"[Name], kamu mau beli makanan sendiri?"
[Name] spontan menggeleng bingung.
"Oh, yaudah. Soalnya kamu pernah buang makanan buatan Abang. Jadi, yah, kalo kamu nggak suka masakan Abang, nggak papa kok."
Ah, jadi keingetan lagi.
"A-aku suka semua makanan. Aku... aku suka kok masakan Bang Gem," jawab [Name] pelan.
Gempa menepuk kepala adiknya pelan. "Yaudah. Kita cari susu yuk."
[Name] mengangguk dan kembali mengekori Gempa.
Ia heran kenapa Gempa mengambil banyak sekali susu kalengan.
"Sejak kapan Bang Duri minum susu sebanyak itu?" tanya [Name] bingung.
"Oh, nggak. Ini titipan Bang Hali. Lagi candu susu dia."
[Name] hanya mengangguk walaupun tidak begitu mengerti maksudnya.
◇◇◇
"Huhhh. Akhirnya dateng ke sini juga gue. Hm, cakep juga nih kota. Nggak heran [Name] pengen cepet - cepet balik ke sini."
Gadis itu membuka kacamata hitamnya.
"Gue harus cari penginapan."
◇◇◇
"Ng... a-." [Name] menghentikan ucapannya. Kenapa rasanya sulit sekali walau hanya sekadar bicara dengan kakaknya?
Ternyata dia memang belum terbiasa.
Gempa menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.
"Kenapa, [Name]?" tanyanya lembut.
[Name] masih diam.
"Kamu kelupaan sesuatu?" [Name] menggeleng pelan.
Tiba - tiba [Name] mendekat dan menarik ujung baju Gempa.
"A-anu. A-aku masih bo-boleh... makan masakan... Abang.... kan?"
Gempa tersenyum dan memindahkan belanjaan ke tangan kanannya. Lalu tangan kirinya merengkuh pundak [Name].
"Ya boleh dong. Kalo kamu mau, besok Abang masakin apa yang [Name] suka. Gimana?"
Mata [Name] seakan bersinar mendengarnya. Walau tidak merespon, tapi Gempa sudah bisa paham ekspresi adiknya.
Gempa mengacak rambut [Name] dan merangkulnya lalu melanjutkan perjalanan.
Apa sehangat ini pelukan yang selalu kutolak dulu?
◇◇◇
"Ng. Udah jam segini. Kalo ke rumah [Name] sekarang rasanya ganggu banget."
Gadis itu melihat langit dan duduk di salah satu kursi taman.
"Dia lagi apa ya sekarang?"
Tiba - tiba, beberapa pria terlihat menghampirinya.
"Eh, ada Neng Manis. Sendirian aja Neng? Main dulu lah sama kita - kita."
Salah satu pria duduk di samping gadis itu dan mulai merangkulnya.
Karena tidak melakukan perlawanan, mereka berpikir gadis itu akan sukarela menjadi mainan mereka hari ini.
Ketika pria yang lain mendekat....
Crashhh
"Maaf ya. Seleraku tinggi."
Gadis itu pun pergi meninggalkan taman yang sudah penuh genangan darah dan beberapa onggok daging tak bernyawa.
◇◇◇