Chapter 10

691 51 3
                                    

Wassup yoroubunnn...😇
Vote dulu Baru baca ya guys
Vote vote vote🤗

Guys kenapa gue jarang banget up soalnya gue lagi gak mood banget, karna kalean semua nih jarang banget kasih vote dan coment. Makanya gue kagak ada semangat buat ngelanjutin ff ini.

Yuk guys kasih vote dulu lah ya coment kek apa kek biar gue semangat gitu nge-up. Kalo kalean males vote+coment, gue juga males kalii.



Gue juga capek bikin ff nih.
Bahan nya sih udah ada tinggal up-up doang. Tapi karna partisipasi kalean ga ada. Ya terpaksa gue anggurin nih ff.







































































































.....













....













....















...











































































































”Hai,” kata Jennie sambil berjalan melewati Lisa dan masuk ke dalam apartemen.
”Kau mau pasta untuk makan siang?” Lisa mengerjap dan menatap Jennie yang langsung berjalan ke dapur.


Apa maksudnya ini? Ia menutup pintu dan menyusul gadis itu ke dapur. Jennie meletakkan kantong belanjaannya di meja dapur dan mulai mengeluarkan barang-barang dari kantong.

”Apa ini?” tanya Lisa bingung.
Jennie menatapnya dan tersenyum kecil.

”Karena tidak ada apa pun di dapurmu, aku memutuskan pergi membeli sedikit persediaan makanan,” jelasnya.
”Tadi aku sempat mengetuk pintu kamarmu untuk memberitahumu, tapi kau tidak menjawab. Kupikir kau sedang beristirahat dan aku tidak ingin mengganggu, jadi kuputuskan untuk langsung pergi saja.”


”Lalu bagaimana caranya kau bisa membuka pintu di bawah? Kau membawa kunciku?” tanya Lisa dengan kening berkerut.


”Tentu saja tidak,” sahut gadis itu cepat, dan terlihat agak jengkel.

Lalu ia menggumamkan sesuatu dengan nada rendah dan tidak terdengar oleh Lisa.

Lisa menyipitkan mata. ”Apa katamu?”

”Pintu di bawah terbuka lebar,” sahut gadis itu,

tapi Lisa yakin sekali bukan itu yang digumamkannya tadi. ”Jadi aku langsung masuk.” Lisa diam sejenak, lalu berkata datar,

”Kuharap kau sudah menutup kembali pintunya.”

”Tentu saja.” Gadis itu tersenyum sekilas, lalu kembali meneruskan kesibukannya mengeluarkan barang-barang belanjaannya dari dalam kantong.

”Apa yang kaubeli?” tanya Lisa.

”Makanan sehat,” sahut Jennie tanpa mendongak.
”Jadi kau mau pasta untuk makan siang? Atau kau sudah kenyang makan sandwich?”

Lisa terkejut mendengar bahwa gadis itu tahu ia telah menghabiskan sandwich tadi, tetapi ia berhasil menjaga raut wajahnya tetap datar dan acuh tak acuh.

”Sandwich saja tidak bisa membuatku kenyang,” katanya.
”Pastikan saja pastamu itu bisa dimakan.”

Jennie mendengus pelan, tetapi tidak berkata apa-apa. Lisa menatap barang-barang belanjaan Jennie dengan kening berkerut dan bertanya,

”Apakah aku harus membayar untuk semua ini?”

”Tidak,” sahut Jennie sambil memasukkan bahan-bahan makanan ke dalam kulkas dan lemari.
”Bagaimanapun, aku harus membayar ganti rugi kepadamu, bukan? Jadi anggap saja ini semacam ganti rugiku padamu.”

Lisa mengangguk. ”Bagus.”

”Omong-omong, kau tidak ingin pergi ke mana-mana hari ini?” tanya Jennie.

”Pergi ke mana?”

Jennie mengangkat bahu.
”Entahlah. Maksudku, kalau kau bosan di rumah terus dan ingin pergi ke suatu tempat—pergi menemui temanmu, misalnya, atau ke mana pun—aku bisa mengantarmu.”

”Kenapa kau ingin mengusirku dari rumahku sendiri?”

Jennie berhenti menyusun barang belanjaannya dan menoleh menatap Lisa dengan kesal. Ia membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tetapi dengan cepat mengurungkan niatnya.
Akhirnya gadis itu berkata,

”Lupakan saja. Aku juga tidak tahu kenapa aku bertanya.”
Lalu ia menggerutu pelan dan Lisa hanya bisa menangkap kata ”bodoh” dan ”gila”.

Tiba-tiba terdengar bunyi ponsel. Jennie meninggalkan pekerjaannya, bergegas menghampiri tas tangannya dan mengeluarkan ponselnya yang berdering-dering. Ia menatap layar ponsel sebelum menekan tombol ”jawab” dan menempelkan ponsel ke telinga.

”Ya, Chaenyol?” Lisa mengangkat alis. Ternyata adiknya.

”Aku?” Jennie melirik Lisa sekilas.

”Aku ada di rumah kakakmu sekarang.”

Saat itu Lisa baru ingat bahwa ia belum memberitahu Chaenyol bahwa gadis yang dikejar-kejarnya kini menjadi pengurus rumah Lisa.
Lisa ingin tahu bagaimana reaksi Chaenyol bila tahu soal ini.

”Membantunya,” kata Jennie lagi di telepon, sepertinya sedang menjelaskan keberadaannya di apartemen Lisa kepada Chaenyol.

”Karena sepertinya dia memang sangat membutuhkannya.” Lisa menggeleng membantah, namun Jennie mengabaikannya dan memalingkan wajah.















..........















To be continue....

Sunshine Becomes youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang