mana sekarang? Aku akan segera ke sana.
Berhenti,” kata Lisa tiba-tiba.Jennie otomatis berhenti melangkah walaupun ia tidak mengerti apa yang dimaksud wanitai itu.
”Apa?”
”Ya, berhenti seperti itu,” kata Lisa. ”Sekarang berputar ke kiri.”
Jennie menuruti kata-kata Lisa.
Dan mata Jennie melebar kaget ketika melihat Lisa duduk beberapa kursi jauhnya dari tempatnya berdiri. Wanita itu tersenyum kecil kepadanya sambil menurunkan ponsel dari telinga.Jennie mengerjap heran. Pertama, karena Lisa tersenyum. Wanita itu belum pernah tersenyum kepadanya selama Jennie mengenalnya. Lisa memang sering tersenyum hambar dan sinis, tetapi itu tidak bisa dihitung sebagai ”senyuman”, bukan? Kedua, karena Lisa ada di sana. Jennie tidak tahu mana yang lebih mengherankan baginya.
”Kenapa kau bisa ada di sini?” tanya Jennie sambil menoleh ke kiri dan ke kanan, seolah-olah mencari seseorang yang bisa menjelaskan kenapa Lalisa ada di sana, lalu kembali menatap wanita itu.
”Sudah berapa lama kau di sini?” kata Jennie
Lisa memasukkan ponselnya ke saku celana dan berkata ringan, ”Omong-omong, kau sudah boleh menurunkan ponselmu.”
Jennie tersentak dan menyadari ponselnya masih ditempelkan ke telinga. Ia buru-buru memasukkannya kembali ke dalam tas. Ia baru ingin mengulangi pertanyaannya ketika Lisa menyelanya.
”Jadi itu yang dinamakan tari kontemporer,” gumam Lisa sambil memandang ke arah panggung, tempat para penari sibuk berlatih.
Jennie tidak tahu apakah Lisa sedang membicarakannya atau para penari di panggung itu. Apakah wanita itu melihatnya menari tadi?
”Aku tidak menyangka kau mendengarkan lagu-lagu Italia,” lanjut Lisa sambil kembali menoleh ke arah Jennie.
Oh ya, wanita itu sudah ada di sini ketika Jennie menari tadi.
Jennie mengangkat bahu dan membalas,”Aku bahkan tidak menyangka kau tahu lagu itu lagu Italia.”
Lisa menatap Jennie dengan mata disipitkan, tetapi kali ini Jennie tidak merasa ingin mundur teratur. Tatapan Lisa kali ini bukan tatapan dingin dan bermusuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine Becomes you
RomanceIni kisah yang terjadi di bawah langit New York... Tentang harapan yang muncul di tengah keputusasaan... Tentang impian yang bertahan di antara keraguaan... Dan tentang cinta yang memberikan alasan untuk bertahan hidup. Awalnya, Lalisa lebih memilih...