Bagian 1

1.1K 82 2
                                    

"Ya, terserah aku dong! Kok kalian sibuk banget sama urusan aku sih!?"

"[Name], bicara yang sopan."

"Selama ini aku emang diem. Tapi aku nggak bisa nahan lagi! Emangnya aku salah apa sih sama kalian!? Kok kalian gini banget sama aku!?"

Plakkk

"Mulut lu kalo nggak bisa dikontrol, mending nggak usah ngomong."

"Abang apa - apaan sih!? [Name] kan perempuan. Jangan main pukul dong!"

"Anak kayak gini emang harus diajarin sopan santun, Gem. Kamu nggak usah terlalu belain dia. Dia juga udah pernah buang makanan buatanmu kan?"

"Sifat [Name] itu turunan Bang Hali. Kan Abang yang gedein dia."

"Tapi gue nggak pernah didik dia jadi adek durhaka kayak gini."

"Bang, udahlah. Kita selesaiin baik - baik."

"Nggak! Kalo dari kecil udah nggak bener, udah bisa kebayang gedenya kayak apa."

[Name] menghela napasnya. Kejadian itu terus berputar - putar di dalam kepalanya.

Kini, ia bukan anak kecil lagi.

Setelah memutuskan pergi jauh dari rumah dan bersekolah di sekolah pendidikan kepolisian, ia sudah setara dengan siswi kelas 3 SMP.

"Kok bengong? Nanti lu ketinggalan pesawat lho."

[Name] menoleh. Sahabatnya, Christine, berjalan menghampirinya.

"Aku masih takut. Aku harus bilang apa pas sampe di sana nanti."

"Yaelah. Ngadepin sodara takut, giliran ngadepin penjahat biasa aja," cibir Christine.

"Ya, gimana ya. Kalo dipikir - pikir, kayaknya aku keterlaluan banget. Padahal aku cuma mau nutupin 'ini'. Tapi malah kesannya jadi adek nggak tau diuntung."

Christine terkekeh. "Lu nggak usah khawatir. Lu cukup bilang 'maaf' ke mereka. Gue yakin mereka udah seneng."

"Beneran manjur, nih?" tanya [Name] meyakinkan.

"Yeuh. Emangnya gue genderuwo bisa baca mantra? Udah gc sono. Ntar lu mau terbang pake apa?"

Akhirnya sekarang [Name]  yang terkekeh. "Okedeh. Aku pergi dulu. Bye!"

◇◇◇

"Oke, semuanya udah rapi. Huft. Akhirnya kamu pulang, [Name]. Kita semua kangen banget sama kamu."

Setelah merapikan kamar [Name], Gempa turun ke lantai satu, mencari saudaranya yang lain.

"Duri, mau ikut Abang jemput [Name]?" ajaknya.

"Jemput [Name]!? Duri mau ikut!" balas Duri cepat dengan mata berbinar.

"Nggak usah. Biar gue aja."

Gempa dan Duri sontak menoleh.

"Yaudah kalo gitu aku ikut."

"Nggak. Kalian di rumah aja. Gue bisa sendiri." Halilintar pun beranjak keluar dan menyalakan mobilnya.

"Yah, kita nggak jadi pergi ya?" tanya Duri kecewa.

"Yaudah. Kita siapin makanan buat [Name] yuk! Biar dia seneng nanti!"

"Iya, Duri mau! Duri mau liat [Name] seneng!" Gempa mengajak Duri ke dapur. Walaupun dalam hati ia sangat khawatir kalau Halilintar yang menjemput adik bungsu mereka.

Karena [Name] pergi setelah pertengkaran hebat dengan si sulung.

◇◇◇

[Name] kembali menghela napas panjang.

Ia baru saja turun dari pesawat.

Ia belum pernah merasa seperti ini sebelumnya.

Christine benar, saat menghadapi penjahat saja wajah [Name] biasa saja. Kenapa [Name] harus takut menghadapi saudaranya sendiri yang merupakan hartanya yang paling berharga.

Ia berjalan keluar, dan matanya menemukan seorang pria yang berdiri sambil memainkan ponselnya.

Drrrtttt

[Name] melihat ponselnya yang berbunyi. Ia melihat nama "Bang Gledek" di sana.

Halilintar yang mendengar suara dering ponsel [Name] sontak menoleh.

Ia pun mematikan sambungan dan dering ponsel [Name] ikut berhenti.

Akhirnya tatapan mereka bertemu. Tapi justru [Name] membeku saat melihat sorot mata yang tajam, sama seperti waktu itu.

Ia benar - benar tidak tahu harus apa sampai Halilintar menyambar koper dan tasnya.

Tanpa bicara sepatah kata pun, Halilintar membawa barang - barang adiknya dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil.

[Name] yang melihat itu terdiam. Ia ingin membantu, tapi entah kenapa tubuhnya tidak bisa bergerak.

Tiba - tiba rasa sakit dari tamparan Halilintar waktu itu terasa lagi, padahal sudah bertahun - tahun lamanya.

"Lu mau jadi gembel di sini?" tanya Halilintar ketus.

[Name] pun memaksa kakinya untuk bergerak dan masuk ke mobil.

"Lu ngapain duduk di belakang? Emangnya gue supir lu, apa?"

Tanpa berkata - kata, [Name] segera menurutinya.

Halilintar melajukan mobilnya dan mereka pun terjebak dalam keheningan.

◇◇◇

Hai gaes

Maap banget nih Saturn emang labil.

Yang ono belom pada tamat malah bikin book baru.

Gelo emang botjah.

Tapi ini juga buat ayang ayang readersku kok.

Jadi enjoy dan jangan lupa vote and komen ^_^

Forgive Me (Boel x Readers)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang