Ini kisah yang terjadi di bawah langit New York...
Tentang harapan yang muncul di tengah keputusasaan...
Tentang impian yang bertahan di antara keraguaan...
Dan tentang cinta yang memberikan alasan untuk bertahan hidup.
Awalnya, Lalisa lebih memilih...
Wassup yoroubunnn...😇 Vote dulu Baru baca ya guys Vote vote vote🤗
Happy Reading guys
Jennie membuka pintu loker dan mengeluarkan tasnya. Lalu ia duduk di bangku panjang di tengah-tengah ruangan dan menarik napas panjang. Ia mengeluarkan tabung plastik kecil dari dalam tas, membuka tutupnya, menjatuhkan sebutir pil ke telapak tangan dan langsung memasukkannya ke mulut.
”Jennie?” ia tersentak dan menoleh.
”Oh, Rose,” gumamnya ketika melihat rekan kerjanya sekaligus sahabatnya sesama instruktur di Small Steps.
Rose membuka pintu loker di sebelah loker Jennie. Ia menggerakkan dagunya, menunjuk tabung plastik yang ada dalam genggaman Jennie.
”Kau sakit?” tanyanya.
Jennie melempar tabung plastik itu ke dalam tasnya dan mendesah. ”Sakit kepala.”
”Gara-gara jatuh di tangga tadi?” tanya Rose
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Park Chaenyong/Rose adalah sahabat jennie.
”Bagaimana kau bisa tahu tentang kejadian di tangga tadi?” Jennie balas bertanya. ”Bukankah kau tadi tidak ada?”lanjutnya.
Rose tertawa kecil. ”Agnes memberitahuku begitu aku kembali sehabis makan siang. Katanya Chaenyol dan temannya juga ada di sana waktu itu dan mereka yang mengantarmu ke rumah sakit.”
Jennie mengernyit ketika teringat pada Lalisa Manoban. ”Dia sahabatnya Chaenyol, tapi ,” gumamnya. ”Dan bukan aku yang terluka, tapi dia.”
”Oh, ya? Tapi dia tidak apa-apa, bukan?” kata Rose.
Jennie mendesah berat. ”Tangannya terkilir dan harus dibebat selama dua bulan ke depan.
”Oh? Tapi apakah dokter mengatakan sesuatu? Apakah cederanya serius?” Jennie mengangkat bahu.
”Tidak. Entahlah.”
”Kalau dia memang cedera parah, dokter pasti sudah berkata begitu. Mungkin hanya terkilir sedikit. Bukan masalah besar,” kata Rose.
